Day 1 : Cassio is a Hard Nut to Crack

399 68 40
                                    

Masih hari Senin, 5 Agustus 10.15

3 Hal yang Membuatku Amat Kesal, Sampai-Sampai Darah yang Mengalir Deras di Dalam Urat Nadiku Mendidih.
(Daftar disusun Oleh Skye Maxwell dalam tempo yang cepat)


        1. Aku baru saja membuka Instagram dan melihat foto unggahan terbaru Bex. Betapa kurang ajar dia menolak panggilanku 15 kali, setelah aku mati-matian menelponnya dengan wajah berasap. Sekian jam sebelum aku meninggalkan tanah kelahiranku, aku telah mewanti-wanti Bex untuk nggak pernah macam-macam dengan menghadiri pesta manapun selagi aku masih berada di Inggris. Maksudku, hell, mana mungkin aku dapat berlapang dada jika anak buahnya keasikan berhura-hura di salah satu pesta maha mewah di California, sementara aku justru terjebak di penjara kumuh ini lengkap bersama para sipir yang kesemuanya nggak waras.

         2. Cassie berkata aku harus belajar menjaga toko sayur keluarga Archibald. Saat Cassie menyebutkan fakta bahwa Bibi Madie-lah yang meresmikan perintah konyol itu, dan fakta bahwa ada kemungkinan Cassio bakal mengamuk selayaknya banteng yang melihat kain merah jika aku nggak menurutinya, membuatku nggak berkutik. Begini, mari kuperjelas. Aku nggak lahir dan dibesarkan untuk menjadi penjaga toko sayur. Aku pun nggak menunggu 18 tahun lamanya hanya untuk melayani orang membeli kubis dan lobak! Demi Tuhan, telah hilang kemanakah derajatku?!

       3. Hal terakhir yang membuatku semakin marah tak berkesudahan, adalah dengan memikirkan alasan nomor 1 dan 2 dalam waktu yang bersamaan. Kalian harus percaya ketika kukatakan bahwa wajahku merah padam bak diguyur dengan air bersuhu di titik didih fahrenheit.


      “Selepasnya kau keluar dari pekarangan rumah, kau hanya perlu lurus mengikuti jalan bebatuan itu menuju arah Barat. Ketika kau telah sampai di jalan beraspal, yang perlu kau lakukan adalah berbelok ke arah Utara. Jangan berhenti sampai kau menemukan toko kami,” cerocos Cassie yang datang menghampiriku sembari menuntun sepeda butut berwarna silver dengan keranjang besi tergeletak nggak manis di bagian depan. Ya ampun, aku bahkan nggak yakin rem sepedanya masih berfungsi.

       Dengar, tanpa perlu diberitahu dengan menggunakan bahasa apapun, aku sudah paham apa rencana buruk yang telah Cassie persiapkan untukku. Aku harus mengayuh sepeda butut ini demi berpegian menuju toko tercinta keluarga aneh Archibald. Sama sekali nggak beradab.

       “Cassie, aku sudah cukup kesal kau menyuruhku menaiki sepeda jelek ini. Jangan membuatku semakin pening hanya karena kau menggunakan bahasa mata angin. Aku nggak tahu mana Utara, Barat, Tenggara, dan persetan apapun itu,” gerutuku seraya memandang sekilas wajah Cassie yang anehnya masih berseri.

      Ya ampun, aku nggak mengerti bagaimana caranya ia masih memiliki suasana hati yang baik—sementara aku berulang kali telah mengatakan hal-hal yang notabenenya membuat gadis-gadis biasa nan cengeng tersinggung. Terhitung insiden di dapur tadi pagi. Rasa-rasanya Cassie memang diprogram untuk nggak bisa mendeteksi amarah ataupun kesedihan sejak berada dalam kandungan.

       Di sela-sela tawa ala kadarnya Cassie berujar, “Salahku.”

       Aku hanya mengorbitkan bola mata, berusaha meredakan gelitikan untuk nggak memberinya pelajaran serius karena sudah menertawai kekesalanku.

      “Saat kau keluar dari pekarangan rumah, beloklah ke arah kiri, dan kau ikuti saja jalan bebatuan itu. Setelah kau tiba di jalan beraspal, yang perlu kau lakukan adalah berbelok ke kanan. Jangan berhenti sampai kau menemukan toko kami,” koreksi Cassie, “pergilah. Cassio pasti membutuhkan tenaga tambahan sekarang.”

10 Days To Make Cassio Kisses Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang