Minggu, 13 Agustus pukul 11.00
Omong-omong, aku nggak tahu berapa ratus detik yang telah kulewatkan, namun Macey dan Mikey berhasil memiliki permen kapas raksasa berwarna merah muda seperti yang keduanya idam-idamkan. Bagian dimana bocah cilik itu merasa bingung darimana harus melakukan gigitan pertama, membuatku tertawa samar.
Sial, kamera analogku tertinggal di dalam mobil," gerutu Cassio frustasi begitu sadar bahwa ia nggak membawa apapun selain dompet, ponsel, dan kunci mobil di dalam saku celananya.
Alex memutar kedua bola matanya. "Astaga, Cassio, kita bisa memotret apapun dengan ponsel."
Cassio mempertontonkan mimik wajah nggak sependapat, yang membuat Alex memutuskan untuk nggak banyak berkomentar—kecuali apabila cowok itu ingin ditinju oleh abangnya.
"Ayo Tukang Rengek, kau ikut denganku mengambil kamera di mobil." Cassio menyeret Alex yang nggak berdaya. Ia memajang tampang memelas, namun nggak ada satupun dariku, Cassie, atau Margot yang memedulikannya. Sebelum kedua cowok itu tertelan hidup-hidup oleh lautan manusia, Cassio sempat meminta kami untuk nggak pergi jauh-jauh. Menurutnya, itu sekedar tindakan preventif dari membuatnya kesusahan mencari kami.
Rasa-rasanya mustahil menuruti permintaan Cassio, ketika Mikey dan Macey terhipnotis oleh sisi lain festival yang menyediakan berbagai macam arena bermain untuk anak kecil. Binar di manik mata mereka berdua sama persis ketika aku melihat semua orang tampak kagum dan iri akan kepopuleranku di California.
Alasan mengapa kembar cilik ini menarik-narik tanganku dan Margot, adalah keberadaan arena bola mandi raksasa yang berlantai dua dan tampak memiliki banyak belokan seperti labirin. Aku nggak bisa merasa kesal, karena diriku yang berusia 18 tahun pun agak tergoda untuk bermain di dalam sana.
Sedikit merasa enggan, Cassie memenuhi keinginan adiknya. Aku, Margot, dan Cassie mulai berjalan beriringan menuju area khusus anak-anak. Tangan gemuk Macey mencekal pergelangan tanganku dengan erat, seolah-olah khawatir aku akan kabur atau apalah.
Orang-orang terus berjalan lewat sambil membawa corn dog dan minuman soda berwarna-warni. Aku memiliki keyakinan jutaan kalori menumpuk di makanan itu—namun aku sadar bahwa walaupun koki di rumahku hanya membuatkanku menu diet nggak enak, corn dong itu sangat menarik.
Aku nggak tahu seberapa jelas wajahku memancarkan keinginan untuk menelan makanan tersebut dalam sekali lahapan, karena Cassie mendadak berkata, "Margot, bagaimana jika kau dan Skye mengantar mereka ke wahana itu? Aku ingin membelikan corn dog untuk kita semua. Aku akan menemui kalian di sana nanti."
"Tentu saja! Adik-adikmu aman bersama kami." Margot yang sudah nggak banyak berbicara semenjak Cassio menghindarinya, kini tampak bagaikan gadis yang dibanjiri oleh euforia ketika mendengar ide Cassie. Meski agak aneh, kurasa dia sama laparnya denganku—sehingga raganya yang semula nggak memiliki jiwa bak zombie, telah lenyap.
Pada detik yang sama saat Cassie mulai berjalan menjauh sembari memanjangkan lehernya untuk mencari penjual corn dog, sensasi nggak menyenangkan mulai menyerang titik sensitif di bawah abdomenku. Sial, pasti ini terjadi karena aku mengabaikan aturan untuk buang air kecil sebelum melakukan perjalanan jauh. Kandung kemihku memberontak untuk dikosongkan.
Kecepatan berjalanku nggak seimbang dengan langkah kaki Macey yang pendek namun cepat. Keringat dingin mulai membentuk buliran jagung hampir di seluruh permukaan wajahku. Cuaca panas yang memanggang ubun-ubun, dan padatnya eksistensi manusia—membuatku nggak yakin berapa lama lagi aku bisa menahan air seniku sendiri. Margot sangat jeli memerhatikan sesuatu yang terasa nggak benar, sehingga dalam hitungan nano detik ia bersuara di bawah keramaian festival.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Days To Make Cassio Kisses Me [END]
Fiksi RemajaSemua gadis ingin rasanya bertukar badan dengan Skye Maxwell. Semua lelaki ingin rasanya mendapatkan kesempatan berkencan dengan Skye Maxwell. Memang siapa yang tidak ingin? Seorang gadis yang dianugerahi kecantikan, kepopuleran, dan kekayaan nomor...