Perjalanan Kedua

28 5 0
                                    

Setelah beberapa lama kami tiba dirumah. Aku segera bergegas ke kamarku. Saat ku buka pintu kamarku kulihat, koper dan juga ransel ku sudah siap untuk keberangkatanku besok.

Persiapan yang sama seperti enam bulan yang lalu aku ke Paris.

Yah enam bulan sudah berlalu, tapi aku tak pernah berhenti berkomunikasi dengan Reno hingga ia mengatakan perasaannya padaku beberapa bulan yang lalu.

Besok aku akan menemuinya kembali. Ke kota yang paling romantis di dunia.

Aku benar-benar berharap sesuatu yang lebih darinya, agar kak Githo berhenti meledekku bocah karna kelakuaanku yang di anggapnya masih anak-anak.

Walau setiap hari aku dan Reno saling menghubungi satu sama lain, tapi rasanya tidak cukup sehingga ku putuskan untuk kembali ke Paris
sekaligus untuk liburan.

Aku menghempaskan tubuhku ke kasur dan mengambil ponsel yang ada dimeja dan melihat apakah ada pesan dari orang yang jauh dibagian Eropa sana, tapi sayang sekali tidak ada.

Sudah hampir seminggu Reno jarang mengabariku, tapi aku tak merasa cemas, mungkin karna ia sibuk dengan berbagai pekerjaannya, lagi pula besok aku akan bertemu dengannya.

Aku menutup mataku sejenak untuk menghilangkan rasa lelah. Tiba-tiba suara ketukan pintu mengagetkanku.

Spontan aku segera bangun dan membuka pintu. Aku menghela nafas melihat seseorang yang berdiri di pintu kamarku.

“Apa, kak?”tanyaku lesu.

“Kamu besok ke Paris?”tanyanya penasaran.

“Tau dari mana?”tanyaku heran.

“Dari Mama”jawabnya singkat.

“Ia! Emang kenapa?”tanyaku sekali lagi.

“Ngapain? Nggak kapok? Ngga kapok sama kejadian kemarin-kemari di sana?” ucapnya.

“Mama cerita kalo aku punya pacar?”tanyaku kesal.

“Kakak cuma pesen, jangan konyolll kaya waktu Fero nyakitin kamu?? Nangis di pinggir jalan, dasarr.” ujarnya meledek.

“Iaaa!!! Ngeledeknya udah? Aku mau tidur.”ucapku.

“Tidur? Ya udah sana, jangan lupa pesan kakak.” ujarnya seraya meninggalkanku menuju tangga ke lantai bawah.

Aku segera menutup pintu kamarku dan kembali memejamkan mataku menuju dunia tanpaa batas
yaitu,Mimpii.

***

'PRAKKK'

“Aaaaa!!!” aku berteriak cukup keras berusaha untuk menahan sakit.

Aku memegang pipiku yang kurasa memerah karena baru saja terjatuh dari ketinggia setengah meter.

Badanku terjatuh dari atas tempat tidur ke lantai.

Dengan mata terpejam aku meraba tempat tidurku dan menarik selimut untuk membantuku berdiri. Tapi bukannya membaik, tubuhku malah kembali terpental ke belakang dengan selimut menutupi seluruh tubuhku.

Merasa putus asa karna rasa kantung yang belum dapat ku singkirkan, aku melanjutkan tidur ku di lantai dengan tertutupi selimut yang cukup lebar dan tebal.

Suara ketukan pintu terdengar ditelingaku berulang kali, tapi aku tak merespon. Mungkin karena si
pengetok pintu merasa tak mendapat tanggapanku ia pun segera membuka pintu dan berjalan mendekatiku yang tertutup selimut.

“Githaa! Kamu masih tidurr, cepat waktu subuh udah hampir habiss, sana cepet bangunn.” omel Mama sambil menarik selimut yang ada di atasku dan memukul-mukul badanku, berusahamembangungkanku.

Ku picingkan mataku untuk memberi jawaban kepada Mama kalau aku sudah bangun, tapi ia tak berhenti, ia terus memukuli badanku. Hingga dengan berat hati aku bangun dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dab melaksanakan kewajibanku.

Setelah shalat, kuliat Mama tak lagi di kamarku, ku raba seluruh ruangan tempatku sekarang.

Aku tersenyum melihat seluruh seluk beluk kamarku kini telah rapi karna dibereskan oleh Mama.

“Githaa, Githaa..!!” suara Mama memanggil namaku terdengar samar dari lantai bawah.

Aku pun segera menuju tangga dan melihat Mama sedang sibuk di dapur bersama Bibi.

“Ia Ma?”jawabku.

“Cepet mandi, abis itu sarapan. Kamu berangkat pagi ini kan.”tanyanya.

“Ia, Ma.”jawabku lesu sambil melangkahkan kaki menuju kamar dan segera mandi.

Seperti biasa aku mandi cukup lama. Keluar dari kamar mandi aku sudah siap dengan gaya bajuku yang tak pernah berubah. Simple, dan fashionable.

Jeans hitam dengan atasan kaos lengan panjang selutut juga dengan jilbab ala anak jaman sekarang.

Setelah itu aku turun ke bawah untuk sarapan bersama Mama.

“Ma? Orang-orang kemana? Kok cuma kita berdua yang sarapan?” tanyaku sambil menarik kursi dan segera duduk di depan Mama.

“Keyla masih tidur. Astrid lagi pusing jadi dia istirahat dulu.” jelasnya.

“Trus, Kak Githo?”tanyaku sambil melahap nasi goreng yang sudah dibuat oleh Mama.

“Kamu tau kan kakak kamu itu nggak beda jauh sama Papi kamu. Kalo ada pekerjaan semuanya ditinggal.” jelasnya sambil tersenyum.

“Oh, ke kantor yah. Trus Papi kapan balik ke Indo?”tanyaku.

“Dalam waktu dekat ini, tapi belum tau kapan. Udah cepet makan, nanti ketinggalan pesawat.” oceh Mama sambil menyantap makanan di depannya.

Setelah sarapan aku kembali ke kamar untuk mengambil koper juga ransel yang terlihat tak sabar
ingin menjelajahi kembali kota Paris.

Segera ku periksa kembali ranselku untuk memastikan tidak ada yang kurang.

“Alat shalat ada, earphone ada, dompet ada, charger ada, alat makeup ada, kamus prancis ada, buku bacaan ada, Al-Qur'an ada, sarung tangan ada, syal ada, permen ada,cemilan ada, handphone ada. Oke beress.”

Aku segera melangkah keluar menuju ke bawah untuk berpamitan kepada Mama yang sedang sibuk menyiram bunga kesayangannya.

“Ma, aku berangkat yah, kalo Keyla nanya aku kemana Mama bilang aja kalo aku lagi beliin dia boneka baru.

Juga suruh Kak Githo buat anter kak Astrid ke dokter yah. Assalamu Alaikum.” pamitku sambil menyalami tangan lembutnya.

“Ia,hati-hati, jaga diri. Inget pesen Mama, sholat kamu jangan ditinggal.” nasihatnya cemas.

“Ia Ma.” jawabku sambil melangkah keluar pagar menuju taxi yang sudah disiapkan oleh Pak Agus.

“Jaga rumah baik-baik yah Pak Agus, kalo Bibi udah pulang dari Pasar bilang kalo aku udah berangkat. Assalamu Alaikum.” pamitku.

Taxi melaju cukup cepat karna kemacetan belum terlalu parah. Aku tiba di bandara dan bergegas
ke pesawat.

Tak banyak yang berbeda kali ini, suasana dalam pesawat, lama perjalanan, dan keindahan yang ku saksikan dari ketinggian masih sama seperti enak bulan yang lalu.

Hanya, rinduku kini berbeda. Sesekali aku mengingat Fero, namun tak lama bayangan Reno menyelamatkanku.

Why It Has To Be You ? Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang