Waktu berjalan cepat, kini aku di Paris bersama keluarga besarku di tengah dinginnya kota,karena
salju yang mulai turun.Hari yang kunanti telah tiba, kini tubuhku telah terbalut gaun putih yang sama dengan gaun yang dipakai mama beberapa tahun silam saat menikah dengan Papi.
Pujian tak henti terdengar ditelingaku saat diruang hias. Semua memuji apa yang ada pada diriku sekarang, juga memberiku selamat.
Aku berjalan, memijaki anak tangga satu per satu. Sepatu ber-hak tinggi berwarna putih menutupi kakiku, senyuman bahagia Reno memikatku dari tangga atas.
Ruangan berdesain putih biru terlihat pas dengan gaunku, terlihat tamu undangan sudah berkumpul dibawah, begitupula Reno yang berjas putih
telah duduk di meja akad.Aku diapit oleh Keyla yang menggunakan gaun mungil biru, juga beberapa anak yang selalu bermain bersama Reno di kota ini.
Senyum merona tak pernah hilang dari wajahku, terasa dunia adalah milikku.
Aku berjalan mendekati meja akad dan duduk disamping Reno.
Ayah Reno menjadi saksi pernikahan kami juga Papi yang duduk tenang melihatku.
Reno menyambut tangan Pak Penghulu untuk menjabatannya, tapi baru dua detik tiba-tiba terdengar langkah kaki yang sangat cepat mendekati kami juga dengan nafas terengah-engah ia membanggil nama Reno.
Sontak ayah Reno berdiri melihat orang itu, lelaki yang umurnya lebih tua dari Papi juga ayah Reno mendekat dengan wajah cemas, gelisah dan putus asa.
Ia menghampiri Reno dan ayahnya dengan genangan air mata.
“Reno s’il vous plaἱt Laura, elle ẻtait en train de mourir, elle a besoin de vous. S’il vous plaἱt, s’il vous plaἱt elle Reno. Vous seul pouvez le. S’il vous plaἱt aider. Laura besoin (Reno tolong Laura, dia sekarat dia butuh kamu, om mohon tolong dia Reno. Cuma kamu yang bisa menyelamatkan dia. Om mohon tolong Laura, dia butuh kamu)" ucap lelaki tua itu dalam bahasa yang tak kumengerti.
Reno tampak terpaku, ayahnya terlihat cemas.
"Reno, kita harus pergi" ujar Ayahnya.
Reno masih terpatung. Ia berbalik menatapku dengan sangat dalam. Aku yang tak tahu apa-apa hanya bisa bungkam dengan kekhawatiran.
Tiba-tiba Reno bangkit dan pergi bersamaorang itu keluar dari ruangan.
Aku dan tamu undangan lain mengejar Reno yang pergi tanpa sepatah katapun.
“Reno!!!! Reno!! Reno!!” teriakku terus tapi tak mendapat respon.
Reno membuka pintu mobil yang dikemudikan oleh orang itu. Wajahku berubah panik tak tau harus apa.
“Renooo stoppp” teriakku keras membuat Reno berbalik dan mendekat ke arahku.
“Aku minta maaf, aku tau kamu nggak bakal maafin aku. Tapi aku ngga bisa biarin orang lain meninggal karna Aku.”ucap Reno dengan menyesal.
"Laura??? Dia sakit Ren!! Kalau dia meninggal, itu bukan salah kamu!!" Bentakku.
Reno hanya diam kemudian berlalu
meninggalkanku dengan mobil itu.Aku mengejarnya dari belakang dengan gaun putih yang cukup besar membuatku sedikit terganggu. Namun terasa tangan kukuh menarikku kebelakang dengan wajah memerah marah.
“Githa, kamu gila? Dia ninggalin kamu, kamu nggak perlu ngejer dia Git. Buka mata kamu!!! Dia nggak pantes buat kamu” bentak kak Githo padaku ditengah hujan salju ini.
Isak tangisku mulai terdengar, air mata menghapus sebagian make-up ku. Bibirku bergetar hebat tak percaya dengan apa yang Reno lakukan padaku. Air mata tumpah ruah di wajahku, aku merintih
menangis dihadapan Kak Githo. Tubuhku terasa lemah tak berdaya.“Aku mohon kak, ini yang terakhir kalinya aku ngelakuin sesuatu semau aku. Tolong biarin aku ngejer kabahagiaan aku. Aku harus perjuangin cinta sejati aku kak” ucapku lirih dengan air mata.
“Dia bukan cinta sejati kamu, dia itu cuma cowok yang nggak tau malu, yang berani nyakitin kamu” bentak kak Githo.
“Aku mohon kak, lepasin aku. Aku pengen penjelasan dari dia, tolong
kak” pintaku merintih tanpa menghapus air mataku.Kak Githo menghela nafas melihatku kasihan, ia melepas tanganku.
“Pergi. Ini yang terakhir. Kamu nggak boleh salah langkah lagi” ucapnya membiarkan ku mengejar mobil yang membawa Reno pergi.
Aku berlari menyusuri jalan,berusaha mengejar mobil yang berkecepatan kuda itu.
Mataku memerah karna air mata, hatiku hancur berkeping-keping. Aku berlari sekuat tenaga, salju mengiringi langkahku yang mulai memelan.
Tak ada lagi yang nampak di mataku. Mobil yang kukejar telah hilang dari pandanganku.
Langkahku terhenti ditengah jalan setapak di antara pepohonan yang tak berdaun lagi, yang kini ditutupi
lembutnya salju putih.Nafas ku terengah-engah lelah, jalan ini sepi tak berpenghuni. Isak tangisku mulai mereda tapi rasa sakit dihatiku tak kunjung hilang.
Seluruh riasan wajahkh kini tak lagi menghiasi wajahku. Tangis air
mata ku terjatuh berulang kali. Aku berdiri lesu hancur di jalan yang mulai putih tertutupi salju.Tubuhku ambruk seketika ke bawah. Tanganku mencengkram kuat gaun yang kupakai ini. Isak tangisku kembali menggema, air mata kesedihanku kembali menyucur deras.
Salju yang turun kian lebat, menemani pilu tangis ku. Rasa dingin membuat tubuhku terasa sakit. Aku membaringkan tubuhku ke jalan yang kian putih tertutup salju, kujadikan tanganku sebagai bantalanku.
Tangan yang kini mulai dingin tak kuat menahan kejamnya salju.
Aku menghadap ke arah jalan yang kosong.Air mataku kini sedingin es, kakiku terasa kaku kedinginan, tubuhku tak bisa kugerakkan. Gaun indahku perlahan tertutupi oleh salju. Hatiku mati sedingin gunung es, langit menatapku terasa memojokkanku.
Burung-burung tak terlihat, mereka memilih bersembunyi. Isak tangisku terdengar oleh para tupai, tapi mereka tak mau mengusikku.
Salju semakin lebat, suhu semakin dingin. Bibirku membiru kedinginan, isak tangisku tak lagi terdengar, pandangnku mulai buram. Aku melihat indahnya salju yang turun menutupi tubuhku sedikit demi sedikit, menutupi jalan yang hitam.
Kini semuanya telah hancur dan sirna, tak lagi ada sesuatu yang
harus kuperjuangkan. Hari bahagiaku kini telah direnggut oleh mereka semua. Kini semua menjadi mimpi
terburukku. Aku menutup mataku perlahan, berharap ini adalah bunga mimpiku dan jika kubuka mataku
kebahagiaan akan menyambutku kembali.Mari MERAYAKAN KECEWA atas segala sakit yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why It Has To Be You ? Part 2
Short StoryKlik icon vote yah💙 *** Jika mengenalmu adalah sebuah takdir, Menyayangimu adalah sebuah Kewajaran dan Mencintaimu adalah sebuah Ibadah, lalu untik apa Tuhan Memisahkanku denganmu? Untuk alasan apa? *** Terimakasih telah hadir sebagai takdir. Aku...