Enam belas jam berlalu kini aku kembali menapaki kaki di kota Paris. Kulihat kak Githo berlalu menuju seseorang, memintaku menunggunya. Kurasa itu urusan pekerjaan. Benar-benar menyusahkan bepergian disaat kak Githo sedang sibuk. Namun ia begitu saying padaku, hingga rela bekerja sembari menemaniku.
Aku menatap langit Paris. Rasanya mereka telah menanti kedatanagnku, namun kakiku terasa lemah berdiri dikota ini. Aku berusaha menguatkan diriku agar tidak menyusahkan kak Githo lagi.
Aku dan Kak Githo hanya mengambil satu kamar dengan alasan keselamatanku. Kota Paris kini telah tertutupi langit malam, aku dan Kak Githo melakukan shalat berjamaah kemudian ia kembali menghadap laptop dan kertas-kertas tertumpuk.
"Ya ampun kak, istirahat. Jangan kerja terus." ucapku sambil menuju tempat tidur.
"Udah, tidur sana." celotehnya.
"Ya udah, aku tidur dulu. Good night."ucapku.
"Besok pagi kakak pengen ke kantor Pos sebentar, kamu di sini aja yah, jangan kemana-mana."ucapnya.
**
Mentara pagi menyapaku dari tidurku. Kulihat seluruh ruangan sudah bersih dan Kak Githo sudah tak disini, mungkin ia ke kantor pos. Aku segera bangkit dan mandi kemudian berjalan keluar melanggar permintaannya.
Aku menyusuri jalan kota Eiffel yang tak terlalu ramai, hanya ada pejalan kaki yang berjalan dengan hewan peliharaan mereka, juga beberpa anak yang berlarian kesana kemari. Aku menghirup udara seger yang sangat dingin, sebentar lagi salju di tempat ini akan turun.
Seluruh sudut kota ini terasa mengawasiku. Mengawasi perangai yang tak lagi asing dikota ini. Ribuan kenangan terasa merengengek untuk masuk kedalam fikiranku, berusaha menjatuhkan langkahku. Namun maaf, aku sudah berniat akan jauh lebih kuat kali ini.
Angin kota paris menyapu wajahku yang kian memerah kedinginan. Lambaian daun yang gugur nampak menyapaku tak berani.
Aku menyusuri kota ini, ntah apa yang kucari, aku hanya berusaha menghilangkan sesak yang ada didalam dadaku.
"Githa, Githaa?"
Terdengar suara perempun memanggil-manggil namaku dari belakang. Kemudian aku membalikkan tubuhku untuk meresponnya.
Aku tidak merasa kaget dengan sosok yang ada di depanku ini. Kurasa ini bukanlah kebetulan.
Aku berjalan mendekatinya dan kutatap ia diikuti senyuman.
"Hey, Mrs.Reno. Nice too meet you again. Dan kamu masih hidup" sapaku sinis membuatnya terpatung.
"Aku nggak heran kalo kamu marah" jawabnya menunduk.
Aku menghela nafas tak ingin berbicara.
"Kita harus bicara"ucapnya.
"Maaf, aku sibuk." jawabku membalikkan badan melangkah pergi.
Ia menahanku dengan teriakannya,
"20 menit".Aku membalikkan badan menatapnya kembali.
"15 menit"pintaku.
Wanita itu menggangguk ia, kemudian memberiku isyarat untuk ke sebuah coffe kecil di pinggir jalan.
Kami duduk di dekat jendela dan memesan minuman.
"Maaf, udah nyakitin kamu." ucapnya.
Aku tak menanggapinya, aku hanya mengaduk-aduk minuman yang ada di hadapanku, aku masih merasa kesal karnanya. Karna dia hubunganku hancur berantakan.
"Aku sama Reno nggak jadi nikah" ucapnya.
Jantungku serasa berhenti berdetak,tanganku lagi tak mengaduk minuman yang ada dihadapanku karna terasa tak ada daya didiriku mendengan ucapan wanita yang ada dihadapanku ini, aku mengarahkan pandanganku kematanya memberi isyarat kepadanya untuk menceritakan semuanya.
"Ia, hari itu waktu kamu keluar dari apartemen, Reno ngejer kamu tapi dia nggak tau kamu dimana, sampe dia ngeliat kamu kecelakaan. Dia shock, dia bawa kamu kerumah sakit, trus dia ngehubungin seseorang, kalo nggak salah namanya Fero. Tiga hari tiga malem dia ngurung diri, dia nggak mau bicara sama siapapun. Seminggu berlalu, hari pernikahan aku sama Reno udah tiba, tapi Reno batalin semuanya, dia milih ke rumah sakit buat nemuin kamu. Disitu aku ngerasa hancur tapi nggak ada gunanya karna Reno juga nggak bakalan balik sama aku, karna dia cinta sama kamu." jelasnya, dengan genangan air mata di mata indahnya.
Aku menahan perasaanku yang mulai tak karuan.
"Apa kamu nggak pengen perjuangin Reno?"tanyaku.
"Dia cinta sama kamu, nggak ada gunanya aku deketin dia, dihati dia cuma ada kamu, aku mohon maafin Reno, dia nggak salah dalam hal ini." jelasnya memelas.
"Lalu siapa yang salah?" tanyaku menahan air mata.
Wanita itu tak berkata apa-apa, dia menundukkan pandangannya dariku.
"Apa kamu yang salah? Atau aku?"tanyaku.
"Aku yang salah, aku minta maaf, aku juga pengen kamu maafin Reno, karna Reno ngelakuin ini karna aku."pintanya sekali lagi.
"Trus apa yang harus aku lakuin?"tanyaku lemah.
"Kamu cinta sama Reno?" tanyanya.
Aku tak merespon pertanyaannya. Dia memandangku menunggu jawaban.
"Maaf, aku harus pergi sekarang" ucapku meninggalkan gadis itu.
Tapi langkahku terhenti dan ku tatap lagi wajahnya yang pucat karna mungkin penyakit yang ada didalam tubuhnya.
"Trimakasih" ucapku padanya kemudian berlalu pergi.
Kakiku melangkah menuju jalan raya mencari taxi menuju jembatan gembok cinta.
Sesampai disana kulihat banyak pasangan yang mengikat cinta mereka dengan gembok dijembatan ini.
Aku mendekati gembok-gembok yang terkunci rapi dijembatan ini. Kulihat sejuta nama yang tertulis indah bersama pasangan mereka.
Melihat itu semua aku sangat berharap suatu saat aku bisa kembali kesini bersma orang yang kucinta.
Kakiku melangkah untuk meninggalkan tempat ini tapi mataku menangkap satu gembok di dekat kakiku yang bertuliskan nama orang yang pernah mengisi relung hatiku dan bisa dibilang sampai saat ini.
Aku merendahkan tubuhku untuk membaca dengan jelas tulisan pada gembok itu.
"{Reno.Githa}"
KAMU SEDANG MEMBACA
Why It Has To Be You ? Part 2
Short StoryKlik icon vote yah💙 *** Jika mengenalmu adalah sebuah takdir, Menyayangimu adalah sebuah Kewajaran dan Mencintaimu adalah sebuah Ibadah, lalu untik apa Tuhan Memisahkanku denganmu? Untuk alasan apa? *** Terimakasih telah hadir sebagai takdir. Aku...