Ragu dan Percaya

26 3 0
                                    

Setelah selesai makan, Reno mengajakku untuk mengelilingi taman. Saling berbincang satu sama
lain.

"Githa?"

"Iya?"

"Kamu tau seberapa beruntungnya aku milikin kamu?"

"Hah?", Aku kaget mendengar pertanyaan itu sekaligus tersipu malu.

"Aku benar-benar beruntung." Ucapnya.

Aku tersenyum malu mendengar ucapannya, "Terimakasih telah mengajakku naik ke sauhmu"

Reno nampak bingung dan hanya ku balas dengan tawa kecil.

Hari semakin gelap, Reno mengantarku ke hotel karna melihatku sudah lelah.

Bonsoir Githa. Tidur yang nyenyak. Assalamu Alaikum.” pamit Reno meninggalkanku didepan pintu kamar hotelku.

Aku segera membuka pintu kamarku tapi tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku belum menanyakan jam berapa besok Reno bisa menjemputku, memang bisa melalui telpon tapi aku masih ingin melihat wajahnya. Jadi aku berlari menuju keluar hotel berharap Reno belum jauh.

Nafasku terengah-engah berlari dari lobi hotel keluar. Mataku melihat semua orang yang berjalan di jalan dengan kesibukan mereka masing-masing. Mataku belum dapat menangkap sosok yang aku cari, hingga sebuah mobil berharga cukup fantasis melaju di depanku dan berhenti di pinggir jalan.

Tiba-tiba sosok yang ku cari tertangkap oleh mataku, ia mendekati mobil hitam yang berhenti di pinggir jalan.

Aku memperhatikan dengan seksama siapa orang yang ada di dalam mobil itu dan untuk apa Reno mendekati mobil itu.

Tak lama seorang wanita berambut hitam panjang sebahu keluar dari mobil dan mendekati Reno.

Kulihat mereka cukup akrab karna raut wajah mereka yang terlihat bahagia, setelah berbincang-bincang Reno ikut masuk ke dalam mobil itu, tapi kali ini Reno yang menyetir.

Kakiku spontan melangkah untuk mengejarnya tapi baru dua langkah, otakku menginstruksikan untuk berhenti dan terpatung beberapa saat untuk berfikir.

“Nggak mungkin kan kalo aku kejer mobil itu, ngga mungkin aku bakalan nyaingin kecepatannya. Trus kalo kekejer aku pengen apa? Toh, mungkin cewek itu cuma temen atau mungkin keluarganya, atau malah bosnya. Yahh, positive thinking. Reno itu nggak mungkin nyakitin aku.” tegasku berusaha menyingkirkan semua hal buruk yang kupikirkan tentang Reno dan perempuan itu.

Aku melangkah kembali ke kamar, memersihkan tubuhku dan segera
menghadap kepada Tuhanku.

Aku membongkar isi tasku kembali untuk mencari handphoneku. Setelah itu aku mengambil posisi duduk di kursi jendela menatap Eiffel yang berkelap-kelip dengan segelas coklat panas ditanganku yang baru saja kubuat.

Aku memutar salah satu lagu favoritku untuk menambah ketenangan.

Langit malam kota Paris menatapku sendu dengan ribuan bintang di balik kaca jendela.

Aku terbawa alunan musik sendu, membuatku merasakan arti lagu itu.

Tiba-tiba lagu yang kuputar berubah menjadi dering telpon. Ku tatap layar handphone ku untuk mengetahui siapa yang menelpon aku.

Wajahku seketika sumbringan bahagia, aku mengangkat telpon itu dengan senyum merona.

“Ia, Halo Ren.” jawabku.

“Aku minta maaf Git, mungkin besok aku nggak bisa nemenin kamu jalan, soalnya ada kerjaan yang harus aku selesaiin. Maaf yah.” ucap Reno membuyarkan semangatku
mengangkat telponnya.

Why It Has To Be You ? Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang