VII

317 46 5
                                    


Bel pulang sudah berbunyi, aku terdiam menunggu Sehun di perpustakaan. Karena ia ada pertemuan dengan anggota tim basket lainnya. Selama menunggu aku mencoba menghubungi ibuku yang sedang berada di rumah sakit. Berkali-kali panggilanku gagal, tadi pagi Tao memang sudah mengabariku bahwa keadaan ayah sudah baik-baik saja. Dokter juga berpesan agar ayah banyak istirahat. Makanya Tao yang sudah berada di sana langsung mengambil alih pekerjaan ayah.

Kami memiki beberapa usaha restoran dan sauna. Cukup besar untuk menampung ratusan pekerja. Usaha itu di rintis ayahku turun temurun karena dia adalah anak tunggal. Tao yang sudah di ajak sejak usia sebelas tahun untuk melihat sendiri bagaimana cara ayah mengatur usahanya, di percaya menggantikan ayah suatu saat nanti.

'Luhan, maaf ibu tadi sedang mengurus hasil lab. ayahmu.'

"Lalu, bagaimana? Apa hasilnya baik-baik saja?"

Aku mendengar ibu menghela napasnya.

'Tidak ada luka yang serius. Tapi, kadar gula ayahmu yang jadi perhatian utama.'

"Aku hanya khawatir dengan keadaan ibu dan ayah. Aku sungguh merindukan kalian. Apa dokter sudah memberi ayah obat? Ayah akan baik-baik saja kan?"

'Iya, ayah akan baik-baik saja. Ingat, kau harus terus fokus belajar. Ibu akan menjaga ayah disini. Ibu juga sangat merindukanmu Luhan.'

"Baiklah. Aku nanti akan menelponmu lagi bu. Ibu juga harus jaga kesehatan ya."

'Iya.'

Tanpa terasa air mataku menetes, aku kembali merasa khawatir dengan kesehatan ayah. Waktu memang tidak terasa. Rasanya baru kemarin aku bermain di pangkuan ayah dan ibu. Sementara sekarang, aku harus sibuk mengejar prestasi demi masa depanku dan membuat mereka bangga.

"Hai Luhan..." sapa Irene, tumben sekali ia datang kesini. Aku menutupi kecurigaanku dengan tersenyum padanya.

"Sepertinya aku membutuhkan bantuanmu lagi untuk belajar."

Belakangan ini Irene memang banyak berinteraksi denganku.

"Tentu saja."

Kemudian aku memintanya duduk di depanku. Kami pun membuka buku. Rasanya agak aneh bila terus berada di dekat Irene. Entah karena aku ini memang terlalu perasa atau memang tidak bisa berteman. 

Sejauh ini kami sudah membahas beberapa soal, tiba-tiba ia menutup bukunya.

"Luhan, boleh aku bertanya?"

Perasaanku jadi tidak enak, karena Irene langsung memberikan tatapan yang dingin.

"Apakah kau menyukai Sehun?" pertanyaan macam inilah yang sejak kemarin aku takut akan di tanyakan oleh Irene. "Maksudku, orang-orang selama ini membicarakan kalau Sehun gencar mendekatimu sejak Jongin bertengkar dengannya saat itu. Mereka membicarakan soal kau yang menjadi tempat pelampiasan Sehun."

Satu kata yang aku garis bawahi adalah pelampiasan, cukup untuk menikam jantungku. Aku tidak mempersiapkan diri untuk ini. Aku bahkan tidak tau Irene ada di pihak mana. Aku tidak sanggup menjawab pertanyaan ini.

"Aku sudah dengar kalau kalian berpacaran. Apalagi Sehun juga sering ke kelas kita untuk menghampirimu. Aku hanya ingin tau yang sebenarnya."

"Maaf Irene, aku jadi tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan." aku merespon apa adanya dengan yang ada di pikiranku.

"Aku hanya ingin tau apa perasaanmu yang sebenarnya terhadap Sehun. Jujur, aku telah menyadari kesalahanku. Aku rasa aku juga menyukainya. Kau tau kan, semua perhatian yang dulu ia berikan entah kenapa baru aku pikirkan belakangan ini."

MY SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang