XII

306 46 3
                                    

"Sudah lama tidak bertemu. Kim Su Ho." sapa Sehun dengan penekanan pada dua kata nama belakang. "Ini pacarku Lu Han."

Suho masih terdiam dan malah menatapku.

"Kau pasti sudah mengenalnya, kalian satu klub buku kan?" Sehun masih terus bertanya.

"Baiklah, ayah akan meninggalkan kalian. Masih banyak tamu yang baru datang." Tuan Oh melenggang menuju kerumunan lain.

"Luhan, gaunmu indah sekali." puji gadis di sebelah Suho.

"Gaunmu juga bagus Irene." sahutku terbata-bata.

Aku dan Suho saling melirik, tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. Sedari tadi ia hanya tersenyum ke arahku. Suho terlihat tidak menghiraukan Irene yang terus bergelayut manja di lengannya. Tak lama Irene pergi karena harus menjawab panggilan telepon. Aku seperti ingin meninggalkan tempat ini.

"Aku harus ke ayah sebentar. Kau ingin disini atau..."

"Aku ikut denganmu." sambarku langsung pada Sehun, karena tak nyaman berada di dekat Suho saat ini.

Selama ini aku merasa bodoh dan berada di lingkaran yang sama. Suho adalah tunangan Irene, gadis yang tidak ia cintai. Apa mungkin Irene mengatakan akan mengejar Sehun karena ia lelah dengan sikap Suho?

Mereka memang di jodohkan, tapi menurutku wajar karena mereka sama-sama sempurna. Belum lagi fakta seorang Suho yang ku anggap selama ini adalah mahasiswa sekaligus pekerja paruh waktu. Aku memang telah di bodohi.

Saat berada di panggung pun, mataku terus terpaku pada Suho. Kami saling berbalas pandangan. Aku yang sedang menemani Sehun menyampaikan sambutan ini, malah menatap mata pria lain.

"Maka dari itu, kami harap semua tamu undangan bisa menikmati sajian yang ada dan kerja sama kita tetap berjalan lancar." tutup Sehun di akhir sambutannya.

Riuh tepuk tangan terdengar, memuji Sehun yang tampak sangat percaya diri di acara Tuan Oh. Sebelumnya ia akan menolak setengah mati jika di minta untuk memberikan sambutan.

"Sambutanku bagus kan?" tanya Sehun padaku.

Aku tersenyum mengiyakan.

"Pertama kali melakukan hal ini membuat kakiku lemas." keluh Sehun.

Tentu saja ia merasa gugup karena tamu yang datang bukan orang sembarangan. Ada yang berasal dari pemerintahan, investor, rekanan, dan masih banyak lagi.

"Sehun, kau keren sekali." puji Tao yang entah datang dari mana.

"Kau kemana saja?" tanyaku.

"Oh aku tadi sempat bicara dengan dosenku yang kebetulan juga datang kesini." jawab Tao dengan wajah sumringah. "Tadi aku juga melihat Irene, teman sekolahmu."

Tao malah menyebutkan nama yang sedang tidak ingin aku dengar. Mengerti reaksi wajah masamku, ia memelankan suaranya.

Jam sudah menunjukkan tengah malam, tamu-tamu pun hanya tersisa beberapa orang yang larut dalam obrolan menyenangkan ala mereka. Aku masih duduk diam memandang gelas sampanye di tanganku.

Tampilan Sehun juga tidak se formal tadi, ia sudah melepas dua kancing atas kemejanya. Rambutnya juga sudah agak berantakan. Pasti melelahkan menyapa ratusan orang dan pasangan itu pun juga sepertinya sudah pulang.

Setidaknya aku bisa bernapas lega sekarang.

Tao yang tidak tahan dengan kantuknya pun mengajakku berpamitan. Sehun juga terlihat kasihan padaku. Katanya aku tampak kelelahan, sebenarnya aku juga menjadikan hal itu sebagai alasan untuk bisa segera pulang.

MY SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang