VIII

271 43 7
                                    


"Aku tidak tidur semalam." jawab Sehun.

Kalau begitu, kenapa ia tidak mengangkat panggilan dariku? Aku pasti telah membuat Sehun marah. Setelah diam beberapa saat, ia menoleh dan berkata, "Kita akan bahas setelah ujian."

Saat sampai di sekolah pun tanpa basa basi kami langsung menuju kelas. Ia tetap mengantar aku sampai di depan ruang ujian, lalu pergi dengan memberiku semangat sebelumnya. Apa yang harus aku lakukan dalam situasi seperti ini?

Aku duduk terdiam di kursiku dengan pandangan kosong ke buku yang terbuka di atas meja. Semakin kesini rasanya hari-hariku semakin buruk. Belum lagi aku sempat melihat senyuman Irene padaku saat sebelum aku sampai di kursiku. Aku rasa tidak ada rasa bersalah dalam pikirannya setelah mengatakan hal tentang Sehun kemarin. 

Huh.... Aku semakin sakit kepala.

Pada jeda waktu ujian ibu sempat menelponku untuk memberikan kabar dan semangat di hari terakhir ujian ini. Aku senang, setidaknya ada hal yang baik siang ini. Sehun yang biasanya mengunjungiku saat jeda pun tak terlihat. Entahlah, mungkin ia sedang bersama teman-temannya di ruangannya untuk belajar.

'Semangat ujiannya, Luhan~' aku dapat pesan yang bisa membuatku kembali tersenyum dari Suho.

Aku kembali teringat pertemuan kami kemarin. Suho membawaku ke restoran bintang lima dengan menu makanan yang pastinya sangat mahal, belum lagi kami naik mobil mewah. Aku jadi merasa bahwa Suho bukan pemuda sembarangan. Rasanya sulit di percaya, seorang pekerja paruh waktu memiliki uang begitu banyak untuk di hamburkan dalam satu kali acara makan malam.

Ku akui dia cukup manis, perhatian, dan baik. Sulit di percaya aku dapat dengan mudah akrab dengannya. Bahkan semua hal yang menjadi kesukaan kami pun mirip. Bagaimana bisa ada wanita yang menolak pesona pemuda seperti itu? Meskipun karismanya berbeda dengan Sehun, Suho tetap masuk dalam kategori lelaki idaman.

.

.

.

Aku dan Sehun sudah berada di apartement, kami sempat mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Ia membiarkan aku memasak makan malam. Keadaan masih sama, tidak banyak yang kami bicarakan. Hanya hal yang penting-penting saja. Usahaku untuk membangkitkan suasana pun sepertinya tidak memberikan efek yang baik. Sehun meresponnya dengan beberapa kali tersenyum.

Makanan sudah siap, aku melihatnya masih berada di ruang TV sembari membaca komik milik Tao yang ia ambil dari rak. Ia sudah mandi terlebih dahulu sebelum bersantai disana. Kini giliranku membersihkan diri, lalu kami akan makan bersama.

Aku sungguh jenuh dengan situasi ini. Ada apa sebenarnya dengan Sehun? Aku merasa sekarang sedang di hukum olehnya.

Setelah makan ia membantuku membersihkan meja makan lalu kami duduk bersama di ruang TV, di temani pudding yang aku buat tadi pagi. Sehun tampak menyukai pudding buatanku. Reaksinya cukup untuk menghiburku.

"Luhan, kemarin malam kau keluar dengan siapa?" mendengar pertanyaan itu, aku langsung menaruh piring kecil dan garpu di pangkuanku ke meja dan menghadapnya. Tentu aku tidak akan bertanya dari mana ia tau semalam aku keluar rumah.

"Teman klub bukuku. Aku pernah menceritakannya padamu."

Sehun memasang wajah yang kurang mengenakkan.

"Kau tau, aku menghubungimu karena khawatir. Kau bilang tidak enak badan dan setelah mengantarmu pulang, tapi, aku malah melihatmu keluar dengan laki-laki lain." kata Sehun, ia seperti menahan amarahnya padaku yang pasti sangat terlihat ketakutan.

"Dia hanya teman satu klub buku, Sehun. Dia mengajakku makan malam karena ada yang ingin di bicarakan." aku berusaha menjelaskan kepadanya.

"Haruskah kalian makan malam di restoran yang menyatu dengan hotel? Sampai larut malam?" Sehun masih dengan nada bicara yang tinggi. "Kenapa kau tidak memberitauku?"

MY SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang