VI

333 52 2
                                    


Ini sudah seminggu sejak Sehun mengutarakan perasaannya padaku. Ia memang membuktikannya. Bahkan ia mulai berani memperlakukanku sebagai kekasihnya di depan banyak orang. Ia perhatian, selalu menemaniku, dan menyayangiku. Terasa sempurna memang. Tapi, aku masih takut sakit hati. Aku terus merasa tidak percaya diri. Apalagi semenjak Sehun sering menunjukkan perhatiannya padaku, saat itu pula aku tidak pernah melihat ekspresi bahagia di wajah Irene.

Siswa lain juga banyak yang membicarakanku. Ada yang bilang aku telah merebut Sehun dari Irene. Bahkan tidak sedikit juga yang membandingkan aku dengan gadis paling populer itu. Huh... sangat lelah mendengar ucapan-ucapan yang menyakitkan.

Ponselku bergetar, ada panggilan masuk dari nomor yang tidak di kenal.

"Halo?"

'Benar ini dengan Nona Xi Luhan?' suara seorang laki-laki.

"Iya, dengan siapa aku bicara?"

'Ini aku Suho. Kau ingat, teman satu klub buku Our Soul.'

Si tampan, tentu saja aku mengingatnya.

"Ah iya, aku ingat. Maaf sunbaenim, aku belum menyimpan nomormu."

'Tidak apa. Oh ya, sudah dua kali kau tidak datang ke klub buku. Apa kau baik-baik saja?'

Tidak mungkin aku menjelaskan padanya di telepon.

"Aku baik-baik saja. Belakangan ini aku hanya sibuk dengan tugas sekolahku. Maaf tidak mengabarimu, apa kau sudah bertemu dengan anggota klub lainnya?"

'Sudah, kemarin mereka juga tampak merindukanmu. Oh ya, apa kau ada waktu kosong sore ini?'

Sehun latihan basket dan akan pulang malam. Ia pasti akan menyuruhku pulang lebih dulu karena tidak ingin aku menunggunya.

"Sepertinya ada." Ini adalah salah satu hari yang menyenangkan karena bisa pulang lebih awal.

'Mau minum teh bersama? Aku akan membawa novel karya Stephen Drew yang baru dan belum ada di Korea.'

"Benarkah?"

Aku sungguh sangat menantikan buku yang tadi ia sebutkan itu.

'Kalau kau mau minum teh bersama, dengan senang hati kau boleh meminjamnya.'

"Baiklah." jawabku antusias.

'Kita bertemu di cafe jam setengah lima ya.'

"Okay."

Apa aku harus memberitau Sehun kalau aku ingin bertemu temanku ya? Aku masih belum paham aturan main sepasang kekasih. Sungguh payah.

Jam pulang sekolah tiba. Sehun sudah berdiri di depan kelasku sambil membawa tas untuk latihannya. Dari dalam ku lihat ia tersenyum memandangiku. Manis dan masih terasa aneh.

"Tidak masalah kan kalau kau harus pulang sendiri hari ini?"

"Memangnya kau lupa, sebelum kita pulang bersama pun aku sudah setiap hari pulang sendiri." jawabku.

Ia mengusap rambutku. Aku sudah menatanya susah payah dan ia merusaknya.

"Oh ya, sore ini aku akan minum teh bersama teman satu klub bukuku." akhirnya aku mengatakannya. "Tidak masalah kan kalau aku pergi?"

"Kau pergi untuk menemui temanmu. Mana mungkin aku melarangnya. Rencananya pulang jam berapa? Biar aku jemput."

"Aku rasa tidak perlu, kau kan habis latihan, aku akan pulang sendiri. Kebetulan cafenya dekat dengan apartementku."

MY SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang