XI

326 48 8
                                    

Sehun paham dengan yang di lihat Luhan, wajahnya terlihat bersiap ingin mengatakan sesuatu. "Itu adikku Oh Seo Hwan. Dia sudah meninggal tiga tahun lalu karena leukimia." aku terkejut mendengarnya dan jadi merasa tidak enak begitu melihat reaksi Sehun yang tampak sedih.

"Maaf." ucapku.

"Selama ini semua orang hanya mengetahui aku ini anak tunggal. Ya, keluargaku sepakat untuk menutupinya karena tidak ingin jadi sasaran kelemahan grup perusahaan lain. Kau tau, ayahku bilang saat itu persaingan bisnis sangatlah ketat. Banyak yang iri dengan ayahku. Orang-orang hanya tau adikku meninggal bersama ibuku saat melahirkan. Sejak saat itu ayahku memberi pengertian padaku bahwa umur adikku tidak akan lama, ia tidak akan pernah meniup lilin ulang tahun yang ke tujuh belas atau pun merasakan cinta pertamanya." air mata seorang Sehun tampak menetes. Aku bergerak untuk mengusap pundaknya.

"Perjuangannya untuk sembuh sangatlah besar. Ia juga tidak pernah menangis. Aku terus memberinya semangat dan mengatakan ia bisa melewati semua ini. Tapi, pengobatan seharga jutaan dollar tidak bisa membantunya. Seohwan selalu menjadi gadis yang mengerti aku."

Aku juga melihat satu bingkai foto lagi dengan wajah Sehun dan Jongin yang masih SMP mengapit seorang gadis berwajah pucat. Aku bertanya-tanya dengan hubungan mereka dulu,

"Ya, itu Jongin. Dari kecil kami berteman, ia membantuku menjaga Seohwan. Lebih tepatnya dia sangat menyayangi Seohwan. Aku baru memberi tau Jongin tentang penyakit adikku saat beberapa bulan di umur terakhirnya. Itu pun karena permintaan Seo Hwan sendiri untuk merahasiakannya, ia tidak ingin di kasihani. Di situ Jongin sangat marah padaku. Jongin memang curiga karena hari-hari tertentu Seohwan harus kerumah sakit."

"Tapi, itukan bukan salahmu." kataku.

"Awalnya aku pikir begitu. Tapi, karena aku tidak memberitaunya sejak awal, Jongin sangat marah karena ia jadi tidak bisa mencegah rasa cintanya dan harapan yang besar pada Seohwan. Aku membuatnya merasakan cinta dan juga mematahkan cintanya. Katakanlah aku ini sahabat yang buruk kan?"

Aku langsung memeluknya, berusaha meredam tangisannya. Sehun jadi mengenang kembali kenangan mengenai orang yang di cintainya. Kehilangan dua wanita yang sangat dekat pastilah menyakitkan.

"Seohwan dan Irene memiliki wajah yang mirip. Itulah yang membuatku terus ingin berada di sisinya. Tapi, aku kembali berpikir untuk tidak melakukannya karena sebenarnya aku tidak mencintai Irene. Mereka adalah sosok yang benar-benar berbeda. Yang aku rasakan saat melihatnya adalah kenanganku bersama adikku." katanya dalam pelukanku.

"Begitu juga dengan Jongin." sahutku.

Aku pikir selama ini mereka hanya bersaing untuk mendapatkan Irene karena ia adalah gadis yang sempurna. Ternyata ada alasan lain. Aku teringat potongan demi potongan memori saat Sehun dan Jongin bertengkar. Jongin masih belum bisa menerima yang namanya kehilangan.

"Berjanjilah kau akan tetap di sisiku. Jangan seperti Seohwan dan ibu yang meninggalkan aku." Sehun membalas pelukanku dengan erat.

Air matanya reda, ia juga banyak menceritakan hal yang dulu sering di lakukannya bersama Jongin. Sebelum semuanya berubah. Sebelum Jongin begitu membenci Sehun yang telah mematahkan harapannya. Kemudian Sehun mengajakku ke perpustakaan pribadi milik keluarganya, yang terletak di dekat home theater.

"Buku si Stephen Steph, siapa namanya?"

"Stephen Drew?"

"Ah ya, Stephen Drew, kau bisa menemukannya di sana. Buku sastra lain juga ada di rak itu, lalu buku filsafat ada di sana dan masih banyak pilihan. Kini sekarang aku ada alasan untuk setiap hari melihatmu datang ke rumahku." Sehun tersenyum bangga.

MY SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang