XIV (END)

588 55 13
                                    

"Aku tampak menjijikkan bukan?" pertanyaan itu membuatku berdiri kaku di hadapannya. Matanya sembab, bibirnya bengkak, kurasa ia habis menangis. Aku duduk pada sofa yang berseberangan dengannya.

"Aku tau semua hal yang aku lakukan sangat menjijikkan Luhan." ia kembali mengatakan hal yang belum aku ketahui maksudnya. Air matanya masih jatuh dan menetes tepat di atas kotak itu. "Kau sudah mengetahui semuanya kan? Tidakkah kau takut padaku?" Suho menaruh kotak itu pada meja dan membuatku langsung membukanya. Isinya adalah kumpulan foto yang ku lihat tadi malam. Aku menutupnya kembali dan menatapnya.

"Aku tau ini salah dan terlambat. Tapi, aku mengira semua akan sesuai dengan bayanganku. Aku sudah menyukaimu sejak lama."

DI BANDARA DUA TAHUN LALU

Tepat saat pertama kali aku tiba di Bandara Incheon, aku ingat saat itu musim dingin. Aku menunggu Tao yang akan menjemputku sekitar dua jam lagi. Ia mengatakan harus menyelesaikan tugas presentasi dan jalanan di penuhi salju.

Merasa bosan aku membuka buku yang sudah puluhan kali aku baca untuk sekedar mengisi waktu. Aku duduk dengan tenang di temani buku dan segelas cokelat hangat. Tak lama seorang pria bermantel duduk berjarak satu kursi dariku. Ia tampak sibuk dengan ponselnya, sepertinya sedang menelpon seseorang. Bahasa Mandarin yang digunakannya cukup buruk, sehingga aku dapat melihat ia berkali-kali menerangkan sesuatu yang sama secara berulang-ulang.

Karena jengah dengan suaranya, aku memutuskan untuk menawarkan bantuan. Aku menyakinkannya bahwa aku berasal dari China, bahasa Korea ku cukup bagus karena telah mengikuti kelas bahasa sekitar delapan bulan sebelum terbang kesini.

Akhirnya aku membantunya untuk menolak tawaran real estate pada si penelepon dengan alasan ayahnya tidak menyukai tempat yang di tawarkan. Ia mempercayakannya padaku, terakhir aku mengatakan untuk tidak menelpon pria ini lagi secara tegas.

Interaksiku dengannya tidak banyak, pria itu sama sekali tidak melepas maskernya karena sedang flu. Ia mengucapkan terima kasih dan tak lama Tao datang. Aku tersenyum dan pergi begitu saja, tak sadar meninggalkan buku novelku dan tidak mengetahui namanya.

SAAT INI

"Kau begitu mempesona, ketika kita pertama kali bertemu di Bandara." kata Suho lalu menyesap teh hangat yang aku buat untuk menemani kami di ruang tengah. Perapian sengaja dinyalakan agar memberikan kehangatan di antara kami. "Andai aku tidak mengulur waktu untuk mengenalmu, mungkin keadaan tidak akan seperti sekarang."

Aku tidak bisa berkata apapun, ketika ada seseorang yang tiba-tiba mengatakan telah menyukaiku sejak lama dan membawa sederet buktinya. Bahkan sekarang aku tidak mengetahui cara menyikapi hubungan di antara kami. Tentu saja aku adalah pacar Sehun dan ia adalah tunangan Irene.

"Apa Irene mengetahuinya?"

Suho mengangguk dan hal itu semakin menggangguku. Pantas saja pada awalnya Irene mengatakan dengan begitu yakin bahwa ia sangat mencintai tunangannya dan sekarang gadis itu seperti menyerah pada hubungannya. Aku dapat memahami yang Irene rasakan setelah mengetahui Suho menyukai orang lain. Hal itu pernah terjadi padaku, ketika mengira Sehun menyukai Irene.

"Aku berusaha mencarimu setelah itu. Tak banyak yang aku dapatkan, untung saja begitu kuliah, aku mengenali teman kampusku yang ternyata kakakmu. Orang yang menjemputmu di bandara."

.

.

Tao dan Sehun terlihat menyambutku dengan wajah yang khawatir, sebelumnya aku sudah bersikeras pada Suho agar tidak perlu mengantarku sampai ke apartemen. Tapi, dia memaksa dan akhirnya, Sehun jadi marah. Ia mengajak Suho bicara di balkon, tanpa boleh aku ikut campur. 

MY SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang