"Malfoy." Draco yang sedang berjalan menuju ruangannya, berbalik dan mendapati Harry Potter sedang berdiri tak jauh darinya.
"Ada apa?" Draco bertanya sekenanya.
"Apa kau tahu di mana keberadaan Hermione?" Dahi Draco mengerut. Pria berambut pirang itu melirik sekitar dan mendapati bahwa hanya ada mereka berdua di lorong itu.
"Apa maksud pertanyaanmu, Potter?" Nada suara Draco terdengar begitu rendah dan dingin.
"Aku curiga kau tahu, Malfoy. Aku curiga kau yang melindunginya." Harry terlihat tenang dan tak terpengaruh.
Draco mendengus dengan ejekan.
"Potter, sebelum aku menjawab pertanyaanmu, biarkan aku bertanya satu hal padamu. Siapa di antara kau dan aku yang merupakan sahabat wanita itu?"
Harry tidak menjawab. Hanya menatap Draco.
"Kau, bukan? Lantas kau saja sebagai sahabatnya tidak pernah mencari kebenaran mengenai sahabatmu, untuk apa aku yang adalah orang yang paling tidak disukainya ini melakukannya?" Draco tersenyum remeh.
"Wanita itu pasti menyesal punya sahabat sepertimu." Draco berbalik dan kembali berjalan menuju ruangannya.
"Tapi kenapa kau selalu bersikeras bahwa Hermione bukanlah pembunuh Lavender? Kenapa bahkan sekarang kau menunjukkan bahwa kau percaya Hermione tidak bersalah?" Suara Harry menggema di lorong itu.
Draco yang sudah memegang tangan pintu ruangannya, berhenti dan berbalik lagi kearah Harry.
"Karena aku tidak sebodoh kau dan Weasley." Draco menyeringai sebentar dan ekspresi datarnya kembali terukir di wajahnya.
Pria berambut pirang itu membuka pintu ruangannya dan masuk meninggalkan Pria berkacamata bulat.
"Kau yang bodoh, Malfoy."
·
"Kau bilang, kau tak pernah berselingkuh dengan Brown. Lalu kenapa kau percaya bahwa wanita itu mengandung anakmu?" Wajah Pansy terlihat mengerut.
"Aku memang tidak pernah selingkuh dengan Lavender, namun saat itu ketika aku menghadari pesta ulang tahun salah satu rekan setimku. Lavender ada di sana. Saat itu kami minum sangat banyak, aku mabuk. Dan paginya aku terbangun di atas ranjang bersama Lavender." Ron memandang barisan bukit di kejauhan. "Aku tidak pernah ingin selingkuh, Pans."
"Oke. Sampai di sini aku paham, tapi katakan padaku. Kenapa kau dan Harry langsung percaya bahwa pelakunya itu Granger? Maksudku, bertahun-tahun kalian berteman dengannya, kenapa kalian tidak mencari tahu dulu apa yang terjadi?" Ron terdiam mendengar pertanyaan kekasihnya.
"Beberapa hari sebelum gari pernikahanku dengan Lavender, Granger tiba-tiba datang ke Grimmauld Place, kebetulan aku sedang di sana bersama Harry. Harry mendekatinya dan bertanya apa yang terjadi padanya, sedangkan aku saat itu mencoba meminta maaf padanya. Namun dia hanya diam dan memandang kami dengan tatapan kosong, matanya sedikit merah. Dia mundur kembali ke pintu, dan mengarahkan tongkat sihirnya ke arahku, matanya menatap ke arah Harry dan berseru dengan pelan, 'Aku muak dengan kebodohan kalian, aku akan buktikan sendiri!' Dan seketika itu aku langsung terpental kemudian menabrak dinding dan pingsan." Ron menatap kearah kekasihnya yang kini malah mengatup bibirnya rapat-rapat.
"Dua hari kemudian, Lavender mendapatkan surat ancaman. Tidak, itu bukan sebuah surat, itu hanya sebuah perkamen kosong yang diberi kutukan. Ketika Lavender membuka perkamen itu, seberkas cahaya menghantam dirinya dan dia jatuh pingsan. Beruntung tidak ada hal buruk lainnya yang terjadi, aku dan Harry langsung mengira itu perbuatan Granger." Ron memandang kejauhan sekali lagi dan membuang napas berat.
"Sampai sekarang Harry tidak mendapat bukti lebih lanjut karena wanita itu kabur. Dia tidak seperti seseorang yang aku dan Harry kenal selama dua belas tahun lamanya." Pansy yang mendengar suara Ron yang perlahan mulai bergetar, hanya bisa mengelus bahu pria berambut merah itu.
"Tapi bagaimana kalau itu bukan dia? Bagaimana kalau bukan Granger yang melakukannya?" Pansy menunggu respon Ron.
"Jika bukan dia, kenapa harus melarikan diri?"
"Mungkin dia merasa kalian sudah tidak mempercayai dia lagi, sehingga dia memutuskan jalan seperti itu. Dia tidak ingin mati dengan ketidakadilan. Yang aku maksud hanya jika dia benar-benar tidak bersalah."
"Kau tahu sesuatu, Pans?" Pansy terdiam, tangannya berhenti mengelus bahu Ron.
"Tidak Ron. Aku hanya penasaran. Kau tidak pernah menceritakan apapun padaku, jadi aku penasaran." Ron hanya mengangguk sebagai jawaban. "Maaf."
"Aku hanya berharap semuanya bisa cepat selesai."
·
Hermione duduk sambil membaca di ranjangnya dan membiarkan pintu balkon kamarnya terbuka, sehingga udara malam memenuhi kamarnya. Dia sedikit trauma untuk berdiri di balkon kamarnya, dia takut putra tunggal keluarga Malfoy akan tiba-tiba muncul dan membuat jantungnya menjadi tak normal.
Suara ketukan terdengar.
"Granger, kau sudah tidur?" Hermione menatap pintu sekilas.
"Masuk saja." Ucap Hermione agak keras.
Pintu terbuka dan Draco masuk ke kamar itu(lagi).
"Ada apa?" Hermione menggeser dirinya agak ke bagian tengah agar Draco bisa duduk dengan leluasa.
"Tak ada apa-apa." Hermione yang semulanya hanya bersandar di kepala ranjang langsung duduk tegak dan menatap Draco heran.
"Lalu kenapa kemari? Mau menggangguku?"
Draco terkekeh melihat kejengkelan di raut wajah Hermione.
"Seharian ini aku berbicara dengan orang gila. Aku perlu berbicara dengan seseorang yang sedikit lebih waras, agar aku tidak ikut menjadi gila." Draco memijit batang hidungnya.
"Seseorang seperti aku juga tak bisa kau sebut sebagai seseorang yang sedikit lebih waras, aku mungkin lebih gila dari orang-orang yang kau sebut gila itu." Hermione menundukkan kepalanya sangat rendah.
Sunyi. Draco tidak mengucapkan apapun setelah itu.
Namun, beberapa saat berikutnya sebuah kalimat keluar dari mulut Draco, dan membuat Hermione mengangkat kepalanya dengan cepat karena saking terkejutnya.
"Karena kau yang membunuh Lavender Brown, kan?"
Hermione menatap Draco yang membelakanginya dengan mata membesar dan berkaca-kaca.
"A-apa ma-maksudmu, Malfoy? Bukankah katamu pria bernama Leodic yang membunuh Brown? Bukankah kau percaya kalau bukan aku yang membunuh wanita itu? Malfoy, kau–" Draco berbalik dan menatap Hermione datar.
"Harusnya aku tidak mempercayai hatiku sendiri. Harusnya aku tidak mempercayai dirimu. Dan harusnya aku tidak memiliki perasaan ini. Aku sungguh menyesal." Draco menyeringai. Kemudian bangkit berdiri dan keluar dari kamar itu dengan membanting pintu kamar Hermione kencang.
Hermione menangis sejadi-jadinya. Dia kemudian menutup matanya sangat erat.
Dia perlahan kembali membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit kamarnya.
Di tersadar bahwa dia baru saja bermimpi. Namun, sepertinya dia benar-benar menangis karena mata dan pipinya basah karena air mata. Dia menghapus jejak air matanya kemudian turun dari ranjangnya dan menuju balkon kamarnya, begitu dia membuka pintu balkon itu, angin malam langsung meniup rambut coklatnya. Dia memeluk dirinya sendiri untuk menahan dingin.
"Ini benar-benar sudah keterlaluan." Hermione termenung sambil tersenyum miris.
·
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm So Tired...
Fanfiction-REPOST- Hermione lelah karena terus berlari dari kenyataan. Dia bisa saja menghilang dari dunia dalam sekejab. Namun, kekecewaan dalam hatinya belum bisa dia hilangkan. Hingga, suatu saat Draco, sang musuh lamanya, datang meminta Hermione menikah d...