... Ali Tidak Memberi Kabar,

135 21 78
                                    

"Kayanya gue harus nyusul lo ke sana deh, Dai. Makin curiga gue lama-lama."

Seperti biasa, obrolan lewat Facetime itu masih setia mereka lakukan apalagi setelah kemarin seharian Daira meninggalkan Haya tanpa kabar sementara yang Haya lihat perempuan itu tampak aktif di akun Instagram miliknya.

Alhasil, saat Daira tadi tengah sarapan, ia sudah mendapatkan panggilan dari Haya. Sahabatnya itu langsung saja membuka pembicaraan dengan suara yang lantang—marah karena Daira sama sekali tidak merespon ceritanya tadi malam dengan alasan ketiduran.

Mendapati itu setelah meluapkan semua emosinya pada Daira, Haya juga langsung mengulang bercerita tentang kesibukannya di kampus akhir-akhir ini. Tentang ia yang mulai masuk organisasi namun menyesal, sampai tentang kemarin dimana ia mengalami kesialan seharian namun diberi ending bahagia karena diajak makan malam oleh laki-laki yang sudah ia beri gelar sebagai "crush"nya itu.

Dan kini, tiba-tiba saja Haya mengucapkan kalimat barusan membuat Daira yang tadinya sedang out of frame karena mencuci piring harus buru-buru kembali menatap layar laptopnya dengan kening berkerut.

"Demi apa lo mau nyamper gue? Kapan?"

Haya menghela napas kasar. "Bukan begitu ege. Semenjak semenjak deh, komunikasi kita tu kurang intens tau, Dai. Kaya kemaren deh tiba-tiba banget lo jalan sama Gabriel? Ada apa gerangan?"

Ketika mendengar sesuatu yang tidak sesuai ekspektasinya itu, Daira segera menghela napas. "Kenapa jadi bawa-bawa Giel?"

"Ya karena dia membawa dirinya sendiri."

"Ga ngerti gue rumus kalimat lo." Daira akhirnya kembali pergi untuk menyelesaikan cucian piringnya. Tidak terlalu jauh sebenarnya dari tempat ia meninggalkan ponselnya. Daira masih dapat mendengar apa yang Haya sampaikan begitu juga sebaliknya.

"Lo juga deket 'kan ama Gabriel? Ngaku ga lo? Story lo sama dia tu lebih gimana gitu dibandingkan story lo bareng Ali. Vibes-nya beda banget."

"Perasaan lo aja kali."

"Tapi lo deket 'kan ama Gabriel?"

"Biasa aja sih, gue ga tau konsep deket di kepala lo kaya gimana. Gue sama Giel tu sebenernya jarang chat-an, chat-an emang buat yang penting-penting aja. Cuman emang sih dia kadang suka nongol depan kosan ngajak jalan."

"ATUHKAN!"

"Suara lo anjir," kesal Daira kemudian langsung mengambil ponselnya kembali, kebetulan juga ia sudah selesai dengan kegiatan mencuci piringnya.

Sekarang perempuan itu memilih untuk langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menatap layar ponsel yang memang penuh dengan wajah Haya.

"Jadi lo sama Ali apa sama temennya nih, satu-satu dong."

Daira mengerutkan alisnya, "Efek samping orang cerdas tu begini nih, pemikirannya jadi terlalu jauh."

"Ya maksud gue lo sama Ali jalan nih, tapi sama Gabriel juga jalan."

"Ya terserah gue?"

"Heh punuk unta! Lo kalau di ketauan Dispatch jalan ama dua-dua dikira lo selingkuh lah anjir."

"Gue ngapain sih, Ya?" Daira kembali kesal. "Lagian gue juga udah bilang waktu itu dan kayanya ini cuman kemungkinan—perkara gue yang have feelings ke Ali. Dan kalau Giel, gue bener-bener see him as a good friend. Dia emang beneran keliatan baik banget si semenjak ketemu pertama kali."

Haya terdiam sebentar, mencoba memikirkan apa yang harus ia katakan selanjutnya. Entah kenapa perempuan itu memiliki feeling lain tentang kehadiran Gabriel di kehidupan Daira.

IF CLAUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang