... Ali Lebih Peka,

135 21 156
                                    

"Haya, gue kasih barangnya ke Noah besok aja bisa ga?"

Haya di sebrang sana terdengar berdecak, "Ah, kalau besok kayanya ga deh, Dai. Soalnya besok acaranya. Tapi coba deh nanti gue tanya. Emang kenapa? Perasaan kemaren udah deal ngasih hari ini."

"Giel tadi pagi kasih kabar kalau siang ini mau jemput, mau jalan-jalan sama ayang."

"Najis lo."

Daira tertawa. "Besok aja ya?"

"Yaudah nanti coba gue tanya deh. Lo mau kasih gue apasih?"

"Kepo betul. Tunggu aja deh."

"Yeu. Yaudah gue juga udah mau mulai kelasnya. Bye!"

"Bye!"

Daira kemudian mematikan sambungan telponnya dengan Haya itu sembari melanjutkan jalannya menuju kelas.

Dua hari yang lalu itu ulang tahun Haya, awalnya Daira sudah ingin memberi kejutan dengan pulang dan menemui Haya sebagai hadiah ulang tahunnya. Sayang sekali, kegiatan organisasinya tiba-tiba saja juga dilaksanakan dihari yang sama.

Beruntung, Haya memberitahu Daira jika Noah—yang sekarang sudah officiall menjadi kekasihnya itu—akan berkunjung ke sini karena ada acara keluarga. Jadinya, Daira ingin menitipkan kado spesialnya untuk Haya kepada Noah. Namun, seperti obrolan mereka di telpon tadi, Gabriel pagi ini tiba-tiba saja memberi kabar akan mengajak Daira untuk keluar. Jadinya, Daira tidak akan ada di kos seperti perjanjian yang sudah ia buat bersama Noah.

Daira berharap, Noah akan bisa meluangkan waktunya besok dan barang yang disiapkan Daira untuk Haya bisa dititipkan kepada orang yang tepat.

ᯓᡣ𐭩 ᯓᡣ𐭩 ᯓᡣ𐭩

"Ah, bangke!"

Umpatan itu mulus sekali terucap ketika Gabriel harus dihadapkan dengan macet di perempatan lampu merah. Sempat melirik ke samping dan mendapati mobil-mobil di depannya sangat banyak membuat pikirannya jadi lebih kacau.

Kembali ia lirik ponselnya yang kini sudah tergeletak begitu saja di bangku penumpang di sampingnya, laki-laki itu kembali menjangkau benda pipih tersebut.

Sama sekali tidak ada balasan dari Daira.

"Ra, ah!" Tampak gelisah sendiri laki-laki itu ketika melihat roomchat yang tadinya penuh dengan deretan bubble chat dari Daira kini hanya tersisa deretan bubble chat dari Gabriel yang ditinggal dengan centang satu.

Mulai kehilangan akal, Gabriel kemudian mengingat sesuatu. Langsung saja ia cari nama kontaknya lalu tanpa ragu segera menekan tombol panggil. Sembari mulai menjalankan lagi mobilnya setelah lampu merah itu berubah menjadi hijau, Gabriel juga harap-harap cemas nomor yang ia tuju kali ini juga tidak mengangkat ponselnya.

"Kenapa, Nak?"

"Thank God, Bun."

"Kenapa sih?"

"Bun takut banget, Giel, Bun. Kayanya bakal diputusin deh, Bun."

"Heh diputusin gimana? Kenapa si Daidai?"

"Tadi Giel udah suruh tunggu kalau udah selesai kelas. Giel bakal jemput. Taunya Giel ketiduran, Bun."

"Aih... Putus beneran itu kamu mah."

"Ga lucu lah, Bun."

"Lagian kamu tu, kenapa sampe ketiduran begitu."

"Di dongengin Sinchan, Bun."

"Trus ini kenapa telpon Bunda? Bukannya malah langsung nyusul."

"Iya ini udah di jalan, ngesot ini di lampu merah. Banyak banget ya orang pake mobil."

IF CLAUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang