... Tidak Ada yang Jujur,

186 26 149
                                    

Jika dihitung semenjak keberangkatan dari hotel, Daira dan Ali sudah bersama sejak 1 jam yang lalu tapi dapat dipastikan belum ada suara yang terdengar dari Daira selain deheman yang ia keluarkan untuk menjawab pertanyaan dari Ali.

Sampai akhirnya mereka berdua kini sudah terduduk berhadap-hadapan di sebuah restoran dengan riuh dari orang-orang disekitar serta suara dentingan sendok yang menjadi latar suara bagi keduanya.

Dari tadi, Ali terus melahap makanannya dengan sesekali menatap Daira lama. Otaknya mencoba menebak apa yang tengah perempuan itu pikirkan.

Sementara yang terjadi pada Daira sebenarnya, perempuan itu juga tengah berpikir. Apakah ia harus meminta penjelasan dari Ali atau ia sebenarnya hanya bereaksi berlebihan. Lagipula ia tidak punya hak juga untuk mempermasalahkan hal itu. Tapi lagi, tidak ada salahnya kan bertanya saja? Apalagi Daira disini yang menjadi korban karena dibatalkan janjinya.

Isi kepala perempuan itu benar-benar berbanding terbalik dengan ekspresi yang ia pasang sekarang.

"Aii?" panggil Ali yang akhirnya sudah mengambil keputusan.

Daira tidak menjawab, perempuan itu masih belum menemukan jalan keluar atas pemikirannya sendiri. Ia hanya melirik ke arah Ali sebentar, kemudian kembali menunduk pura-pura sibuk dengan makanannya.

"Lo ga lupa kan tentang gue yang bilang kalau ada hal yang ganggu, lo bisa tanya ke gue langsung?"

Daira menggeleng, "I'm okay." Setidaknya untuk kali ini Ali sudah mendengar suara perempuan itu.

"Lo mau tanya apa, Aii?"

"Ga ada, Al. Lanjut makan aja."

"Waktu lo siap-siap tadi malem, gue dapat kabar dari Bang Tio buat nyusul dia ke studionya Bang Daniel. Cuman ternyata emang ga lama di sana. Pas mau balik lagi gue dapet panggilan dari Naiara kalau dia lagi di William's which a restaurant yang ga jauh dari studio Bang Daniel."

Penjelasan tiba-tiba dari Ali itu cukup membuat Daira sedikit terkejut. Tapi tenang, perempuan itu pandai memainkan mimik wajahnya. Daira lalu hanya mengangguk-angguk.

"Naiara itu temen gue dari SMP, Aii. Dia juga deket sama yang lain kok."

"Trus kenapa cuman ketemunya sama lo?" Seketika Daira ingin mengutuk dirinya sendiri setelah pertanyaan itu terlontar begitu saja. Ternyata, alam bawah sadarnya memang sangat susah untuk diajak bekerja sama.

Mendapati pertanyaan itu, Ali sendiri bingung untuk menjawabnya bagaimana. Tapi di sisi lain ia juga tidak merasa nyaman harus berbohong pada Daira. Laki-laki itu hanya merasa ia harus memberitahu Daira semuanya agar tidak ada kesalahpahaman.

"Gausah di jawab, pertanyaan gue aneh banget, lo kan temennya ya ga salah—"

"She liked me."

Daira berhasil dibuat diam seribu bahasa. Tidak pernah menyangka Ali akan jujur kepadanya mengenai hal itu.

"Gue ga tau kalau buat sekarang, cuman dulu dia emang pernah confront ke gue kalau dia suka gue," jelas Ali, "but for me, gue cuman suka dia sebagai teman bahkan gue juga udah anggap dia kaya adek sendiri. Gue ga pernah ngeliat aja diri gue as her boyfriend."

IF CLAUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang