ᯓᡣ𐭩 ᯓᡣ𐭩 ᯓᡣ𐭩
"Kenapa, Dai?"
Sudah berjalan dua menit, Daira masih belum juga berbicara sementara Haya di sebrang sana sudah mati penasaran dengan apa yang terjadi pada perempuan itu. Baru saja beberapa jam yang lalu Daira mengirimkan foto jika ia tengah berjalan dibelakang Ali sambil tersenyum senang lalu tiba-tiba di siang bolong ini Haya harus mendapatkan kabar seperti itu.
"Jahat banget si Ali, Ya."
"Iya jahatnya kenapa? Coba cerita pelan-pelan dulu."
Dari layar ponsel Haya, Daira kini tampak mengenyampingkan badannya mencari posisi ternyaman sambil memeluk guling lalu masih berusaha melawan isakan tangisnya.
"Gue tadi tu ..." Daira seolah tidak diberi ruang untuk mulai bercerita, ia terus saja menangis.
"Pelan-pelan, gausah dibayangin lagi hal buruknya. Pikirin aja pas awalnya dulu, lo ngapain tadi?"
"Gue jogging sama Ali kaya biasa. Semuanya baik-baik aja pas awal tu. Kita becanda kaya biasa, ngobrol, semuanya biasa aja."
"Iya, terus apa? Sarapan ga tadi? Sarapan apa?"
"Sarapan bubur Pa Aji juga kaya biasa. Cuman kejadiannya tuh pas balik dari mall. Habis sarapan gue minta temenin cari bahan tugas 'kan di mall."
"Hmm. Lalu?"
"Ya gue sih yang salah."
"Gausah langsung nyalahin diri sendiri dulu."
"Tapi emang gue nyari penyakit."
Haya menghela napas kasar, "Kenapa emangnya?"
"Pas di mobil, gue di telpon sama Giel. Cuman ga tau kenapa gue ga mau ngangkat. Takut aja Giel tahu kalau gue lagi sama Ali. Kaya yang udah gue ceritain semalem, gue sama Giel tu kaya udah mulai ngikat satu sama lain, tapi gue masih butuh kepastian dari Ali 'kan. Gue bener-bener juga udah ga bisa kaya gini terus. Gue udah ngerasain banget effort Giel ke gue dan gue ga mau nyakitin Giel."
KAMU SEDANG MEMBACA
IF CLAUSE
Teen FictionTeruntuk Ali, bagian terbaik dari menulis lagu adalah ketika ia dapat membuat pengandaian semaunya. Menurut laki-laki itu, menarik saja jika kita dapat memutarbalikkan fakta atas apa yang terjadi sebenarnya dengan bentuk pengandaian kemudian dijadik...