1. P R O L O G

36 2 1
                                    


Gadis itu terduduk lemas, kala ia mendengar semua kebenaran yang ada. Tujuh belas tahun ia hidup dalam kepalsuan. Ia selalu menikmati kehidupan dengan semua kepalsuan itu.

Gadis itu menangis pilu, merasakan sesak di dada juga pusing yang kian menghantam kepalanya. Lantas ia bingung harus kemana. Tak ada satu tujuan pun yang akan ia kunjungi. Menatap nasibnya yang makin berantakan.

Lalu di mana orang mengatakan sweet seventeen? Menurut gadis itu, ucapan itu hanyalah khayalan belaka. Ia terlalu percaya pada sebuah kepalsuan.

Di hari ulang tahunnya, tujuh belas tahun ia hidup bersama sebuah keluarga. Keluarga yang begitu harmonis, namun sayangnya gadis itu bukanlah sosok yang diperlakukan secara harmonis.

Gadis itu terlalu tersiksa. Batinnya begitu rapuh saat ia tahu bahwa selama ini ia hidup bersama kedua orang tua angkatnya. Gadis itu berfikir seolah takdir mempermainkannya. Tujuh belas tahun ini ia hidup dengan kepalsuan, menderita tekanan batin, juga siksaan fisik yang begitu kejam.

Mungkin ia bisa disebut korban kekerasan. Namun sayangnya ia tak berani mengatakan tentang derita yang ia alami tujuh belas tahun ini dengan semua orang.

Gadis itu ialah Bintang anugerah. Berperawakan cantik, berkulit putih, dengan bentuk mata, hidung, dan bibir yang begitu mungil membuatnya sangat menggemaskan. Rambutnya lurus tergerai rapi sebatas punggung. Berwarna hitam pekat dan sangat berkilau. Tinggi badannya sama seperti gadis pada umumnya.

Gadis itu biasa dipanggil Bintang. Saat kecil ia sempat malu pada teman-temannya karena namanya menjadi Bintang. Menurutnya dulu Bintang hanyalah benda luar angkasa yang hanya datang saat langit menjadi gelap. Tapi sekarang ia menyadari, nama Bintang merupakan suatu anugerah yang diberikan kedua orang tuanya untuk dirinya agar kelak bisa bersinar sendiri seperti Bintang.

Ia tersenyum kecut mengingat apakah yang memberi nama itu adalah orang tuanya? Namun sayangnya ia baru mengerti saat usianya bahkan akan beranjak dewasa. Bukan ia tak mengerti tentang suatu kepahitan. Hanya saja ia menunggu sebuah kepastian tentang kebenaran.

Ia bahkan selalu menerka, apakah benar orang tuanya yang memberi namanya Bintang anugerah? Yang katanya akan bersinar sendiri seperti bintang di angkasa? Lalu kata-kata itu adalah sebuah ketulusan dari sebuah hati nurani. Melihat betapa kejamnya orang tuanya, Bintang tidak yakin. Dan ternyata terbukti, mereka hanya orang tua angkatnya.




Jangan lupa kasih bintang sebagai penyemangat. Komen jangan lupa juga, siapa tau ada yang perlu dikoreksi:)

B I N T A N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang