Bintang berjalan di selasar koridor dengan senyum manis membalas sapa semua orang yang mengenalnya. Meskipun di rumah hatinya rapuh seperti tak ada lagi kebahagiaan untuknya, tapi Bintang tetap berusahan yang terbaik. Yang terbaik untuk menjadi seperti Bintang di langit yang terus bersinar meskipun dikalahkan oleh cahaya bulan."Bintang anugerah, kan?" tanya siswa lelaki yang kebetulan muncul di hadapan Bintang secara tiba-tiba.
"Astaghfirullah!" pekik Bintang terkejut. "Kok lo tau nama gue?" tanya Bintang bingung.
"Itu," kata siswa tersebut sambil melirik name tag di baju Bintang.
"Ooh. Ngapain ngagetin gue?" tanya Bintang langsung. Pagi ini dia sedikit malas untuk berbasa-basi.
"Gue Angkasa pradipta," kata lelaki itu dengan nada sok percaya diri. Ya, mentang-mentang namanya Angkasa jadi seenaknya. Mungkin dia fikir sekolah ini jyga kuasanya.
"Ngomong-ngomong,gue nggak tanya nama lo," kata Bintang dan langsung terkekeh.
"Yaelah," Angkasa pun terhenyak lalu melanjutkan lagi kalimatnya. "Gue murid baru kelas dua belas disini. Gue nggak tau kelas dua belas ips satunya dimana,"
"Ooh, yaudah bareng aja. Kebetulan kita sekelas," kata Bintang.
Angkasa tersenyum. Dalam arti ia sangat bahagia. Pertemuan ini, pertemuan yang seolah pernah terjadi. Angkasa merasa dejavu. Bintang anugerah, wanita cantik dihadapannya sebagai salah satu alasan kenapa ia pindah dari sekolahnya.
Bintang membalas senyum manis Angkasa. Sudah dipastikan Bintang bodoh lagi. Ia tidak terlalu peka pada rasa lelaki pada umunya. Seperti saat ini, Angkasa tersenyum mungkin ia bahagia karena wanita mengajaknya berjalan bersama ke kelas. Meskipun sederhana, tapi bisa membuat luar biasa kedepannya, bukan?
"Gue pindahan dari Bandung," kata Angkasa lagi.
Oke, baiklah. Bicara tentang peka mungkin Angkasa salah satunya. Ya, meskipun Bintang belum sempat bertanya, ia hanya menerka dari mana asal Angkasa lewat fikirannya saja. Tapi Angkasa seolah mengerti jalan fikiran Bintang.
"Ngapain pindah? Mau lulus juga, tanggung amat sih!" kata Bintang.
Tanpa ia sadari Angkasa berhenti sejenak. Lalu melanjutkan langkahnya lagi sambil menatap Bintang dengan senyum tipisnya.
"Eh sorry, pertanyaan gue nggak berbobot,hehe," kekeh Bintang.
Harusnya Bintang sadar, mungkin tidak semua kalimat yang biasanya sering orang tanyakan bisa dirasakan terbiasa oleh sesorang. Salah satunya Angkasa. Mungkin pertanyaan Bintang tadi terlalu menohok privasi Angkasa. Padahal tidak semua harus dijelaskan, bukan?
Bintang terlalu kepo!"Enggak papa, next time gue bakal cerita," kata Angkasa.
"Oke," jawab Bintang seadanya. Ia merasa tidak enak hati.
Mereka berjalan bersama melewati baberapa kelas yang sudah mulai ramai didatangi siswa. Kebersamaan Bintang dengan Angkasa pun membuat banyak pasang mata yang menatap mereka dengan tatapan sulit diterka.
Ada yang bingung, ada yang merasa kesal karena Bintang adalah orang pertama mungkin yang Angkasa ajak bicara. Ngomong-ngomong, Angkasa tipikal cowok kalep muka tampan. Hidung mancung, rahang tegas apalagi rambut hitam yang ditambah jambul yang lumayan panjang.
Tapi Bintang dan Angkasa sama-sama kompak. Mereka mana mau perduli dengan lirikan netizen yang pandai iri dan sok tahu.
"Ini kelasnya," tunjuk Bintang. Angkasa pun mengangguk lalu mengekori Bintang masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
B I N T A N G
Novela JuvenilGadis itu ialah Bintang anugerah. Berperawakan cantik, berkulit putih, dengan bentuk mata, hidung, dan bibir yang begitu mungil membuatnya sangat menggemaskan. Rambutnya lurus tergerai rapi sebatas punggung. Berwarna hitam pekat dan sangat berkilau...