Seorang wanita bertubuh tinggi itu sedang berdiri di pinggir jalan. Kepalanya menengok ke kanan dan kiri memastikan jalanan aman untuk ia menyebrang. Kakinya mengayun sampai langkahnya terhenti di dalam cafe bernuansa klasik.Siapa yang tidak nyaman disana? Lokasi yang berada di ponggir jalan, pusat kota, udara yang panas meskipun telah di suguhkan alat pendingin ruangan. Tetapi jalanan yang ramai orang berlalu lalang membuat rasa nyaman itu muncul sendirinya.
Wanita itu duduk manis sambil melihat ponselnya dengan serius. Tidak lama kemudian, dering ponselnya membuat wanita itu harus berdiri dan menepi dari keramaian cafe.
"Iya, hallo?... Aku udah disini dari tadi... Oke masuk aja... Iya, bangku nomer duabelas ya?... Oke, bye..." kata wanita itu berada dalam panggilan.
Tak sampai lima menit, orang yang berada dalam panggilan telepon itu akhirnya datang. Terlihat dari bunyi lonceng pintu masuk. Wanita itu mengarahkan matanya melihat siapa yang datang. Dan ya, orang yang ditunggu akhirnya datang juga.
"Yaampun Aletha! Kamu apa kabar?" kata wanita satunya memeluk temannya itu.
"Aku baik-baik aja. Kamu juga apa kabar Anggi?" tanya Aletha balik.
"Seperti yang kamu lihat," jawab Anggi masih dengan wajah binarnya.
Mereka akhirnya kembali duduk. Membaca satu buku yang berisi menu yang disajikan oleh cafe tersebut.
"Mbak, saya cheesecake satu, minumnya cappucino aja deh," kata wanita yang bernama Aletha itu kepada pelayan.
"Saya samain ya, mbak," kata Anggi.
Kedua wanita itu adalah sepasang sahabat yang terikat sejak mereka masuk kelas satu sekolah dasar. Sampai saat ini, usia mereka berkepala empat hubungan persahabatan mereka tetap melekat. Meskipun keduanya harus berpisah karena jarak kota yang berbeda. Ya, kedua wanita itu seorang wanita sukses di usia yang masih muda dahulunya.
Bahkan tak khayal banyak lelaki yang mendambakan mereka untuk menjadikan mereka dua istri sekaligus.
Setelah pesanan mereka datang. Sambil menyesap minuman dan memakan secuil demi cuil cheesecake yang mereka pesan, akhirnya mereka memulai obrolan yang bahkan tidak terencana berapa durasinya. Mereka terlalu rindu karena jarang sekali bertemu.
"Kamu udah hampir tua kok masi aja cantik sih, Tha?" kata Anggi berbasa-basi. Tapi yap, Aletha memang masih cantik meskipun usianya empat puluh tiga tahun. Sama halnya dengan Anggi.
"Jangan bilang kamu nuduh aku makin sering perawatan, ya kan?" tanya Aletha balik.
"Ya, itu termasuk yang tersirat sih. Hahaha," kata Anggi diselingi gelak tawa.
"Ah ya, gimana rasanya tinggal di Jakarta?" tanya Aletha.
Anggi memang dulunya tinggal di Bandung bersama Aletha. Anggi yang sudah memiliki keluarga bahagia akhirnya memutuskan untuk pindah ke Jakarta karena keinginan dari anaknya yang tidak jelas itu.
"Ya, lumayan sih. Tapi ya, gitu. Aku kadang kesel kalo kejebak macet," gerutu Anggi.
Aletha hanya terkekeh. Ia sudah paham dengan Jakarta kota metropolitan yang bertebar polusi udara itu. Jalanan yang ramai akan kendaraan meskipun waktu menunjukkan tengah malam bahkan pagi buta.
"Angkasa gimana? Dia kerasan disana?" tanya Aletha lagi.
"Angkasa mah damai-damai aja! Orang dia yang minta pindah. Aku bahkan nggak tau tujuan dia itu apa, tapi yang pasti dia pingin cari teman masa kecilnya yang bahkan kenal betul sama keluarga aku," jelas Anggi dengan mulut maju sedikit lima senti.
"Teman masa kecilnya?" tanya Aletha.
"Iya, bahkan katanya teman masa kecilnya itu main terus sama dia. Setelah umur enam tahun, temannya itu pindah ke Jakarta. Bahkan aku lupa siapa temennya,"
"Ooh, semoga Angkasa ketemu ya sama teman kecilnya itu. Ngebet banget kayaknya dia," kata Aletha sambil terkekeh.
Anak sahabatnya itu sekrang remaja berkelamin lelaki. Wajahnya percis seperti cetakan bapaknya. Namanya Angkasa pradipta. Saat tinggal di Bandung, Aletha sangat dekat dengan Angkasa. Bahkan sudah diaanggap seperti anaknya sendiri.
"Kamu udah cari anak kamu itu?" tanya Anggi kepada Aletha. Suasana pun berubah. Tidak sehangat tadi. Sekrang hanya rasa sedih yang tercipta.
"Belum. Bahkan nomer telepon orang yang adopsi anak aku nggak aktif lagi. Denger-denger aih dia pindah ke Jakarta juga," kata Aletha menjelaskan.
"Abi tau?" tanya Anggi lagi..
"Dia bahkan pindah kerja ke Jakarta demi cari anak kami itu. Untungnya ada sahabatnya disana, namanya Rudi"
"Kamu tau nggak sih nama orang yang adopsi anak kamu?" tanya Anggi kembali dengan rasa penasaran yang sudah membuncah.
"Namaya Setyo, Prasetyo kalo nggak salah," jawab Aletha.
"Kamu masih ada bukti nggak? Atau kaya surat adopsi gitu?"
"Ya nggak ada lah, Nggi. Dulu aku cuman kasih percuma sama tuh orang. Karena aku bener-bener frustasi. Abi yang nggak mau tanggung jawab, akhirnya yaudah aku kasih aja ke orang itu." kata Aletha oanjang lebar.
"Abi tuh terlalu goblok! Dulu dia bilang digugurin aja, terus dibuang kek. Sekarang udah diadopsi krang dan nggak tau dimana malah nyariin. Fix! Kalian itu sama-sama goblok tambah bego kurang tolol!" oceh Anggi yang sudah merah padam.
Abi atau tepatnya Abimanyu adalah pacar Aletha ketika usia wanita itu masih dua puluh tujuh. Saat itu mereka berpacaran yang bisa dikatakan terlalu berlebihan. Kalau ketemu pelukan dan langsung ciuman. Sampai akhirnya malam itu, godaan setan tidak terhalang lagi akhirnya Abi dan Aletha sudah terbaring di ranjang dengan tubuh polos karena tingkah laknat mereka berdua. Sesal penuh sesal, dosa itu mungkin tidak diampuni oleh Tuhan. Pacaran mereka sudah terlalu zina dan keji.
Satu bulan kemudian, Aletha dikabarkan hamil anak Abi. Aletha langsung menemui Abi untuk meminta tanggung jawabnya. Tapi sayangnga, Abi terlalu brengsek saat itu. Padahal di usia dua puluh tujuh itu bukan usia anak remaja yang ketahuan hamil duluan.
Mereka sudah matang.
Abi memutuskan hubungannya dengan Aletha. Membiarkan Aletha terhanyut dalam kesedihannya. Tapi Aletha bukan wanita lemah, meskipun masa depannya sudah dirusak oleh Abi sialan itu, akhirnya Aletha mencoba bangkit dari keterpurukan. Ia menerima jabang bayi yang ada di rahimnya.
Sampai satu tahun kemudian, Aletha telah melahirka seorang bayi kecil yang ia beri nama Bintang. Hanya Bintang.Cantik, imut, dan sangat menggemaskan di mata Aletha. Tetapi demi kehidupan karirnya yang ingin cemerlang, Aletha menyetujui usul Abi untuk membuang anak itu.
Aletha akhirnya memberikan anaknya kepada sosok lelaki yang menabraknya ketika ingin menyebrang. Demi sebuah pertanggung jawaban, Aletha memberikan anaknya kepada lelaki itu dan memutuskan untuk pergi dan melupakan kejadian naas dan tak akan terlupakan dalam hidupnya.
Sampai akhirnya tujuh belas tahun ini, Abi menyesal. Ia merasa berdosa. Setelah dosa yang ia buat karena zina, ia berdosa lagi karena membuang anak yang tak berdosa itu. Bahkan itu darah dagingnya sendiri. Ia snagat menyesal. Aletha pun begitu. Hidupnya mersa tidak tenang. Rasa cemasnya begitu berlimpah.
Akhirnya Aletha dan Abi menikah didasarkan karena cinta mereka yang kandas karena kejadian itu. Pernikahan mereka terjadi tahun lalu. Aletha bahagia, namu masih saja merasa kurang karena anaknya yang hilang tak kunjung ditemukan.
Sampai saat ini, Abi memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Berpisah dengan Aletha demi mencari anaknya. Perpisahan itu bukan perceraian, hanya karena demi perjuangan seorang ayah yang mencari putrinya.
Aletha ikhlas. Ia percaya pada Abi. Dan berharap semoga Bintang anaknya cepat ditemukan. Meskipun ia tahu, nama Bintang di Jakarta cukup banyak. Besar kemungkinan pencarian ini akan kembali gagal karena Aletha sendiri tidak tahu bagaimana caranya suaminya itu mencari putrinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
B I N T A N G
Teen FictionGadis itu ialah Bintang anugerah. Berperawakan cantik, berkulit putih, dengan bentuk mata, hidung, dan bibir yang begitu mungil membuatnya sangat menggemaskan. Rambutnya lurus tergerai rapi sebatas punggung. Berwarna hitam pekat dan sangat berkilau...