Tokyo, Jepang-Jongin POV-
Setelah beberapa hari aku bekerja, aku melihat kondisi Soojung sudah membaik, dia mulai beraktivitas seperti biasanya dan kembali mengoceh tidak karuan menanyaiku tentang foto senja yang aku ambil di Okutama.
“Kau tidak berkencan hari ini? Ini kan malam sabtu,” tanyaku berusaha mengalihkan topik sambil mengelap sebuah meja. Dia hanya menatapku dengan tatapan kesal.
“Aku tidak sedang berkencan dengan siapapun dan kau tahu itu, jadi jangan mulai untuk mengalihkan pembicaraan. Ayo cepat aku ingin lihat hasil fotomu!”
“Sebaiknya kau mulai berkencan. Jangan beri fansmu harapan palsu. Lagipula kau masih muda, Soojung-ah. Bersenang-senanglah dulu, jangan terlalu sibuk dengan bisnismu.”
“Bagaimana denganmu? Memangnya kau ada kencan malam ini? Tidak kan? Berhenti bicara tentang
kekasih, sekarang aku ingin lihat fotomu,” katanya mulai memaksa dengan caranya menarik-narik lengan
bajuku. Aku mendesah dan meletakkan lap pada kantung di apronku.“Baiklah,” jawabku pada akhirnya. Aku sebenarnya memang berniat untuk menunjukkan foto yang
kemarin saat aku menangkap senja kepadanya. tapi karena ada foto Soojung di dalamnya, aku takut dia melihatnya. “Kameraku mati, baterainya habis.”“Pindahkan saja foto-fotonya ke komputerku. Atau sekalian kucetak saja nanti. Bagaimana?” tawarnya bersemangat.
“Kau yakin itu tidak merepotkanmu?” tanyaku.
Ia menggeleng dan tersenyum. “Sehabis kerja, kita ke apartemenku.”
Entah berapa lama pastinya terakhir kali aku bertemu dengannya, namun ia kini benar-benar dewasa.
Setahuku saat SMA dulu, ia sering mengundang temannya untuk datang ke rumahnya ketika ia sedang kesepian. Sementara sekarang, ia sudah memiliki apartemen pribadi.
Barang-barangnya terlihat mahal namun sangat minimalis. Apartemennya di penuhi warna hitam putih yang anggun. Aku masih ingat terakhir kali dia mengundangku ke rumahnya dalam acara ulang tahunnya kamarnya dulu serba warna
pink. Segalanya tampak berubah sekarang.“Manusia berubah,” katanya saat mendapatiku sedang menatap ruangan apartemennya dengan kagum dan bingung.
“Aku tidak,” jawabku.
Dia mempersilahkanku duduk, lalu menyuguhkan teh dan kue kering. Ia menghilang di balik ruangan dan saat itu aku segera memindahkan fotonya ke ponselku dan menghapus fotonya di kameraku. Dan saat ia
kembali, ia sudah berganti baju dengan kaus dan celana tidur yang terlihat kasual dan laptop di tangannya.Aku merogoh kamera di dalam tasku dan menyerahkannya pada Soojung.
“Kameramu sudah rusak. Kamera seperti ini sudah jarang ditemui,” katanya sambil meneliti fisik kameraku. “Kau tidak berencana untuk menggantinya?”
“Tidak. Kamera itu pemberian ayahku saat wisuda.” Jawabku tenang.
Dia menatapku dengan pandangan lembut dan senyum kecil di bibirnya. Laptopnya menyala dan ia mulai memindahkan file dari kameraku ke laptopnya. Ia meneliti satu per satu foto-fotoku. “Yang ini
bagus,” katanya saat melihat foto senja dengan latar kota Tokyo yang gemerlap.“Gedung yang disebelah kiri mengganggu pemandangan dan di bagian atas ada sedikit kebocoran cahaya,” kataku menjelaskan kekurangan pada foto itu.
Dia mulai melihat fotoku yang lain. Saat ia berhenti pada satu foto dan menganggapnya bagus, ia akan mulai memujiku dan aku mulai membeberkan kekurangan pada foto itu. dan sekarang nampaknya dia
mulai kesal dengan sikap tidak percaya diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The How of Us✅
FanfictionAda cinta yang sulit aku ungkapkan. Sebut aku pesimis, tapi sudah terlalu lama aku menunggu saat yang tepat untuk kebenaran itu. Dan selama itu, aku melihat bagaimana benih-benih perasaanku kepadamu pelan-pelan tumbuh hingga menjadi bunga yang ind...