Toronto, Canada-Naeun POV-
Aku turun dari taksi yang kutumpangi, lalu berjalan cepat di trotoar sambil membuka payung hitamku.
Kalau bukan karena macet dan tidak ingin terlambat, aku tidak akan turun dari kendaraan begitu saja di
tengah hujan. Sambil menarik napas kuat-kuat, aku merutuk dalam hati, kenapa Wendy harus membuat janji mendadak seperti ini?Bunyi klakson taksi dan kendaraan lain yang saling beradu membuatku semakin pusing dan mempercepat langkah. Aku memiringkan tubuh agar bisa menyelip di tengah kerumunan sambil
mengucap, "Maaf,permisi..."lalu tiba-tiba menyetop di sisi jalan.Setelah melirik jam tanganku, aku menatap sekeliling. Lalu mengembuskan napas, menunggu lampu tanda menyeberang dengan sabar sambil merapihkan mantel biru selututku dengan tangan yang bebas.
Pejalan kaki yang berjalan di kawasan itu membatasi ruang gerakku. Payungku bahkan berulang kali menyenggol payung pejalan kaki lainnya, membuatku menerima tatapan risi dari orang-orang.
Alih-alih reda, hujan pun turun semakin deras.
Menghalangi pandangan sekaligus membasahi mata
kakiku yang memakai sepatu hak rendah warna hitam."Hujan yang mengerikan..." aku menunduk, mengusap-usap punggung kakiku dengan saputangan, lalu cepat-cepat menyusul barisan penyebrang.
Aku tidak suka berada di tengah keramaian pada saat hujan. Kalau bukan karena janji menemui Wendy Son,editor naskah ceritaku, aku lebih senang diam di sekolah pada jam istirahat.
Wendy melambai penuh semangat ke arahku di depan McDonald's. sorot matanya sumringah. Sejak kemarin ia memang tidak sabar untuk bertemu denganku.
Selain nama dan wajahnya, tidak ada kesan Asia lain dalam diri Wendy. karena dilahirkan dan dibesarkan di London, cara berpikir, cara bicara dan gayanya mirip orang Eropa. Walaupun masih
keturunan Korea, ia tidak bisa berbahasa Korea.Kemampuan berbahasa Koreanya benar-benar payah sampai aku selalu berbicara dengannya dalam bahasa inggris.
"Bagaimana kabarmu, Nona tepat waktu?" sapanya, lalu mendekap dan mencium kedua pipiku selepas aku melipat payung.
"Aku baik. Bagaimana kabarmu?"
Dia berputar di hadapanku.
"Aku merasa hebat!"
"Kau memang hebat, Wendy."
"Bagaimana kalau kita masuk sekarang lalu memesan hamburger?" dia menunjuk restoran di belakangnya dengan antusias.
“Tentu!”
Aku dan Wendy segera masuk ke restoran dan memesan beberapa menu.
“Bagaiamana menurutmu gaya penulisan ceritaku?”
Dia tersenyum sambil mengaduk minumannya dengan sedotan.
“Kau lebih terbuka dalam menuturkan detail narasimu. Ide ceritamu dewasa dan variatif. Dari segi penulisan pun kau sangat mahir.”
Aku berhenti menguyah, lalu tertawa. “Aku tahu maksudmu. Aku memang merasa tulisanku kali ini lebih vulgar daripada yang sebelumnya. Tapi percayalah, aku hanya berusaha menyingkap sesuatu dengan cara berbeda, kau pasti paham maksudku.”
“Tentu. Kau selalu bisa menuturkan ceritamu dengan cara inoccent namun tetap menggigit. Kurasa itu ciri
khas penulisanmu, dan tentu saja menjadi daya pikat. Oke, kita sebaiknya memutuskan sekarang juga karena aku harus pergi selama seminggu atau bahkan lebih.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The How of Us✅
Fiksi PenggemarAda cinta yang sulit aku ungkapkan. Sebut aku pesimis, tapi sudah terlalu lama aku menunggu saat yang tepat untuk kebenaran itu. Dan selama itu, aku melihat bagaimana benih-benih perasaanku kepadamu pelan-pelan tumbuh hingga menjadi bunga yang ind...