Twenty Nine

420 26 17
                                    

"Ternyata benar ini amplop surat. Tapi kenapa ya, Rara mengumpulkan semua amplop surat ini." Karena penasarannya tidak berhenti, Rama pun membuka suratnya dan membacanya.

Dear,
Tiyara Ramadhani

Meskipun kamu cakap itu hanya iseng-iseng saja.
Tapi menurut aku ini hanya kebetulan atau memang takdir, yang harus membuat kita saling mengenal.

Rara? Panggilan bagus yang kamu berikan untuk aku lontarkan dalam bibirku. Jadi, mulai sekarang dan seterusnya aku akan menuruti kamu dengan memanggil Rara.

Mungkin kamu juga betul, ikatan hubungan persahabatan lebih cocok untuk kita.
Dan aku suka sangat lah.
Macam mana menurut kamu? Eh Rara *emot tersenyum*

💙
Jirayut Afisan

"Gak mungkin, Ini.... " Tiba-tiba tubuh Rama membeku, seperti tidak percaya apa yang dibacanya.

Kata tak mungkin juga terus diucapkan, memperlihatkan bahwa Rama benar-benar tidak percaya jika surat itu bisa ada ditangan Rara. Perasaaannya benar-benar campur aduk harus melakukan apa kalau memang ini benar adanya.

"Ma,"

Kedatangan Rara membuat Rama terkejut. Dengan cepat ia memasukkan surat itu ke dalam amplopnya kembali, dan membereskan amplop-amplop lainnya untuk dimasukkan ke dalam kotak.

"Ma, kamu ngapain?" Tanya Rara.

"Ini Ra, aku cuma... membereskan barang-barang kamu yang jatuh, tadi gak sengaja aku jatuhin." Ucap Rama.

"Oh, udahlah gak papa. Biar Rara bantu beresin ya!" Rara membantu Rama membereskan barang-barangnya untuk disimpan kembali ke dalam kotak.

"Makasih Ra. Maafkan aku karena udah lancang ngejatuhin barang-barang kamu." Ujar Rama.

"Sudahlah jangan cakap tu. Lagipula kamu tak sengaja kan." Begitu baiknya gadis ini, dia bahkan tidak marah melihat barang pribadinya dijatuhkan orang lain.

Rara meletakkan kotak itu kembali ke meja dan dibantu oleh Rama. Lalu mereka sama-sama duduk.

"Ra,"

"Iya?"

"Aku boleh tanya sesuatu."

"Yaampun maaf Ma, Rara lupa lagi bawa laptopnya. Sebentar Rara ambil dulu." Rara berdiri dan naik tangga untuk mengambil laptop dari kamarnya.

Tak sampai 5 menit Rara pun kembali dan meletakkan laptopnya dimeja.

"Oh iya Ma, tadi kamu mau nanya apa?" Karena sifat pelupanya, Rara jadi mengabaikan Rama dan tak sempat mendengarkan apa yang akan ditanyakan oleh Rama.

"Gak jadi, lupain aja." Ucap Rama.

"Lho! Kok gak jadi? Ayo dong jangan gitu. Atau kamu marah karena tadi Rara ambil dulu laptop Rara? Ma, Rara juga benci dengan sifat pelupa Rara. Bahkan bang Uwan pun sering ngejek Rara. Tapi tadi itu Rara gak sengaja dengar ada barang yang jatuh dibawah. Ternyata saat Rara ke bawah emang benar kalau barang itu dijatuhin kamu. Jadi, Rara lupa lagi mau ngambil apa. Maafin Rara ya, please!" Memasang wajah memelas, sifat bawel Rara mulai terdengar kembali dan itu karena Rama.

"Ra, udah. Okay, aku akan tanya ulang." Entahlah perasaan itu datang lagi. Apalagi ditambah perasaan lain yang membuat dia semakin merasa bersalah saat mendengar nama Uwan.

Dear, Sahabat PenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang