Eight

489 50 4
                                    

"Udah?" Tanya Uwan saat Rara masuk kedalam mobil.

"Udah bang."

Rara baru saja keluar dari toko kue yang katanya langganan keluarga mereka. Ia membeli kue sesuai tema kesukaan Meika. Rainbow cake candy.

"Kalau mainannya udah belum?" Tanya Uwan lagi.

"Udah dongg, kan sebelum kue beli mainan dulu tadi." Ucap Rara mengingatkan abangnya.

"Haha iya abang lupa." Uwan tertawa singkat, dan ia kembali menjalankan mobilnya.

Jalanan hari ini terlihat mulus-mulus saja. Tak ada kendala macet pun saat mereka melewati perkotaan.

"Ini mobil punya siapa? Kok abang baru tengok." Ucap Uwan.

"Mobil ayahlah. Cuman gak dipake aja sama ayah." Ucap Rara sambil fokus memainkan I-Phone miliknya.

"Kenapa?"

"Ya abang kayak gak tau ayah aja. Ayah kan lebih suka pakek motor daripada mobil." Ucap Rara.

Uwan mengangguk paham. Wajar sih ayahnya itu lebih suka hidup sederhana daripada hidup mewah. Tak heran juga kalau mereka harus melihat kesederhanaan dalam diri ayahnya, walaupun ayahnya itu adalah pengusaha.

2 jam kemudian mobil mereka akhirnya pun sampai dan memasuki komplek perkarangan rumah Fildan. Uwan turun menyusul Rara setelah memarkirkan mobilnya dekat garasi rumah. Mereka lalu mengetuk pintu dan berharap orang yang di kunjungi ada dirumahnya.

"Hallo sepeda." Teriak Uwan.

Rara melotot dan memukul keras bahu abangnya, "Heii sepada bukan sepeda. Dipikir bengkel apa." Ketusnya.

"Nah lho sensi kan?! Abang cuma gurau kali." Balas Uwan.

"Iyee yee, terserah abang lahh." Ucap Rara tak mau ambil pusing. Mengalah sama Uwan solusi terbaik buat dia agar masalah cepat beres.

"Yaudah ketuk lagi noh!" Suruh Uwan.

"Ketuk apanya? Ketuk bedug kah?" Tanya Rara macam anak kecil yang suka lupa.

"Lah elah bego banget nih bocah. Pintunya yang diketuk bukan bedug, dikira mau lebaran kali." Uwan geram dengan sikap polosnya itu. Sementara Rara menepuk dahinya dan menyengir kuda.

"Hehe iya. Sabar napa!!" Ujarnya. Ia mengikuti suruhan abangnya dan tak lama pintu rumah itu dibuka oleh Jihan.

"Uwan, Rara. Ternyata kalian datang juga." Ucap Jihan saat melihat mereka. Dia memang sudah tahu kalau mereka akan datang. Itu pun diberitahu Sella sebelum mereka sampai dirumahnya.

"Hah iya kak, kakak apa kabar?" Tanya Rara memeluk Jihan sebentar.

"Alhamdullilah baik. Yaudah yuk masuk." Ajak Jihan. Mereka berdua mengangguk dan ikut Jihan masuk ke dalam rumah.

Berbagai penghargaan dan medali terpampang jelas di ruang tamu. Mungkin juga itu perhargaan Fildan sebagai seorang penyanyi yang digandrungi masyarakat karena cengkok khasnya.

"Sebentar yaa! Aku buatin es jeruk dulu buat kalian." Jihan pergi ke dapur dan mereka berdua menunggu diruang tamu.

"Kak Fildan mana ya?" Gumam Rara.

"Gak tau, orang yang bukan punya rumah." Uwan menyahut membuat Rara kesal.

"Ish abang nyebelin." Dengusnya. Uwan tertawa malah makin julit dan tambah membuat adiknya itu kesal.

Kalau sudah ketemu atau bareng-bareng, mereka memang selalu berantem. Bahkan saling julit, cuman bedanya saja pas waktu pertama ketemu mereka selalu akur. Tapi kejulitan itulah yang membuat mereka selalu kangen dan tak ingin berpisah.

Dear, Sahabat PenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang