13

1.4K 197 0
                                    

Akhirnya mereka bertemu di sebuah cafe di dekat apartemen mereka.

"Sekarang beritahu aku, apa yang terjadi?"

Jaemin mencoba menikmati kopinya.

"Aku dan Jeno . . . bertemu Renjun."

Haechan langsung menggebrak meja mereka.

"Apa?"

"Iya, dan Renjun memintaku untuk memberi ruang pada mereka. Setelah ku lihat mereka dari jauh . . mereka . ."

Jaemin menangis, menutup wajahnya.

Haechan langsung bangkit, mendekati sahabatnya dengan memeluk untuk menenangkannya.

"Menangislah, tidak apa."

Jaemin mengeluarkan semua rasa sakitnya pada Haechan.

Biarlah semua orang di cafe melihat mereka.

Hanya ini yang bisa Haechan lakukan.

"Jaem, sekarang kau harus jujur pada perasaanmu sendiri.

Katakan apa yang kau rasakan selama ini padanya, jangan kau tahan. Itu akan menyakitimu."

Haechan tahu semua bagaimana Jeno masuk di fakultas yang sama dengan Jaemin, dan bagaimana Jeno meminta Jaemin untuk menemaninya.

Ia menghapus air mata sahabatnya, mengusap surai rambut bagai gulali itu.

"Apakah harus?"

"Tentu, kau harus katakan padanya."

"Baiklah, aku akan coba."

Haechan pun kembali ke tempatnya.

"Kalau begitu, sampai mana kita minum tadi?"

"Hei, minumanmu sudah habis sedari tadi."

"Aku akan pesan lagi, tenang saja. Hari ini, kita akan bersenang-senang."

Jaemin bersyukur ada Haechan yang selalu menemaninya dan mengerti.

To be Continue

To be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Din

𝙀𝙞𝙜𝙝𝙩𝙚𝙚𝙣 | 𝙽𝙾𝙼𝙸𝙽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang