Disinilah Hoseok sekarang. Di hadapan pria pucat yang menjadi dokter psikolognya selama ini. Bukan keinginan Hoseok sebenarnya harus berurusan dengan pria pucat itu. Namun wajah melas sang kakak yang membuat Hoseok mau tak mau mengikutinya karena tidak tega.
"Kau benar-benar lupa padaku Hoseok-ah?"
Hoseok mengernyit bingung lalu ia tersenyum setelahnya.
"Mana mungkin aku melupakanmu Yoongi hyung."
"Lalu kenapa tadi kau malah bertanya aku siapa?"
"Nee? Kau meneleponku?"
Yoongi mengangguk.
"Aku tidak tahu Hyung meneleponku."
"Lalu kenapa bisa kau kemari?"
"Jin hyung yang memberitahuku. Sebentar." Hoseok mengambil ponselnya dan melihat daftar panggilan terakhirnya. Dan benar, nama Yoongi tertera di daftar panggilan masuk.
"Ahh maaf Hyung, aku benar-benar tidak tahu kalau Hyung meneleponku."
"Lalu, siapa yang mengangkat teleponmu?"
"Mmm? Namjoon? Mungkin?"
Yoongi mengernyit bingung. Pasalnya, ia hafal betul suara adik dari sahabatnya ini. Jadi, mana mungkin Yoongi salah dengar.
"Memangnya, kau kemana tadi?"
" Aku fokus latihan dance Hyung."
"Dance lagi? Ada masalah apa?"
Hoseok menunduk. Salah jika ia terlalu jujur pada Yoongi. Karena Yoongi sudah tahu tentang kegiatan Hoseok yang sering di lakukan saat ia sedang stres berat."Hoseok-ah."
"Nee Hyung?"
"Mau bercerita?"
"Bagaimana caranya agar aku bisa terlihat oleh Ayahku, Hyung?"
Yoongi masih terdiam membiarkan Hoseok bercerita lebih banyak."Aku sudah melakukan apapun yang Ayah inginkan. Aku sudah mengorbankan mimpiku sendiri hanya untuk menjadi orang yang Ayah inginkan. Tapi apa? Ayah masih saja tidak melihatku. Ayah masih saja selalu membanggakan Jin hyung dan Jimin? Apa sebegitu bencinya Ayah padaku Hyung?"
"Aku tidak tahu apa sebenarnya salahku pada Ayah." Mata Hoseok sudah berkaca. Bercerita tentang Ayahnya adalah kelemahannya. Membahas Ayahnya adalah hal yang sensitif untuk Hoseok.
"Hoseok-ah. Ayahmu hanya ingin kau menjadi orang yang baik di masa mendatang. Ayahmu mendidikmu agar kau bisa menyamai kesuksesannya."
"Tapi bukan ini yang aku mau Hyung hiks." Lolos sudah pertahanan Hoseok. Air mata yang ia tahan mati-matian akhirnya keluar juga. Di hadapan Yoongi.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu."
Hoseok mengangguk."Apa hubunganmu dengan Jimin baik-baik saja?"
Cukup lama Hoseok terdiam.
"Aku mencoba baik-baik saja Hyung."
"Maksudmu?"
"Sebenarnya, aku sangat iri pada Jimin karena Jimin bisa memilih apapun yang dia inginkan tanpa larangan dari Ayah."
"Kau iri pada Jimin?"
Hoseok lagi lagi mengangguk.
"Tapi aku tidak bisa membenci Jimin. Jimin tidak salah apa-apa. Jimin tidak ada hubungannya dengan keterkekanganku. Justru Jimin berusaha menggapai mimpiku lewat dirinya. Dia mengambil jalan yang sekarang dia jalani itu karena aku. Padahal aku tahu, Jimin juga tidak suka dengan menari. Dia lebih suka menyanyi di banding menari."