ITALIC = FLASHBACK
**
"Sialan! Lepaskan aku, bodoh!" teriak seorang pria yang sedang terikat kuat dikursi. Di berusaha keras untuk melepaskan tali yang mengikat kaki, tangan dan tubuhnya.
Sementara disebrangnya seorang lelaki muda yang dengan santainya mempersiapkan beberapa peralatan yang biasa ia gunakan untuk para korbannya.
"Santai saja ini tidak akan lama." ucap lelaki muda itu. Tersenyum tipis dengan wajah datarnya.
"Sialan kau! Cepat lepaskan aku! Dasar kau gila! Lepaskan aku!" pria itu semakin memberontak berusaha melepaskan diri.
Lelaki muda itu mengubah raut wajahnya menjadi kesal, lantaran ada seseorang yang menyebutnya 'gila'. Dia paling tidak suka saat ada seseorang yang memanggilnya seperti itu karena menurutnya dia tidak gila itu semua ia lakukan untuk membalaskan dendam orang tuanya yang entah kenapa membuat sisi lain dalam dirinya juga menyukai itu.
Dia mengangkat pisau kecil yang biasa digunakan untuk operasi, berjalan ke arah pria yang terikat itu. "Baiklah, jika kau menyebutku gila. Mari kita bermain, akan ku tunjukkan arti dari gila yang sesungguhnya."
"Akkhh!!! Sialan, sakit!!" teriaknya kesakitan, lelaki muda itu menyayatkan pisau kecil tadi pada leher pria itu dengan sangat dalam. Sampai darah mulai mengalir keluar.
"Ini baru pembukaan."
Srett!
"BAJINGANN!! SIALAN, MATA KU!! ARGGHH!! SAKIT SEKALI!! SAKIT!!"
Lelaki muda itu tanpa rasa jijik sedikitpun mempermainkan bola mata yang ia cabut dengan tangan kosongnya tadi dikedua tangannya seolah itu bola kecil.
Dia tertawa sangat puas setelah melihat korbannya mengeluarkan banyak darah. Lelaki muda itu berjalan pada sebuah wadah yang berisi es batu kecil, menyimpan dengan perlahan bola mata itu diwadah tersebut.
"Sakit? Apa mungkin itu yang dirasakan oleh kedua orang tuaku?" gumam lelaki muda itu, terduduk tepat di hadapan pria yang bergumam tidak jelas. Dengan darah yang semakin keluar banyak dibagian sayatan beserta lubang matanya.
Anak laki-laki manis itu berlari masuk menuju lemarinya dengan cemas, dari lantai bawah dia mendengar suara tembakan dari ruang tengah rumahnya. Katanya dia tidak boleh keluar dari kamarnya sebelum orang tuanya memanggilnya kembali.
Dor!
Kembali dia mendengar suara tembakan lagi. Anak laki-laki itu semakin takut, dia meringkuk memeluk kedua kakinya yang ditekuk menenggelamkan juga wajahnya. Tubuhnya bergetar hebat, dia sangat takut sekarang ini. Di butuh pelukan dan suara lembut Ibunya sebagai penenang untuknya.
Suasana mulai terdengar sepi. Anak lelaki itu mengangkat wajahnya, masih terlihat jelas wajah ketakutannya. Dia ingin keluar dan memastikan keadaan di bawah sana yang benar-benar sangat sepi. Apakah penjahatnya sudah pergi?
Dia keluar dan berusaha memberanikan dirinya membuka pintu kamarnya. Lantai dua rumahnya terlihat sepi, tak ada siapapun. Dia lebih memberanikan diri untuk mencoba turun ke lantai satu. Baru saja dipertengahan tangga, langkah kecilnya terhenti.
Hal yang pertama kali dia lihat adalah kedua orang tuanya yang sudah tergeletak dilantai dengan bersimbah darah. Dia hanya diam melihat itu. Seorang pria mendekat dan berlutut didekat tubuh yang sudah tak bernyawa milik Ayahnya.
"Kau sudah merenggut apa yang menjadi milik orang lain. Sudah jauh-jauh hari aku memperingatimu untuk melepaskannya agar bisa ku ambil. Tapi kau, malah terus melarikan diri dan membawanya semakin menjauh dariku." ucap pria itu, dia mengeluarkan sebuah belati tajam, menusukkannya tepat dimata Ayahnya, mencabut kedua mata tersebut.
"Sebagai bayarannya aku harus mengambil beberapa organ tubuhmu, yang kuyakini pasti akan mahal jika dijual." pria itu menggenggam kedua bola mata itu ditangan satunya, "Sekarang tinggal jantung milikmu." sambungnya. Pria itu membuka pakaian Ayahnya anak laki-laki itu, mulai mengarahkan belati tadi di dada Ayahnya.
Anak laki-laki itu hanya diam melihat Ayahnya dikuliti. Langkahnya seakan berat untuk menghampiri atau sekedar menegur menghentikan. Dia tidak bisa.
Pria tadi memberi syarat pada seseorang di belakangnya dan seperti sudah tahu pria di belakangnya memberikan sebuah wadah cukup besar berisikan beberapa balok es batu kecil di dalamnya. Pria itu memasukan kedua bola mata dan jantung masih berdenyut lemah itu.
Berpindah ke sisi lainnya, pria itu menghampiri Ibu dari anak laki-laki itu. Memperhatikan sesuatu. "Permisi Nyonya, tapi kau juga harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuat oleh suamimu." pria itu mengambil belatinya, sekali tusuk dia membelah dada wanita yang sudah tak bernyawa itu. Dia mengambil jantungnya yang masih sama berdenyut lemah dengan tangan telanjangnya tanpa menggunakan apapun.
Jantung itu ia perhatikan, membulak-baliknya memastikan apakah jantung itu masih bagus atau tidak. Ternyata memenuhi kriterianya, orang yang di belakang pria itu mengambil dan meletakkan jantung itu ke dalam wadah tadi.
"Terima kasih atas semuanya, maaf atas ketidaksopananku." Pria itu beranjak menghampiri salah satu bawahannya yang membawa sebuah handuk basah. Dia membersihkan tangannya yang terkena darah yang sedikit menyiprat pada wajahnya. "Tinggalkan tempat ini. Kita cari lagi anak itu nanti." perintahnya, semua bawahannya mengangguk patuh.
Orang-orang itu pergi meninggalkan dua mayat tergeletak tak utuh beserta anak kecil laki-laki yang menatap datar kedua orang tuanya yang ia tahu sudah tak bernyawa. Dengan langkah gemetar anak laki-laki itu menghampiri kedua orang tuanya.
"Mom. . . Dad. ." ucapnya pelan sambil duduk diantara mayat Ibu dan Ayahnya.
"Mom. . . Bangun. . Jangan tinggalkan Lulu." sambungnya berbicara pada mayat Ibunya. Berusaha membangunkan.
"Dad. . . Bangunlah Lulu takut. . Ayo bangunlah. . Hiks. ." anak laki-laki itu terisak sambil mengguncang tubuh Ayahnya, berusaha membangunkan.
"MOMMY!! DADDY!!" teriaknya sambil memeluk masing-masing tangan Ayah dan Ibunya.
"Sial! Kau membangkitkan kenangan burukku." umpat lelaki muda itu.
Dia kembali berdiri dan menghampiri pria yang masih terikat dengan semakin banyak mengeluarkan darah dari kelopak matanya yang sudah tidak ada bola mata di sana begitu juga dengan bagian sayatannya.
"Baiklah, kita akhiri saja ini. Aku sudah tidak bersemangat lagi untuk bermain-main denganmu." lelaki muda itu mengeluarkan pistol berjenis Glock 45 GAP dan mengarahkannya tepat dimulut pria itu.
Dengan sekali tarik, timah panas itu menembus mulutnya sampai membuat darah menyembur ke mana-mana. Lelaki muda itu tertawa sangat senang saat darah mengenai wajahnya, namun tawanya tak bertahan lama langsung tergantikan oleh turunnya air mata disusul suara isak tangis yang sangat pilu.
"Sial! Benar-benar sial!!" umpatnya marah.
"Satu orang lagi, maka kalian akan tenang. . . Mom dan Dad."
Lelaki muda itu membereskan segalanya, yang akan menjadi bukti bahkan bukti sekecil apapun termasuk peluru tadi yang masih bersarang dimulut pria itu dia ambil.
"Lucas Williamson. Ingatlah nama itu." bisiknya tepat pada pria yang sudah tak bernyawa itu.
****
18 Juni 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal Meet Psychopath [COMPLETE]
Short StoryWARNING!! Cerita BOYXBOY, YAOI. Diharap melihat genre sebelum membaca isi cerita. ___ Bagaimana jadinya jika seseorang yang jiwanya sedikit "gila" bertemu dengan seseorang yang memiliki jaringan kriminal di mana-mana? Akankah mereka bersitegang? At...