Italic = Flashback
**
Aku melangkahkan kaki kecilku ke dalam rumah yang besar ini. Di sana aku bisa lihat Papa sedang berbincang melalui ponsel dengan seseorang yang tidak ku ketahui.
"Kenapa dia bisa kabur?! Aku tidak mau tahu, bawa dia kembali hidup-hidup." kata Papa marah pada orang di sebrang telpon itu.
"Bagus. Cepatlah bawa." Papa mengakhiri panggilan telponnya. Dia mengumpat masih membelakangiku.
Aku menatap Papa datar, jika Papa sedang marah seperti ini pasti Papa akan melampiaskannya padaku menyuruhku untuk melakukan itu lagi. Tapi entah kenapa aku suka, karena aku melakukan itu pun sengaja karena melampiaskan kemarahanku terhadap Papa.
"Son? Kau sudah pulang?" tanya Papa menyadarkanku dari lamunan.
"Iya Papa." jawabku masih dengan ekspresi datar.
Usiaku yang sekarang genap menginjak 10 tahun sudah mengenal apa itu kejahatan, pembunuhan, darah dan segalanya tentang kriminalitas. Usia 10 tahun juga aku sudah tak mempunyai teman atau apapun itu karena aku tidak mengerti apa itu hubungan pertemanan.
Papa hanya mengajarkanku cara untuk bertahan hidup, jika kau tidak ingin terbunuh maka kau harus membunuh terlebih dahulu. Itu prinsip yang di ajarkannya padaku. Terkadang aku merasa iri melihat semua teman sekolahku bahagia saat bermain bersama tapi tidak untukku.
Aku hanya bisa menatapi mereka dari kejauhan, aku tidak mengizinkan siapapun mendekatiku atau mengajakku bermain karena jika tidak mereka akan aku habisi. Saat pertama kali aku membunuh saat usiaku 6 tahun di malam natal aku membunuh seorang pria yang entah siapa aku tidak tahu.
Sampai saat ini aku masih melakukan itu, Papa selalu membawa seseorang untuk aku bunuh di malam natal dan berdalih bahwa itu hadiah natalku yang pertama.
"Son, bagaimana sekolahmu hari ini?" tanya Papa sambil menggendongku.
"Baik Papa."
"Ada apa dengan wajahmu itu? Apa ada hama yang menggangumu?"
"Tadi sopir telat menjemput, dan aku harus menunggu 1 menit 12 detik lamanya. Papa tahu aku tidak suka terlambat walau 1 detik saja." jelasku.
Papa tersenyum padaku yang hanya ku tatapi datar. Dia mengusap lembut kepalaku lalu menurunkanku dari gendongannya.
"Baiklah, Papa mengerti permintaanmu itu." suara Papa sangat dingin lalu dia memanggil bawahannya dan memerintahkan untuk menyeret sopir yang tadi menjemputku.
Tak lama sopir itu datang dengan di seret oleh beberapa bawahan Papa, dia memberontak saat sudah melihatku dan Papa.
"Saya mohon Tuan muda, maafkan saya." ucapnya gemetar.
Aku tak bereaksi masih menatapnya datar. Papa memberikanku pisau seperti biasanya. Dia memberikan isyarat untuk melakukan apapun pada sopir itu.
"Tidak, Tuan muda. Maafkan saya. Saya mohon. Maafkan saya." pintanya masih memohon.
"Do it, son." suara Papa.
Seperti hipnotis di telingaku, aku berjalan mendekat pada sopir itu yang sudah bertekuk lutut di hadapanku. Dengan sekali tusuk aku mendaratkan pisau itu sampai menancap di tenggorokannya, seketika darah menyembur pada wajahku.
Kembali aku mencabutnya dan menusukannya lagi pada dada kirinya lalu mencabutnya dan menusukannya pada kepala pria itu. Aku menarik tanganku dari pisau itu yang masih menancap di atas kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal Meet Psychopath [COMPLETE]
Short StoryWARNING!! Cerita BOYXBOY, YAOI. Diharap melihat genre sebelum membaca isi cerita. ___ Bagaimana jadinya jika seseorang yang jiwanya sedikit "gila" bertemu dengan seseorang yang memiliki jaringan kriminal di mana-mana? Akankah mereka bersitegang? At...