07

49 21 0
                                    

Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan Jaemin di restoran yang cukup jauh dari pusat kota Seoul.
Aku mencari aman, berjaga-jaga takutnya ada yang menguntit kami berdua.

Setelah kejadian message dari orang asing dan foto dari Aesy kemarin, aku jadi tidak bisa tenang.




"Na!" aku berjalan masuk ke privat room dan mengunci pintu dari dalam.

"Mukamu panik banget, ada apasih?" tanya Jaemin, wajahnya seperti orang bingung.

Aku buru-buru mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto yang dari Aesy kemarin. Ya, aku memintanya.

"Hah?" Jaemin kebingungan. "Kamu dapet darimana foto ini?!"

Nahkan dia ikutan panik setelah melihat foto tersebut.


"Temenku, Aesy. Dia gabung sejenis grup sasaeng fan gitu." Kataku. Aku jadi ikut-ikutan panik.

"Ara ... " Jaemin menatapku. "Itu berarti ada yang tau apartment kita, dan dia udah menguntit aku dan kamu." Jaemin menjawab dengan nada pelan.

"Aku takut Na, walaupun aku cuma teman kamu aku takut foto ini menyebar luas lalu aku dibully. Gimana sekarang?"

"Di bully?" Na Jaemin mengerutkan kening. "Nggak akan aku biarin mereka bully kamu. Kalau ketauan ya bagus, berarti aku tinggal konfirm dan kemungkinan buruknya aku di keluarin kan dari NCT?"

"Hush!" Demi Tuhan aku tidak suka Jaemin berbicara sembarangan seperti tadi.

"Ya ngga apa-apa dong, toh keinginan aku bukan jadi idol, kamu tau sendiri kenapa aku ga mau jadi idol."

Aku terdiam beberapa saat.

Jaemin ini tidak berpikir ya bagaimana karirnya yang sukses walaupun itu bukan keinginannya.

Dan jika ketahuan bagaimana nasibku? mungkin aku akan di bully oleh satu universitas dan teman dekatku seperti Ira dan Aesy akan menjauhiku.

Kata-kata itu hanya terucap di dalam hatiku. Aku hanya menunduk menatap lantai setelah ucapan Jaemin tadi.

Aku benci menangis.

"Ara, hei," Jaemin memegang pundakku. "Kamu kenapa nangis?"

Kamu ga ngerti perasaan aku Jaemin.

Aku mengusap air mataku dan menatap datar Jaemin.
"Aku ga mau di bully. Mendingan kita jaga jarak aja ya Na? Walaupun nanti andaikan SM konfirmasi kabar dating itu, aku ga mau."

"Kenapa kamu ga mau? Kamu anggep aku apa, Ara?"

Apa-apaansih Jaemin ini?


"Jaemin,"

"Aku suka kamu, Ara. Aku cinta sama kamu."

Ya aku juga. Tapi aku tidak bisa mengatakan itu sekarang.

Mulutku terkatup. Aku ingin berbicara lagi namun tidak bisa.

"Na, jangan." Ucapku. "Aku selalu di sisi kamu itu keinginan aku. Aku tulus. Tapi untuk soal perasaan sebaiknya jangan ..."

"Kenapa?"

"Ini salah. Aku ga mau rusak karir kamu hanya dengan kita saling suka atau bahkan ... "

Sial aku menangis lagi.


"Bahkan apa? Bahkan kalau kita punya hubungan? Kita bisa jalanin itu diem-diem Ara."

No, Jaemin no.

Aku masih teringat dengan foto yang dikirim Aesy kemarin.

Dan tentang message orang asing waktu itu.

Jika aku menjalin hubungan dengan Jaemin, mereka tidak akan terima dan itu akan menjadi boomerang untukku.

Tanpa basa-basi lagi aku keluar dari restoran ini. Meninggalkan Jaemin yang masih ada di sana.

Maaf Jaemin, kita harus jaga jarak.

___


"Heh!"

Aku mengerjap beberapa saat. Ira menpuk kedua pundakku dengan keras sehingga aku terkejut.

"Ish," ya, aku hanya merespon itu lalu termenung lagi.

"Bengong mulu sih lo. Kenapasih?"

"Ngga apa-apa. Emang nya aku kenapa?" kataku.

"Bodoh." Ira mendesis. "Apa gara-gara Jaemin terlalu diam di v live kemarin? Jadinya kamu khawatir?"

Jaemin diam saja di V live?

Ngomong-ngomong aku memang masih diam-diaman dengan Jaemin sejak kejadian waktu itu.

"Kamu kok tau?" tanyaku ke Ira.

"Lah?" Ira mengerutkan kening. "Aku kira kamu udah tau Ara."

"Eumm yeah aku belum liat livenya."

"Hmm," Ira bergumam. "Kenapasih? Ga mau cerita?"

Aku menggeleng pelan,
"Everything will be ok, Ira. Aku gapapa."

Ira tahu jika aku ada masalah aku akan cerita. Jika aku tidak ingin bercerita maka dia tidak akan memaksa ku.

That's why aku menganggapnya teman terbaik.

"Iyadeh serah bukan urusan gue juga." Ira mengibaskan tangan. "Makan yuk? Ira yang teraktir deh."

Nahkan sudah ku bilang tadi Ira itu seperti apa orangnya.

"Oke, yuk!" Seruku semangat bangkit dari kursi kuliah.

"Makanan aja semangat lo." cibir Ira.

**

"Hei,"

Aku menoleh ke belakang, seseorang menepuk pundakku.

"Ada apa?"

Wanita itu menatapku datar, atau lebih tepatnya menatapku dengan sinis.

"Kamu siapanya Jaemin?"

Jangan bilang dia adalah ...


"Maksud kamu?"

"Maksud kamu?" dia mengulang kalimatku dengan nada yang mencibir.
"Jangan pura-pura bodoh, aku orang yang mengirim kamu message kemarin."

"Kalau kamu mau tau aku bukan siapa-siapanya Na Jaemin." Jawabku datar.

"Masa sih?" dia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Itu jelas membuatku risih.

"Up to you," aku menatapnya datar. "Yang jelas aku bukan siapa-siapanya Jaemin."

Tidak ingin berdebat lebih lanjut, aku meninggalkan perempuan itu dihalte bus. Di saat seperti ini sebaiknya aku harus menaiki taxi.


Drrt

Drrt

Drrt


"Ya kita lihat sampai di mana kamu bisa berbohong kepada Nctzen, Chyara."


Aku rasa aku akan mengalami masalah yang besar.









TBC

I'm not meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang