Real Love ~15

915 107 26
                                    

Shikamaru memijit pelipisnya sambil memejamkan mata. Tubuhnya penat dan lelah. Pekerjaan kantor yang seolah tiada habisnya, ditambah lagi sang Ibu yang selalu bertanya tentang rencana bulan madunya dengan Naruto dan juga pertanyaan Ibunya tentang istrinya itu apakah sudah program kehamilan atau belum. Dan lagi masalahnya dengan Naruto yang belum ada penyelesaian sama sekali. Semua membuat Shikamaru frustasi juga muak.

Lagipula, sudah seminggu ini Shikamaru tidak bertatap muka dengan Naruto. Pasalnya dia memang malas pulang ke apartemen mereka. Masalahnya, jika melihat wajah sang istri, amarahnya selalu timbul dan tak bisa dia kendalikan. Untuk itulah dia memilih menginap di kantornya selama satu minggu terakhir.

Menurutnya, untuk saat ini mungkin itulah yang terbaik daripada pulang ke apartemen dan berakhir menyiksa Naruto. Jujur saja, Shikamaru juga tidak ingin berbuat seperti itu. Hanya saja emosinya sulit untuk dikendalikan.

•••••

Naruto meremat kertas yang kini ada di tangannya. Dia baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya karena sering mual dan muntah-muntah sejak seminggu terakhir.

Namun, prasangkanya ternyata benar. Dirinya positif hamil.

Ya.
Di dalam rahimnya kini tumbuh janin. Calon anaknya bersama Shikamaru.

Bukannya Naruto tidak senang mendapat kabar bahagia itu, hanya saja dia bingung bagaimana cara menyampaikannya kepada sang suami. Mengingat hubungan mereka yang tidak baik, akankah Shikamaru juga senang dan bahagia mendengar berita ini? Atau mungkin akan menolaknya?

Tapi, mau bagaimanapun juga Naruto harus memberitahu perihal kehamilannya kepada sang suami.

Semoga saja Shikamaru pulang ke apartemen malam ini.

Dan doa Naruto terkabul. Dengan muka lelahnya, Shikamaru pulang kerja saat hari sudah senja. Seperti biasa yang ia lakukan, Naruto menyambut Shikamaru meski suaminya itu selalu mengacuhkannya.

"Okaeri Shika-nii." Dengan senyuman, Naruto menyambut Shikamaru.

Shikamaru yang disambut tetap cuek dan mengacuhkan sang istri. Dia melangkah menuju sofa yang ada di ruang tamu. Menghempaskan tubuhnya, Shikamaru memejamkan mata untuk mengurangi rasa lelahnya.

Dengan setia Naruto mengikuti Shikamaru. Melihat suaminya yang kelelahan, Naruto kemudian membuka sepatu sang suami dengan hati-hati. Tentu saja Shikamaru menyadarinya, tapi ia tidak menolak dan membiarkan Naruto membuka sepatunya.

"Shika-nii mau mandi? Biar aku siapkan air mandi-----"

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri," seru Shikamaru memotong ucapan istrinya, Naruto. Ia kemudian membuka mata dan berdiri kemudian melangkah pergi menuju kamar meninggalkan Naruto yang kini kembali bergelut dengan pikirannya.

Setitik air mata menggenang di pelupuk matanya. Hatinya sesak mendapat penolakan dari suaminya. Tatapan benci dan jijik dari suaminya sungguh menyakiti hatinya.

Bukan Naruto bodoh atau dungu. Dengan sukarela menerima penyiksaan itu. Hanya saja ia coba berdamai dengan keadaan, tapi bukan berarti pasrah dengan keadaan. Ada kalanya jiwanya memberontak. Tak jarang timbul niat untuk pergi meninggalkan semua yang menyakitinya. Tapi sekali lagi ia berpikir. Apa dengan cara seperti itu masalah akan selesai?

Menyeka air matanya, Naruto melangkah menuju kamar yang sama dengan yang dimasuki suaminya, yaitu kamar mereka.

Begitu sampai didalam kamar, Naruto tidak menemukan Shikamaru di sana. Tapi ia mendengar ada suara gemercik air di kamar mandi menandakan bahwa Shikamaru sedang mandi. Sembari menunggu sang suami keluar dari kamar mandi, Naruto duduk di tepi ranjang. Ia berniat untuk menyampaikan perihal kehamilannya pada Shikamaru. Bukankah kabar ini juga yang selalu dinanti-nantikan oleh orang tua dari pria yang menjadi suaminya itu?

REAL LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang