Sejak hari pengakuan Yoongi, Jimin jadi lebih sering melamun. Ia selalu terbayang-bayang bagaimana kehidupan kedepannya jika mereka sungguhan menikah.
Berkomitmen bukanlah hal yang mudah, apa lagi sampai memiliki anak. Segalanya harus terencana agar tidak melakukan kesalahan yah walaupun mungkin suatu hari bisa saja rencana yang di buat melewati jalur yang mereka inginkan.
Mengurus anakpun bukan hal yang mudah, semudah membuatnya?
Kita pasti di tuntut menjaga emosi dan sikap, segala yang kita lakukan akan mudah di contoh oleh anak-anak yang sedang tumbuh. Tapi terkadang para orang tua lupa bagaimana menahan diri di hadapan anak-anak.
Saat Jimin kembali menghela nafasnya yang kesekian kali, ia melupakan jika saat ini tengah berada di kantor Yoongi.
Yoongi yang sejak tadi duduk di kursi kebesarannya sedikit keheranan, melihat bagaimana Jimin berbaring di atas sofa dan terus-terusan menghela nafas seperti memikirkan beban hidup yang tidak ada akhirnya.
"Kau ini kenapa?" suara berat Yoongi membuat Jimin sedikit terlonjak dari lamunannya.
"Aku memikirkan masa depan."
Sambil menandatangani dan juga membalik beberapa lembar kertas di hadapannya Yoongi berbicara " Kau memikirkan soal tawaranku!" Jimin mendengus sebal.
"Hyung kau berbicara seperti tengah berbisnis." akhirnya Yoongi meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menghampiri Jimin yang masih betah berbaring malas di atas sofa.
Yoongi mengangkat kaki Jimin dan duduk di sana sambil membiarkan kaki Jimin berada di atas pahanya, membuka sepatu dan kaus kakinya lalu meletakannya di kolong meja di hadapannya. Yoongi bermaksud memijit telapak kaki Jimin agar merasa lebih santai.
"Apa yang kau fikirkan sebenarnya, ceritakan agar aku dapat mendengarnya."
"Hyung apa yang kau fikirkan soal pernikahan?"
Yoongi menatap Jimin, tanpa menghentikan pijatannya Yoongi berucap "Pernikahan ! Menurutku pernikahan adalah hal yang serius, jika kita menikah berarti kita sudah menerima persetujuan dari kedua belah pihak. Juga kita melakukan penyatuan tali persaudaraan lewat pernikahan, bukan hanya itu pernikahan menurutku juga termasuk sebagai sarana dalam melanjutkan hidup."
Jimin termenenung mendengar ucapan Yoongi, sebagian hatinya ada rasa takut akan pernikahan. Seperti sebuah perceraian, layaknya kedua orang tuanya yang berpisah karena sudah berbeda pendapat dan perubahan hati. Ia sempat berfikir bahwa sebenarnya pernikahan hanyalah sebuah persetujuan di atas kertas, bukan tanpa alasan ia berfikir seperti itu. Dengan nasibnya yang seperti ini jelas Jimin merasa bahwa pernikahan adalah hal yang berat.
"Tapi hyung bagaimana jika suatu hari ada sebuah perceraian yang akan memisahkan kita?" Hingga Yoongi sadar satu hal bahwa sesungguhnya trauma Jimin belumlah sembuh total, ada sebuah ketakutan dalam dirinya yang terlihat jelas. Yoongi tahu Jimin pasti membayangkan bagaimana jika mereka menikah lalu memiliki seorang anak. Kemungkinan yang di takutkan Jimin adalah sebuah perceraian atau mungkin perseteruan yang tak ada penyelesaian seperti yang terjadi pada kedua orang tua Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suicide Hotline
FanfictionMemiliki hubungan yang tak di sangka-sangka. Hanya karena kebutuhan dan kepedulian. Tapi di saat yang sama mereka tidak mengerti arti dari perasaan yang sesungguhnya. Hingga saat itu tiba Min Yoongi dan Park Jimin memilih tetap berdiri di zona nyam...