Attention!
Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata, beberapa adegan sedikit mendapat tambahan untuk kepentingan cerita. Ada beberapa adegan semi vulgar
Pada masa itu saat Jimin masih berumur 6 tahun, ia hanyalah anak yang penyendiri. Ia telah di masukan ke sekolah umum dan ia pun satu Sekolah bersama Kai.
Semua di laluinya dengan sangat baik, Jimin kecil sangat lah bahagia dengan kehidupannya pada saat itu. Orang tua yang sangat perduli dan perhatian padanya, semua keinginannya selalu terkabulkan.
Hingga suatu hari paman nya datang seorang diri kerumahnya, ia adalah adik dari ayahnya. Katanya ia ingin menumpang tinggal untuk sementara, ia begitu baik pada Jimin.
Terkadang akan mengantar Jimin sekolah, atau menemaninya main saat kedua orang tuanya sibuk bekerja.
Pamannya bukan lah seorang pengangguran, ia seorang pengusaha kecil yang sedang memperluas usahanya di Busan. Ia meminta izin untuk tinggal sementara di rumah keluarganya karena mungkin ia merasa lebih baik di sana di banding menyewa rumah baru.Satu tahun berlalu sekarang Jimin sudah kelas 2 Sekolah Dasar, pamannya masih tinggal bersama. Umurnya pun sudah berumur 7 tahun, walaupun umurnya bertambah tapi hanya teman yang tidak ada perubahan.
Pada umur itu lah masa buruk Jimin di mulai.
Suatu hari saat Jimin bersiap untuk pergi sekolah, ia bahkan sudah memakai sepatunya. Jimin masih menunggu pamannya di ruang tamu, kata sang paman ia harus menunggu sebentar. Lama Jimin menunggu hingga kemudian sang paman memanggilnya dan meminta bantuan padanya.
Jiminpun hanya menurut, ia mendatangi kamar pamannya. Saat memasuki kamar pamannya di lantai atas yang kebetulan bersebelahan dengan kamarnya, untuk kamar kedua orang tuanya berada di lantai bawah.
"Paman perlu bantuan apa?" Jimin menghampiri pamannya yang tengah berdiri dengan dasi menggantung berantakan, kepalanya mendongkak untuk menatap pamannya yang tersenyum.
"Jiminie jangan bersuara ya, nanti paman akan berikan hadiah untuk Jimin jika menurut." Jimin hanya dapat menurut, bahkan saat pamannya mulai menggendong dirinya ia tetap diam.
Dan saat itulah Jimin terkejut bukan main, pamannya mencium bahkan melumat penuh nafsu bibir Jimin yang berada dalam gendongannya. Jimin masih diam tak memberontak, otaknya masih terlalu polos untuk hal yang sangat intim seperti itu.
Entah berapa lama pamanya melakukan itu, hingga sang paman menurunkannya dan mengusap bibir bengkak Jimin dengan jemari besarnya "Jiminie jangan mengatakan ini pada siapapun ya, Jiminie pintarkan."
"Baik paman, Jiminie tidak akan mengatakannya pada siapapun." ujar Jimin dengan wajah lugunya, sedangkan sang paman sudah tersenyum licik.
Pelecehan Jimin terus berkelanjutan sekalipun sang paman sudah tidak tinggal bersama, terkadang pannya akan mencari kesempatan dengan mendatangi sekolah Jimin.
Jiminpun membuktikan ucapannya dengan tidak mengatakan nya pada siapapun. Bahkan pada Kai yang seorang teman terdekatnya.
Lalu di kemudian hari pamannya datang kerumah untuk menginap selama sehari. Kedua orang tuanya tentu menyambut dengan suka cita.
Sore itu Jimin tengah mandi dengan shower mengguyur tubuhnya, ia bahkan sudah membalur tubuhnya dengan sabun mandi. Hingga terdengar pintu kamar mandinya terbuka dan pamannya berdiri di sana dengan senyum yang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suicide Hotline
Fiksi PenggemarMemiliki hubungan yang tak di sangka-sangka. Hanya karena kebutuhan dan kepedulian. Tapi di saat yang sama mereka tidak mengerti arti dari perasaan yang sesungguhnya. Hingga saat itu tiba Min Yoongi dan Park Jimin memilih tetap berdiri di zona nyam...