X : Tentang rasa takut.

328 51 21
                                    









Or maybe we're taking all the risks
For something that is real
'Cause maybe the greatest love of all
Is who the eyes can't see








*







Yohan kerap memandangi Yena dari kejauhan, malah mungkin dia lebih sering menatap ke arah Yena daripada mengikuti obrolan temannya. Matanya mendelik ke setiap arah untuk memastikan bahwa Seungyoun tidak ada di dalam radar setelah menyadari beberapa orang dari angkatan Seungyoun ada di acara ini.

"Heh, kenapa lo?" Hangyul adalah orang yang menyadari gelisah Yohan. Wajar, Hangyul terlalu tahu semua tentang Yohan — bisa jadi, jauh lebih baik dari orangnya sendiri.

"Seungyoun mau ngejar Yena lagi kayaknya," jawab Yohan, matanya masih beredar ke segala arah kecuali ke arah Hangyul yang menatapnya terkejut.

"Hah? Seungyoun? Cho Seungyoun maksud lo?"

Hangyul menaruh gelas minumannya, tanda lelaki itu telah memberikan seluruh atensinya kepada sang sahabat. Menyadari itu, Yohan menghela nafasnya panjang sebelum menceritakan isi surat yang diberikan oleh Seungyoun — yang seharusnya sudah tersampaikan kepada Yena. Yohan juga menjelaskan bagaimana perasaan Yohan ketika membaca itu semua dan tentu saja, Hangyul ikut emosi ketika mendengarnya terlebih lagi ketika Hangyul melihat seseorang yang sedang dibicarakan berdiri di pintu masuk.

Hangyul buru-buru menepuk bahu Yohan, yang masih bercerita, lalu menunjuk ke arah pintu, "Orangnya dateng."

Amarah Yohan memuncak ketika tatapan mereka bertemu. Kalau tidak ditahan oleh Hangyul, mungkin Yohan sudah melempar tinju yang dari kemarin ingin ia lakukan kepada wajah tengil itu dan semakin dekat Seungyoun ke arahnya, semakin susah Hangyul untuk menahan Yohan agar tidak menyerang kakak tingkatnya itu.

"Han, tahan. Yena gak bakal seneng lihat lo berantem," bisik Hangyul selagi menahan badan Yohan yang sudah mulai berancang-ancang.

Meski hanya bisikan, kata-kata itu berhasil menahan Yohan dan amarahnya. Otot-ototnya mulai terasa merenggang lagi, nafasnya pun perlahan diatur agar dapat tenang kembali walaupun matanya kerap mengikuti pergerakan Seungyoun yang telah sampai di hadapannya.

"Tadi kayaknya gue liat tangan lo udah siap nonjok," Salah satu sudut bibir Seungyoun terangkat dengan matan yang menatap Yohan dari ujung kepala hingga kaki.

Tahan, Yohan. Tahan.

Seungyoun terkekeh dan kekehan tersebut terdengar jelas seperti sebuah ejekan di kuping Yohan, "Kalau lo yakin hubungan sama Yena itu bisa dilanjut ke jenjang selanjutnya, kenapa lo takut sama hadirnya gue?"

Yohan terdiam kaku. Cara bertanya Seungyoun sungguh santai, tetapi mengapa pertanyaan itu terasa berat dan sulit untuk di jawab. Seungyoun benar — musuhnya itu benar dan Yohan tidak suka ia benar. Kenapa dia harus merasa takut dengan kehadiran Seungyoun? Dia seharusnya percaya kepada Yena. Kecemburuan memang perusak dari segalanya.

"Kesian gue sama Yena," lanjut Seungyoun dalam menindas Yohan melalui kata-katanya, "Punya calon kok macam pecundang kayak lo. Mau jadi apa keluarga lo sama Yena nanti?"

"Lo jangan seenaknya ya kalau ngomong," balas Yohan, masih dengan amarah yang tertahan.

"Kalau lo bukan pecundang, seharusnya lo kejar Yena saat itu. Bukannya malah makai perempuan lain dan berakhir—"

HALF OF ME | yohan x yena.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang