• ENAM BELAS •

140 24 0
                                    

SMA Nusantara, Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


SMA Nusantara, Jakarta.

"Sam, ternyata bukan kita doang yang nggak percaya sama kematian Karen," tukas Stella senang. "Om Antoni kayaknya ada di pihak kita."

Jika ekspresi cewek berusia 16 tahun itu tampak sumringah dan antusias karena akhirnya mengetahui bahwa Om Antoni juga tidak semudah itu menerima kematian satu-satunya putri yang dimilikinya, Samuel justru menunjukkan kebalikannya. Cowok berusia 17 tahun itu terdiam mematung tapi sorot dimatanya jelas menyorotkan ketidakpercayaan.

"Sam, ada apa?" bisik Stella. "Muka lo kok kaya nggak senang gitu?"

"Ssst!" desis Samuel. Memberi kode agar cewek itu menutup mulutnya sekarang. Setelahnya, Samuel menunjuk sosok Om Antoni dan Pak Nandre dengan mengangkat dagu, kemudian mengarahkannya ke posisi dua pria dewasa itu berada.

Stella memicingkan mata ketika akhirnya Om Antoni diajak masuk ke ruangan kepala sekolah oleh Pak Nandre. Ia kemudian menoleh pada Sam dan memandangnya panik. "Gimana sekarang? Kita nggak mungkin masuk ke ruang kepala sekolah."

Samuel menggumam pendek dan menimbang-nimbang keputusan apa yang sebaiknya diambil oleh cowok paling popular di SMA Nusantara tersebut. "Gimana kalau kita tunggu di sini sampai mereka berdua pergi?"

"Kalau nggak pergi-pergi, gimana?"

"Emangnya mereka berdua mau ngapain di sekolah lama-lama, Stell?" Stella mengedikkan bahunya cepat. "Kita tungguin aja sebentar. Nanti kalau mereka berdua udah keluar, kita bisa diam-diam masuk dan liat juga rekaman cctvnya."

"Kalau ruangannya nanti dikunci, gimana?"

Mendengar Stella terus menerus melemparinya dengan pertanyaan yang terkesan pesimis, Samuel pun mendecak kesal dan menyilang kedua tangannya di dada. "Positif dulu dong, Stell. Lo nggak mau 'kan, usaha kita ini sia - sia doang?"

Stella kemudian memutar bola matanya malas dan membalikan badan. "Oke, sori." lalu tubuhnya yang sebelumnya berdiri, sengaja merosot jatuh hingga pada akhirnya terduduk di lantai dengan posisi bersila dan punggung yang bersandar pada dinding di belakangnya. "Kaki gue mulai lecet, soalnya pakai flatshoes baru," ucapnya menjelaskan.

Karena Samuel sontak menatapnya dengan heran ketika cewek itu akhirnya memilih untuk duduk di atas lantai yang dingin. Melihat sahabatnya tampak nyaman dengan posisi duduk tersebut, Samuel pun mengikutinya. "Lo emangnya tadi mau apa ke rumah Karen?"

Stella membulatkan mulutnya dan mengangguk - anggukan kepalanya. "Gue tadinya mau main aja. Lo tahu nggak kalau Karen itu balikin semua barang-barang yang pernah gue kasih ke dia, lho," kata Stella. Ia lalu tersenyum getir. "I know she's my best friend, tapi gue nggak benar-benar tahu perasaan dia yang sebenarnya kaya gimana. Entah dia beneran peduli sama gue atau dia sebenarnya benci, tapi nggak enak aja nunjukkinnya karena kita ini ber title, you know ... bestfriends."

BESTFRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang