• DUA PULUH SATU •

143 22 3
                                    

Tujuh Belas Hari Setelah Kematian Karen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tujuh Belas Hari Setelah Kematian Karen.

SMA Nusantara, Jakarta.

Stella membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari keran wastafel lalu memandangi pantulan wajahnya yang pucat dari cermin berbentuk persegi di hadapannya. Sesekali cewek itu menepuk-nepuk kedua pipinya seperti ingin membangunkan diri sendiri dari mimpi panjang yang tak berkesudahan.

Ia pun mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan mengusap wajahnya yang basah dengan lembut. Matanya yang hitam dan bulat, menatap pantulan dirinya dengan muram. Tidak ada semangat berbinar dari sorot matanya yang sayu. Bahkan wajahnya tampak lebih buruk dengan kantung hitam yang tercetak jelas di bawah matanya.

Stella mengembuskan napas berat dan melempar tisu yang sudah digunakannya ke dalam tempat sampah kecil di bawah wastafel. Ia menatap lurus-lurus matanya sendiri dalam cermin dan berkata, "Karen, what's wrong with you?"

Sebelum akhirnya cewek yang menggunakan bandana putih itu memutuskan untuk pergi dari toilet perempuan ketika pertanyaannya tak kunjung terjawab. Stella sudah hampir putus asa sekarang. Harapannya untuk menguak kebenaran di balik kematian Karen tampaknya sia-sia saja. Bukankah pada akhirnya Stella hanya akan berakhir dengan mencurigai semua teman-temannya termasuk dirinya sendiri? Stella sudah dipermainkan oleh rasa penasarannya sendiri.

Ketika hendak masuk ke kelas, suara gaduh dari arah lapangan berhasil menarik perhatiannya. Netra hitam Stella juga menangkap seluruh siswa SMA Nusantara yang baru sampai di sekolah langsung berlarian ke arah lapangan setelah membaca sesuatu dari ponsel mereka.

Penasaran, Stella pun ikut merogoh ponsel dalam saku roknya dan buru-buru memeriksa laman sosial media sekolah.

Pasti ada yang tidak beres.

Dan benar saja. Stella menemukan foto Clara yang dicoret dengan huruf X berwarna merah di sana. Namun yang lebih mengejutkannya adalah karena tulisan yang menyertai foto itu berkata, 'Best friend not best friend. Karena kamu, Karen akhirnya mati.'

Dahi cewek berusia 16 tahun itupun berkerut dalam. "Clara?! Apa-apaan ini?" Sebelum akhirnya Stella ikut berlari menuju ke tengah lapangan seperti siswa lainnya.

Tubuh kurusnya berusaha menerobos kerumunan siswa lain yang sudah lebih dulu mengambil posisi terbaik mereka sampai akhirnya Stella berhasil mendekat ke jajaran terdepan dan suara Ganisa menelisik masuk ke dalam telinganya.

"Attention, please!" Ganisa menepuk kedua tangannya sebanyak dua kali sampai orang-orang di sekitar Stella berhenti berbisik dan perhatian mereka semua hanya tertuju pada Ganisa, Helena dan Sera yang kini berdiri mengitari Clara yang duduk terikat di tengah lapangan. Cewek berambut ombre itu lantas mengangkat dagunya dengan angkuh dan mendelik jijik pada Clara yang tidak berdaya. "Kalian semua pada bikin rumor kalau Karen mati gara-gara di bully sama gue. Tapi kalian nggak tahu, 'kan apa alasan Karen yang sebenarnya mengakhiri hidupnya kaya gitu?"

Stella mengerutkan kening, berusaha memahami situasinya.

Jika dulu Stella dan Karen mungkin akan langsung berlari menyelamatkan Clara dari aksi ganasnya, kali ini lain cerita. Karen sudah tiada dan Stella harus menemukan kebenarannya. Apapun, sedikit saja, Stella benar-benar berharap ada harapan untuk mewujudkan keinginannya agar dapat menguak kematian Karen yang sebenarnya.

Lalu terdengar suara Ganisa yang melanjutkan, "Seperti yang kalian kenal, Karen itu anak baik dan pintar. Nilai-nilainya bikin seantero SMA Nusantara iri, 'kan?" Meski menyuarakannya dengan lambat dan lembut, Stella bisa merasakan tubuhnya merinding hanya dengan mendengar satu persatu kalimat-kalimat itu. Karena semua yang keluar dari mulut Ganisa adalah tentang Karen. Stella menjadi gugup sekaligus takut karenanya. "Sayangnya, Karen itu nggak punya kepercayaan diri. Dia punya mental yang lemah dan mudah goyah."

Mental yang lemah?

"Karen selalu takut kalau nilainya turun dan nggak dapat peringkat di kelas," sambung Ganisa. "Menurut kalian, apa yang akan terjadi sama Karen kalau tiba-tiba nilai dia turun dan nggak dapat peringkat di kelas?"

Mendengar Ganisa membahas kelemahan sahabatnya, Stella pun mendorong beberapa orang di depannya untuk bisa maju dan sampai ke hadapan Ganisa. Ia berdiri dengan berani, memandangi ketiga seniornya dengan tatapan tak suka.

"Nilai Karen, bukan urusan kalian semua," tandasnya dingin. "Lagipula, Clara nggak ada sangkut pautnya sama nilai Karen. Mending kalian semua bubar sekarang!"

Bukannya takut, Ganisa dan kedua dayang-dayangnya justru menertawakan ucapan Stella barusan. Membuat cewek dengan ransel merah kecil di belakang punggungnya itu geram seketika. "Astaga, Stella. Lo nggak tahu atau bodoh, sih?" tanyanya sarkastik. Ia lalu menghampiri Clara dan menarik rambutnya ke belakang hingga wajah cewek berambut pendek yang sebelumnya tertunduk tak berdaya itu kini mendongak ke arahnya. "Teman lo ini udah ngelakuin kesalahan besar sama Karen."

Stella mendengus pendek dan melipat kedua tangannya di dada. "Kesalahan apa lagi sekarang? Gue tahu kalau Clara itu orang terakhir yang ngobrol sama Karen di hari dia menghilang, tapi Clara nggak ada sangkut pautnya sama kematian Karen!" jawabnya bersikukuh. "Jadi lebih baik lo lepasin dia sekarang juga."

Ganisa mengedikkan kedua bahunya acuh dan menyilang kedua tangannya di dada. "Stella, I will tell you a secret, the untold secret that you never imagine before."

"Sa, udah ya. Udah cukup," timpal Stella tegas. "Nggak ada satupun kata yang keluar dari mulut lo yang bakal gue percaya. Jadi, mendingan lo tutup aja mulut berbisa lo itu."

Semua siswa di sekitar lapangan tidak bisa berhenti berbisik, berasumsi dan membicarakan pemandangan yang kini dapat mereka saksikan dengan jelas. Beberapa dari mereka bahkan merekam aksi tersebut dan menyiarkannya secara langsung di laman sosial media mereka masing-masing.

"Stella ... lo beneran nggak tahu kelakuan busuknya Lala?"

"Ganisa, I warn you."

Cewek dengan kardigan putih yang membalut seragam putih abunya itu kemudian melihat Helena dan Sera yang berdiri di sebelah kanannya bergantian sebelum akhirnya ia mengedipkan satu matanya dan kedua dayang-dayangnya itu menganggukkan kepala. Seperti sebuah kode yang hanya dimengerti oleh mereka bertiga.

Dan saat itu juga, semua siswa di lapangan dibuat heboh dengan sebuah video yang muncul di laman sosial media sekolah. Kegaduhan pun tak terelakkan lagi. Semua siswa SMA Nusantara tampak heboh dan benar-benar terkejut.

Pemandangan ini cukup untuk membuat Stella mengernyitkan kening dan menatap orang-orang di sekelilingnya dengan penasaran.

"Cek aja di hape lo," kata Ganisa. "Lo bisa tahu kelakuan busuk apa yang udah dilakuin Lala ke Karen di belakang kalian semua."

Stella mengalihkan pandangannya ke Clara, berharap sahabatnya itu akan berkata sesuatu atau menyangkal apapun yang dikatakan oleh senior iblis di hadapannya itu. Namun Clara justru terus menundukkan kepala dan menangis. Sama sekali bukan reaksi yang diharapkan oleh Stella.

Ia pun memutuskan untuk melihat sendiri apa yang sebenarnya membuat siswa lain sangat heboh dan terkaget-kaget begitu.

"Ap--apa ini?"

Ganisa menganggukkan kepalanya dan menyeringai penuh kemenangan. "Clara adalah orang yang nuker jawaban ujian punya Karen sampai akhirnya Karen dapat nilai jelek dan depresi, lalu ... you know the ending, right? Yap. Bunuh diri." []

BESTFRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang