• DUA PULUH TUJUH •

140 19 1
                                    

Delapan Belas Hari Setelah Kematian Karen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Delapan Belas Hari Setelah Kematian Karen.

SMA Nusantara, Jakarta.

Cewek berwajah bule itu lantas menyeka kedua air mata yang membasahi pipinya dan tersenyum tipis kepada Juna. "Yes, I am fine," katanya yang juga lalu meyakinkan teman-teman di sekelilingnya. "Sori, gue sedikit emosional hari ini."

"Stell, kalau lo ada masalah, sebaiknya lo cerita aja," timpal Clara lembut. Ia lalu melihat Juna, Samuel dan Dimas bergantian. "Walaupun kita punya kesibukan masing-masing, tapi bukan berarti kita nggak peduli sama lo."

Stella tertawa geli dan menganggukkan kepalanya. "Gue nggak apa-apa deh. Serius. Cuma tiba-tiba jadi kesel aja soalnya kalian ngebahas orang tua gue."

"Lo ... lagi ada masalah sama mereka?" tanya Samuel ragu-ragu.

Yang justru dibalas santai dengan Stella. Ia mengangkat kedua bahunya dan melipat kedua tangannya di dada sebelum menyorot tepat ke mata cowok kelahiran November itu. "Sebenarnya sih nggak ada masalah juga ya," ucap Stella tak yakin. "Cuma kemarin Papa gue berangkat ke luar negeri buat urusan bisnis dan Mama jadi sibuk gitu ngehandle pekerjaan yang di Jakarta, bukan masalah besar emang. Tapi gue lagi sensitif aja belakangan ini."

"Sori," kata Clara menyesal. Bagaimanapun juga, dialah orang pertama yang membahas soal hari ulang tahun pernikahan orang tua Stella hingga cewek itu merasa tidak nyaman. "Gue benar-benar nggak tahu, Stell."

"Gue juga minta maaf soalnya tadi jadi tiba-tiba semangat aja gitu pas ngomongin kapal pesiar," tambah Dimas. Cowok sipit itu lantas melihat keempat temannya bergantian dan menggaruk tengkuk lehernya dengan canggung. "Soalnya tahun lalu itu tahun yang paling berkesan buat gue. Kita lagi akrab-akrabnya dan sering hangout bareng. Beda banget sama situasi kita sekarang."

Samuel pun mengangguk setuju dan menyahuti perkataan Dimas. "Benar juga ya. Gue juga sekalian mau minta maaf deh sama kalian, semenjak Karen meninggal, gue jadi jarang hubungi kalian.

Soalnya, setiap kali kita kumpul gini dan sadar Karen udah nggak bisa ikutan gabung kaya gini, perasaan gue suka nggak enak aja gitu. Kaya ada sesuatu yang hilang gitu."

Setelah cowok berzodiak scorpio itu menyelesaikan kalimatnya, Samuel, Dimas, Stella dan Clara sontak menoleh ke arah Juna yang tampak sedang asyik menyedot es teh manis kesukaannya. Sehingga cowok yang dikenal sebagai berandalannya SMA Nusantara itu pun mengernyitkan dahinya dalam-dalam. Menatap satu persatu temannya dengan eskpresi heran. "Kenapa lo semua pada ngeliatin gue? Gue harus minta maaf juga?"

Namun keempat orang itu hanya diam dengan ekspresi datar sehingga membuat Juna bangkit setelah menyedot habis sisa minumannya dan melenggang pergi begitu saja meninggalkan kantin.

Membuat Dimas dan Clara dengan kompak mendesah kesal karena kelakuan Juna yang tidak pernah berubah;minim empati. "Juna tuh manusia atau robot, sih? Datar banget kaya triplek," gerutu Clara sebal. "Padahal di antara kita, jelas dia tuh yang paling banyak bikin dosa."

"Udah, udah, Ceu, jangan emosi," kata Dimas menghibur. Ia lantas kembali melihat Stella yang kini tengah mendengus geli di tempatnya. "Eh, Stell, terus sekarang lo sendiri dong di rumah?"

Cewek yang hari ini membiarkan rambutnya terurai ke punggung itu menggeleng dan tersenyum lembut. "Enggak. Ada Bi Ina sama penjaga rumah juga," terang Stella. "Terus setiap jam berangkat sekolah sama pulang sekolah, ada supir baru Papa."

"Rumah segede gitu cuma ada kalian berdua tuh rasanya sepi nggak, sih?" Clara melihat Samuel dan Dimas, meminta persetujuan. "Gimana kalau misalnya malam ini kita semua nginep di rumah lo? Ya itung - itung nemenin lo sekalian ngerayain ulang tahun pernikahannya Om Jeff sama Tante Dania.

Gue bisa bawain film-film baru buat kita tonton bareng terus Samuel sama Dimas bisa beli camilan dan makan malam buat kita semua. Gimana gimana? Bagus nggak ide gue?"

Samuel langsung mengangguk mengiyakan. Lagipula besok semua guru akan mengadakan rapat untuk persiapan ujian para senior dan seluruh siswa SMA Nusantara diliburkan secara mendadak, jadi dia tak punya alasan untuk menolaknya. "Gue bisa beliin kalian pizza. Katanya mereka baru ngeluncurin varian baru gitu," sambung Samuel antusias.

"Iya, karena besok libur, kayaknya gue juga bisa ikutan," timpal Dimas tak kalah bersemangat. "Kalau sehari nggak latihan gambar, kayaknya bukan masalah besar juga buat gue. Jadi, gue udah pasti join sama kalian."

Namun sang empunya rumah justru menunjukkan ekspresi kurang setuju di wajahnya. Bukankah merayakan sesuatu untuk orang yang bahkan tidak bisa datang hanyalah sesuatu yang sia-sia saja? Stella kemudian berpikir untuk mencari cara agar teman-temannya tidak jadi menginap di rumahnya dan berkata, "Tapi aneh nggak sih kalian ngerayain ulang tahun pernikahan orang tua gue, tapi yang ulang tahunnya juga nggak ada?"

Clara tiba-tiba menjentikkan jarinya di udara dan tersenyum lebar. "Justru itu uniknya. Kapan lagi coba kita bisa kumpul-kumpul kaya gini? Gimana kalau udah makan dan nonton, kita bikin secret night kaya tahun lalu?"

Secret Night? Jangan jangan ini soal ...

"Ah, nggak mau!" tolak Dimas dengan cepat. "Terakhir main gituan, kalian semua jadi tahu kalau gue ini anak musisi yang sama sekali nggak berbakat jadi musisi."

Namun cewek berambut pendek yang masih setia duduk di sebelahnya buru-buru menyenggol lengan Dimas dengan lengannya sendiri. "Tapi kita semua kan udah tahu kalau lo punya bakat lain yang nggak kalah keren daripada jadi musisi," goda Clara. "Iya, 'kan, Sam?"

Samuel terkekeh geli dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue juga setuju tuh. Apalagi kita udah lama banget nggak saling sharing cerita, mungkin kalau ada secret night kita bisa...," Gue bisa tahu siapa di antara kalian yang ngebunuh Karen. "tahu masalah masing-masing dan cari solusi sama-sama," tutur Samuel bijak.

Hanya dengan mendengarnya saja, Stella sudah merasa senang. Ia pun buru-buru menggebrak meja di hadapannya hingga membuat Dimas, Clara dan Samuel menoleh ke arahnya karena terperanjat kaget. Stella yang ditatap dengan ekspresi terheran-heran oleh ketiga temannya itu lantas menyunggingkan senyum di bibirnya yang tipis dan menunjuk ketiga temannya bergantian dengan menggunakan jari telunjuk. "Elo, elo, elo dan berandalan itu, kalian semua harus pastiin kalian datang dan nginap di rumah gue malam ini.

Karena apa? Karena gue akan bikin pesta yang seru malam ini. Kalian setuju, 'kan?"

Clara tersenyum lega dan mengangguk setuju. "Pastinya. I'm in," katanya sembari mengangkat tangan di udara.

Yang kemudian disusul oleh Samuel si cowok paling santai di antara mereka semua. Ia juga mengangkat satu tangannya di udara dan berkata, "I'm in."

Stella menoleh pada Dimas dan mengangkat kedua alisnya penuh harap. Hingga membuat kedua alis milik cowok bermata sipit itu terangkat sesaat sebelum akhirnya ia pun tersenyum sembari berseru, "I'm totally in, guys!" hingga membuat mereka berempat tertawa seketika.

BESTFRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang