Perihal menunggu, mengapa rasanya begitu menyesakan? Disini, apa aku yang terlalu menunggu dengan penuh harap, atau kamu yang tidak tau dan tidak mau tau?
—000—
Dokter laki-laki muda membuka sedikit baju seragam putih yang dikenakan oleh si pasien, mencoba melihat seperti apa keadaan punggungnya.
Seorang cowok menahan pergerakan tangan tersebut, “Emang harus sampe di buka, bajunya?” tanyanya, mata itu menyorot tajam mengintimidasi tatapan balik si Dokter.
Takut jika melakukan hal-hal tidak terpuji kepada pasiennya.
Billy menggelengkan kepalanya, bisa-bisanya sahabatnya sangat posesif di keadaan seperti ini.
“Astaghfirullah, nyet. Dokter perlu kali ngeliat keadaan punggung Fradylla cantik. Gimana kalo ada luka?” terang Billy kepada Natta yang berdiri membelakanginya.
Cowok itu melirik tajam, “Tap—,”
“Apaan? Lanjut aja, Dok. Kasian Fradylla.” Billy memotong cepat ucapan tertahan Natta.
Cowok itu mendengus pasrah.
Oke. Buang dulu rasa cemburu lo, Fradylla butuh Dokter sialan itu sekarang!- batin Natta menenangkan.
Dokter menampilkan senyum maklum.
“Tenang, Natt. Ada gue juga kali disini.” Liana ikut berkomentar, tentang kekhawatiran cowok yang selalu bertingkah berlebihan jika menyangkut sahabat barunya.
“Natta, hei. Aku gapapa. Lagian kan disini aku gak sendiri, ada Liana dan kalian juga.” Fradylla menjelaskan, wajah yang biasa menampilkan raut datar itu masih nampak jelas perasaan cemas dan tidak terima?
Fradylla benar.
Si bungsu Pramuadjie itu mengangguk dan tersenyum singkat. Senyum paksaan supaya Fradylla percaya.
“Oke. Lanjut, Dok!” titahnya tidak sabaran.
Dokter segera melaksanakan perintah langsung dari anak si pemilik Yayasan, sangat hati-hati. Takut jika pandangan yang masih menyorot tajam kearahnya akan membanting tubuhnya, jika salah langkah sedikit saja.
Gadis cantik yang menjadi pasiennya pasti sangat berarti di hidupnya.
Keempat laki-laki berparas tampan melotot sempurna, tatkala melihat punggung putih bersih yang nampak jelas kemerahan milik Fradylla, terbuka sedikit. Karena Sang Dokter tengah memeriksa dibagian yang terkena kuah panas.
Billy yang terkenal dengan predikat buaya serta keplayboyannya, meneguk salivanya susah payah.
“Mulpis, anjay. Mulus pisan!” kekagumannya seketika mendapat pelototan marah dari si manusia es.
“Tutup mata lo, sialan!”
Devano dan Rayhan berdeham gugup saat mendengar suara geraman bernada amarah, pandangannya berusaha sebisa mungkin menatap kearah lain. Apa saja, asal bukan punggung putih itu. Takut jika sahabatnya salah arti.
Billy menampilkan wajah bodoh saat sahabatnya menatap garang.
Natta bergerak, menutup pemandangan indah nan gratis itu menggunakan seragam kemeja putih miliknya yang sedari tadi disampirkan di bahu Fradylla.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR NATTA : The First & True Love
Fiksi Remaja[April 2020] Pahamilah perubahan sifatnya, layaknya cuaca yang mudah berubah-ubah. Sebab, dirinya pernah jatuh dan patah hati dalam kurun waktu yang bersamaan. - Dear Natta 2020 ☔