[Dua Puluh Empat | Indira] Memiliki Kehilangan

97 24 11
                                    

Dua Puluh Empat | Indira

Memiliki Kehilangan

Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya

-Letto, Memiliki Kehilangan

Bagaimana mengatakannya?

Semuanya memang benar merupakan kesalahanku. Aku yang terburu-buru memutuskan sesuatu hanya karena perasaan tertinggal sendiri seharusnya nggak melibatkan Cindy yang dramatis dan spontanitas. Aku mungkin harus langsung bicara dengan Arka yang jelas lebih logis. Namun, kedatangan Panji yang sepertinya merupakan upayanya mengajakku keluar di tengah kesibukan rutinitas kami juga tidak tepat waktu.

Setelah kontrak kerja sama selesai, kami memang langsung disibukkan oleh rutinitas. Jangankan makan malam di penghujung minggu selayaknya pasangan baru lain, untuk saling mengabari saja sudah cukup sulit. Pekerjaan kami memang nggak mengizinkan kami untuk dengan mudah mengecek ponsel. Dan mungkin itu alasan-jika bukan karena dia marah padaku-Panji belum membalas pesan yang aku kirim dari kemarin.

[Indira]

Panji, aku salah

Tapi apa nggak bisa kamu balas pesan ini?

Kita harus bicara

Masih sibuk, ya?

Kabari kalau kamu udah luang. Aku kasih tau semuanya.

Aku melemparkan ponsel sembarang ke atas meja. Berada sendirian di salah satu kelas piano yang sudah usai, aku menatap pada sheets yang belum tersusun rapi. Semuanya terlihat berantakan sekarang. Panji yang salah paham, Cindy yang tak mau bicara padaku bahkan saat di rumah.

Penyesalan selalu datang terlambat.

Satu lirik yang aku tulis. Seperti kata Arka, kami memang bermain dengan perasaan dan kadang perasaan itu sendiri yang balik menyerang. Nggak jarang kami menuangkan curahan colongan dalam bait-bait kami. Namun kali ini, aku masih nggak berhasil menemukan padanan bait dan baris baru untuk satu kalimat yang sudah tertulis sejak tiga hari lalu.

Rasa sayang ini, apa cuma ilusi?

Aku mencoretnya lagi hingga kertas itu tak menyediakan ruang kosong lagi karena tenggelam oleh coret-coretanku. Apa perasaan senang yang kurasakan beberapa minggu lalu benar ilusi? Hanya karena perasaan emosional semata atau memang karena kami saling sayang? Aku nggak menemukan jawabannya....

[Panji]

Aku di Echos, kalau mau ketemu

Sebuah tampilan notifikasi berisi pesan baru membuat bersegera membukanya. Lalu mengumpat. Sudah jam empat. Satu jam sebelum Echos tutup dan kalau keadaan seperti macet menjebakku, aku nggak tahu bagaimana kelanjutan hubungan kami.

*

Dengan napas berantakan dan lutut yang gemetar karena berlari mengejar waktu, aku sampai di depan ruangan Panji. Dengan tiga kali ketukan, ia mempersilakanku untuk masuk.

Dia terlihat baik-baik saja, tetap rapi dan wangi serta handuk yang ia sampirkan di bahu karena rambutnya yang basah. Hanya ekspresinya yang jelas mengatakan sebaliknya: ia tidak senang mendapatiku lari untuknya.

"Panji," dengan napas terjepit, aku berusaha menjaga napasku, "aku mau jelasin semuanya sekarang."

Ia mengguman. Masih dari balik mejanya. "Aku dengar."

Let It BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang