IV

117K 7.6K 186
                                    

Buat para ibu-ibu atau semua perempuan yang kelak akan menjadi ibu, aku mau ngucapin selamat hari ibu buat kalian semua. Tetaplah menjadi wanita yang lembut sekaligus kuat ya!

Sebelumnya aku mau ngucapin makasih banyak buat temen-temen yang udah baca, dan meninggalkan jejaknya di cerita ini. Sampe-sampe cerita ini jadi no. #3 di General Fiction. Thank you so much, guys!!!

Oke ga mau basa-basi terlalu lama. Happy Reading!

==============================================

Desta berkutat di dapur saat pagi hari demi menyiapkan sarapan untuk suaminya yang ingin bekerja. Jam 5 pagi dia sudah bangun dan langsung ke dapur. Dia belum mandi karena baju gantinya ada di kamarnya, sedangkan pintu kamarnya masih dikunci lalu kuncinya masih ada ditahan oleh Arief. Desta ngga berani ngebangunin Arief, dia juga ngga tega.

Di minggu-minggu awal pernikahan mereka, Desta selalu bersikap menjadi seorang istri yang baik, seakan mereka menikah dengan landasan cinta yang kuat. Desta menyiapkan sarapan, membawakan bekal, mencuci dan menyetrika pakaian suaminya. Walaupun ada pembantu, tapi khusus untuk keluarga kecilnya ia lakukan sendiri. Pembantunya hanya ditugaskan untuk belanja, menyapu, mengepel dan membereskan rumah.

Namun, itu hanya berlaku saat minggu-minggu pertama. Karena minggu-minggu setelahnya, Desta tidak pernah masak lagi. Dia selalu bangun siang karena setiap malamnya ia tidak bisa tidur karena gelisah, tulangnya seperti remuk karena Litha selalu saja membuat ulah setelah seisi rumah terlelap.

Lagipula, Arief tak pernah memakan hasil masakannya. Mulai dari sandwich, roti bakar, nasi goreng, sampai Desta bangun pagi demi membuatkan nasi kuning kesukaan Arief pun, sama sekali tak pernah disentuhnya. Desta hanya membuang bahan makan, buang tenaga dan buang tisyu karena menangis usahanya tak dihargai. Tapi, Desta tak pernah menampakan sisi lemahnya dihadapan Arief pastinya.

"Ngapain di dapur?"

Suara bas itu menginterupsi kegiatan Desta. Ia mematung ditempatnya. Tak berani menoleh ke belakang, walaupun dia tau itu suara Arief bukan suara setan. Menurutnya, tertangkap basah menyiapkan sarapan untuk Arief lebih menyeramkan dibanding kuntilanak, genderuwo, atau teman-temannya yang menemani Desta pagi buta begini.

"Buat sarapan, hm?"

Desta hanya mampu menelan ludahnya saat suara itu kembali berbunyi. Bahkan tangannya pun sudah terasa kaku. Asap yang mengepul diatas panci penggorengan yang timbul akibat minyak yang dipanasi untuk menggoreng-pun bagai tak terlihat.

Arief mendekat, nafasnya yang hangat sudah terasa ditengkuk Desta yang kosong karena rambutnya dikuncir. Arief semakin mendekat, tangannya sengaja menyentuh pinggang Desta dan merasakan tubuh wanita itu --istrinya-- menegang seketika. Arief menyeringai. Dimatikan kompor itu karena asap di panci penggorengan sudah mengepul terlalu banyak, bahkan disekitar lingkaran minyak itu sudah menghitam karena gosong.

"Tak perlu repot-repot," ucap Arief dengan suara rendahnya. Dengan cepat ia membalik tubuh Desta, dan mengangkat dagu gadis itu agar mata mereka bertemu. "Karena makanan itu akan berakhir di tempat sampah," lalu Arief melepaskan pegangan tangannya.

Kata-kata Arief barusan jelas menohok hati Desta.

"Jangan banyak berharap, aku minta kamu tidur sekamar denganku karena Odi yang memaksa, bukan kemauanku" Arief mengucapkannya dengan nada datar dan wajah yang terlihat sangat keras.

Diraih tangan gadis yang masih saja mematung, menyembunyikan rasa sakit yang kian lama kian menggerogoti hatinya.

"Ini kunci kamarmu,"

Bukan Pernikahan Impian ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang