Twelve : Bye

108 17 2
                                    

Hari-hari di kampus sekarang benar-benar beda, yang natapin gue sekarang sih gak ada lagi. Ada sih, cuma beberapa aja, yang mana gak pernah gue tanggapin.

Hari ini tadi, Eunha gak masuk kelas dan kata nya izin. Gue bingung, kata nya ketemuan di perpus, ini dia gak turun gimana dong? Atau Eunha sengaja bolos? Separah ini masalah nya untuk Eunha?

"Oh iya, Ju?" Gue menoleh ke arah teman gue, nama nya Chaeyeon, lumayan dekat sih sama gue. Tapi gak sampai kayak Eunha.

"Kenapa?"

"Semangat! Jangan dengarin apa kata orang, ini hidup lo dan mereka bukan siapa-siapa, kerjaan nya cuma bisa komentar. Gue tau ini sulit, tapi gue yakin lo bisa selesaikan semua nya. Gue pernah kok kayak lo. Intinya, jangan emosi dan rendam rasa egois lo. Yang lo pikirkan sekarang, semua masalah harus selesai tanpa ada yang pergi sekalipun. Figthing Yuju! Gue selalu ada buat lo kok."

Gue tertawa begitu melihat Chaeyeon mengepalkan tangan nya ke atas, memberi gue semangat. "Hahaha, makasih Chae, gue bakalan semangat terus kok. Gue duluan ya,"

"Iya, jangan lupa kalau ada gue yang selalu siap jadi sahabat lo." Gue hanya mengacungkan jempol, dan berjalan keluar kelas.

Sekarang jam masih menunjukkan pukul 12 siang, gak papa deh lewatin makan siang. Gak bakal mati kok gak makan sekali.

Tujuan gue sekarang adalah perpustakaan, mendatangi Eunha disana. Jantung gue sudah gak karuan aja dari tadi, segala pikiran muncul di otak gue. Didepan pintu, gue diam sebentar. Guna mentralkan detak jantung gue dan nafas gue yang sedikit memburu.

Setelah siap, gue memutuskan masuk. Gue tau kebiasaan Eunha kalau di perpus, dia pasti di pojok, di tempat biasa nya. Perpus sekarang lumayan sepi, hanya ada penjaga dan beberapa mahasiswa lainnya. Segera gue bergegas ke tempat Eunha berada. Dan benar dugaan gue, Eunha disana, telinga nya ia sumpali earphone mata nya sibuk membaca buku. Mungkin mata pelajaran yang gue pelajari tadi, mengingat Eunha gak masuk.

Mendengar suara deritan kursi, Eunha menoleh pada gue. Gue lebih memilih duduk didepan nya, membereskan barang bawaan gue dan kembali menatap Eunha yang saat ini tengah menatap gue dengan mata bulat nya. Dulu, mata itu selalu bersinar, sekarang benar-benar gelap dan menyorot gue dengan mata kekecewaan nya, raut wajah nya datar, bahkan senyum yang selalu gue lihat sudah gak ada lagi.

Gue menghela nafas berat, memejamkan mata beberapa saat kemudian menatap Eunha kembali. Tatapan nya masih sama, benar-benar bukan Eunha sekarang ini.

"Gue sama Dokyeom gak pacaran, tapi ... gue di jodohin Na."

"Dan selama ini lo sembunyiin dari gue? Maksud lo gimana? Mau bikin gue kecewa karena rahasia lo, begitu?"

"Gue gak ada maksud lain Na, gue cuma takut lo marah sama gue. Gue takut lo benci sama gue, kecewa sama gue--

"Dan gue sudah kecewa sama lo Ju, gue kecewa karena lo sembunyiin masalah ini sama gue. Padahal lo bisa kasih tau gue dan jelasin semua nya. Mungkin gue bisa ngerti saat itu, tapi sekarang? Hati gue sakit Ju!"

"Maaf Na, waktu itu pikiran gue lagi dongkol-dongkol nya. Gue gak bisa mikirin hal lain, selain nyembunyiin masalah ini. Maaf banget Na, Maaf."

"Lo sudah tunangan sama Dokyeom? Cincin itu tandanya?"

Gue mengangguk, "iya, gue gak bisa nolak permintaan Orang Tua gue saat itu."

"Kalau gue minta lo selesai sama Dokyeom gimana?"

Gue diam, gak percaya kalau Eunha bisa senekat itu minta sama gue?

"Ckk! Gue tau lo sudah sayang sama Dokyeom. Sudah lah, gue capek Ju. Gue butuh sendiri, makasih penjelasan nya. Gue pergi."

Bye!✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang