Semuanya berlalu begitu cepat, kehidupan gue sekarang benar-benar berbeda. Entah pada percintaan, persahabatan dan kekeluargaan. Untuk percintaan sendiri, gue masih dibuat bersyukur karena sampai sekarang gue masih bersama dengan Dokyeom, sikap dan sifat nya pun masih sama pada gue. Kami tidak ada bedanya, masih sama-sama suka bertengkar karena masalah kecil atau Dokyeom yang tiba-tiba suka berubah menjadi manis, apalagi ketika mood gue sedang dalam keadaan tidak bisa di ajak kompromi, Dokyeom akan selalu ada buat gue di saat itu.
Masih tetap sama kan? Bedanya gue tidak menceritakan nya pada kalian karena hidup gue sekarang sudah benar-benar bahagia dengan Dokyeom. Dan perlu kalian tahu bahwa tinggal beberapa minggu lagi gue dan Dokyeom akan melangsungkan pernikahan karena sudah sama-sama selesai dengan kuliah dan berhasil bekerja. Kami sudah cukup umur.
Kemudian ada persahabatan. Tentu saja hal ini menyinggung persahabatan gue dengan Eunha yang sampai sekarang masih seperti itu, walau kami terhalau jarak tapi kami masih tetap berkomunikasi dengan baik. Selain Eunha, gue juga berteman baik dengan Mingyu, mana mungkin gue melupakan Mingyu ketika dia sendiri masih berteman dengan Dokyeom. Apa yang gue rasakan ketika bersahabat dengan kedua orang yang masih sama-sama menjaga jarak selama beberapa tahun? Sedih tentunya, apalagi keduanya berteman dengan gue dan Dokyeom. Gue terkadang frustasi ketika melihat keduanya, tapi dengan baik gue tutupi dan lebih mengadu pada Dokyeom karena merasa gue lah penyebab mereka menjaga jarak seperti ini.
Walaupun Dokyeom tetap menyakinkan gue kalau itu bukan salah gue ataupun salah takdir dan dunia, tetapi karena ini sudah jalan dari garis hidup mereka. Gue benar-benar dibuat sedih karena hal itu.
Tapi, gue harus bahagia agar keduanya tetap bahagia, gue harus tetap memancarkan aura kebahagiaan kepada mereka supaya mereka sendiri tetap bahagia. Gue sendiri masih gak yakin mereka putus atau melupakan satu sama lain.
Dan terakhir, kekeluargaan tentunya. Semuanya termasuk Orang Tua gue dan Dokyeom, Eunha dan Mingyu, dan terlebih Dokyeom. Mereka semua lah simbol kekeluargaan gue sekarang. Bagaimana? Bisa dibilang gue bahagia kan? Gue gak perlu menceritakan hal lainnya bukan untuk memuaskan kalian kalau gue benar-benar bahagia sekarang. Itu semua sudah cukup menjelaskan kalau gue bahagia sekarang.
"Yuju!" Pekikan tersebut sontak membuat gue menoleh. Dokyeom, sosok yang sedari tadi gue cari keberadaan nya akhirnya memunculkan diri.
Gue berkacak pinggang tatkala dirinya sudah berdiri didepan gue dengan cengiran khas nya itu. Dasar keturunan kuda! Jangan sampai anak gue begitu.
"Lo tuh! Ih kesel banget gue. Katanya tunggu di kantin, tapi gak kembali. Lo tau gak sih gue di tatapin mulu karena pakai baju kerja sedangkan kita ada dimana? Dipanggil bu dosen lagi gue, pengen ngumpat aja rasanya." Cerocos gue tanpa sempat menunggu penjelasan Dokyeom. Benaran deh, gue kesal banget karena ditinggal di kantin sendirian. Katanya mau ketemu sama dosen nya disini, tapi malah melewati batas jam yang dia tentukan. Pengen banget muka nya gue cakar sekarang juga.
Gue galak, iya. Emang kok selain yang perubahan yang lain, gue juga lebih gampang marah. Entahlah, gue juga gak tau kenapa.
"Ampun, nyonya besar marah." Sudah, begitu aja. Lee Dokyeom benar-benar...
"Jangan temuin gue tiga hari!" Sentak gue dan berlalu cepat meninggalkan Dokyeom yang masih sok merasa bersalah itu. Suka banget bikin gue emosi.
"Ju! Gue bercanda! Choi Yuju!" Gue mengabaikan segala panggilan yang Dokyeom lontarkan. Masa bodoh, dulu gue marah memang langsung luluh, tapi sekarang gak. Dia perlu di kasih pelajaran karena suka bikin gue emosi sampai rasanya aliran darah gue mau pecah.
Sret!
"Apa lagi?! Lepasin tangan gue!"
Gue sudah gak peduli lagi dari tatapan para mahasiswa yang lalu lalang. Emosi gue udah mengelabui diri gue sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye!✓
Teen Fiction'when yuju is faced with a difficult position. what should he do?'