Kisah Nayz dan Nam

31 4 2
                                    

Happy reading. Ini misterinya kita buka satu per satu ya. Maafkan alur cerita ini yang agak sedikit cepat, mungkin (?). Vote dan komen gengs.

***

Mereka memecahkan jendela yang terletak di kabin bagian depan. Bear meloncat dengan sigap, disusul oleh Sean dan Larissa. Kapal yang badannya bertuliskan SS COTOPAXI itu tampak tua. Mungkin terakhir berlayar di tahun 1920-an. Kapal itu hanya tersisa sebagian, selebihnya entah berada di mana. Mereka juga tidak tahu apa yang menyebabkannya bisa berada di lautan gelap seperti ini.

"Kita ke mana?" tanya Larissa. Tempat ini sangat sepi. Mereka tidak tahu di mana letak pastinya. Yang jelas lampu-lampu yang sebelumnya berjajar terang, di sini tampak jarang. Mereka hanya bisa mengenal satu sama lain, tidak lebih dari itu.

"Kita temukan stoples kita. Ambil tas dan kotak kaca yang diberikan oleh Laminad." Bear memberi usul. Dia mulai menatap sekitarnya dengan jeli, melakukan analisis secepat mungkin tentang arah arus air.

"Sepertinya di sana, Bear." Larissa menunjuk sisi di kanan mereka. "Aku masih ingat arah arus air saat pertama kali datang ke sini."

Bear mengangguk. Meski dia yang paling ahli dalam berhitung, tetapi saat terjun ke alam seperti ini, kemampuan Larissa yang paling berperan. Mereka menyusuri bebatuan tumpul. Beberapa kali terpeleset, tetapi dengan solidaritas tinggi mereka tangkas saling membantu. Saat Larissa hampir terjengkang, Bear segera menahan pinggangnya. Saat kaki Sean terluka, mereka berhenti dan beristirahat. Larissa mengeluarkan biji-bijian lain dari tas rajutan yang tak pernah ia lepaskan. Dengan hati-hati ia menggerus biji itu dan mengusapkannya pada kaki Sean. Larissa memang senang menanam tumbuh-tumbuhan, baginya tiap tumbuhan itu unik dan berguna-misalnya seperti saat ini.

Setengah jam berjalan, tiang-tiang lampu kristal yang mereka yakini terbuat dari posfor mulai tampak rapat. Anemon mulai terlihat, ikan-ikan kecil juga berenang menelan plankton. "Itu rumah Zyan." Sean menunjuk bangunan di depannya. Masih jauh, tetapi cukup untuk diserap retina mata mereka.

"Jangan berisik," ucap Bear. Mereka tetap melangkah apapun yang terjadi. "Kita harus berhati-hati dengan Zyan."

"Benar sekali. Aku juga curiga mengapa kita ditaruh di kapal tadi. Dia pikir kita tidak bisa menemukan keberadaannya? Atau justru dia ada rencana untuk memancing kita kembali ke sini? Apa kalian punya ide tentang apa yang aku katakan?" Larissa harus berbicara dengan setengah berbisik. Terlalu berisiko untuk berbicara nyaring.

Bear menggeleng. Pikirannya buntu. "Nanti kita pikirkan lagi. Yang jelas sekarang, sepertinya Zyan sedang pergi. Hewan laut kembali berenang bebas di sini."

Ketiganya terus melangkah was-was dan tiba di stoples selai kacang beberapa menit setelahnya. Meskipun transparan, tetapi mereka tahu keberadaan kendaraan itu.

Mereka mengambil tas, termasuk buku perkamen yang basah. "Kita punya waktu kurang dari dua minggu lagi." Bear menatap dua temannya. "Dan kita belum tahu cara mengambil kembali kalung milik Seaniel. Kita bahkan tidak tahu Zyan di mana." Ia lalu mengigit bibir bawahnya.

Larissa terdiam mendengar perkataan Bear. Lelaki itu benar. Mereka tidak bisa bergerak tanpa perhitungan yang matang. Waktu mereka terlalu sempit untuk coba-coba rencana. Mereka harus memikirkan rencana yang keberhasilannya tinggi.

"Zyan itu putri duyung, ya. Aku rasa aku pernah membaca sesuatu di buku tua itu tentang manusia ikan. Sebentar." Sean mengeluarkan buku dari dalam tasnya, membukanya perlahan agar tidak robek. "Ada seorang ratu lautan yang dicintai rakyatnya. Dia adalah sesosok manusia ikan berekor biru dengan rambut kelabu. Namanya Nayz. Nayz jatuh jatuh cinta dengan seorang pelaut tangguh bernama Nam. Seorang pemuda yang berani menembus laut bebas sendirian, ditemani badai dan ombak besar hingga akhirnya jatuh tenggelam." Sean membacakan kisah di buku itu.

EdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang