Si Buruk Rupa

32 3 0
                                    

Hai! Maaf banget karena belakangan aku disibukkan dengan diferensial homogen dan tak homogen, aliran turbulen dan laminar, konsep sustainable building, dan reaksi pembebanan. Iya aku UAS! SEMANGAT MEMBACA YA!!!

***

"Kalian ingat tidak saat pertama kali sekolah di Laminad Boarding School? Soalnya aku benar-benar lupa caranya aku bisa ke sana."

Stoples mereka bergerak mengikuti ikan kecil yang berenang.

"Tidak. Aku juga bingung saat pertama kali datang ke LBS. Kau tahu kan, Sean, saat pertama kali kita jadi teman sekamar? Hanya bagian itu yang aku ingat sampai sekarang."

Seaniel mengangguk. Potongan memori yang masih tersimpan di kepalanya adalah saat ibunya meninggal dan ia tiba-tiba berada di ruang penyambutan siswa baru. Seperti ada potongan cerita yang menghilang, atau mungkin sengaja dihilangkan. "Kalau Larissa?"

Gadis itu tampak terkesiap, wajahnya tampak bingung dan kosong. Ia bahkan tidak bisa mengingat siapa orang tuanya, seperti apa mereka, di mana rumahnya, apalagi kejadian saat pertama kali dia sekolah di LBS. Larissa hanya mengingat namanya. "Aku juga tidak tahu. Yang aku ingat aku tidak pernah punya teman sekamar. Aku tidak mengerti mengapa."

"Salah tidak kalau aku curiga dengan Laminad? Aku merasa ada banyak hal yang tidak kita ketahui. Bagaimana Laminad tahu kita punya garis tangan unik? Dan apa membantunya hal ini? Mengapa kita bisa menyebabkan ledakan di taman?" Bear memandangi telapak tangannya yang justru menstimulasi Sean dan Larissa untuk melakukan hal yang sama.

"Kita sama-sama tidak punya keluarga sekarang. Apa itu ada hubungannya?" tanya Sean.

"Yang yatim piatu di sekolah bukan cuma kita."

"Poin yang dimaksud Seaniel bukan di bagian yatim piatu, tapi tentang kehilangan keluarga. Apakah kedua orang tuamu sudah meninggal, Bear? Maaf jika lancang."

Kalimat Larissa menohok Bear. Ia tidak tahu orang tuanya masih hidup atau sudah meninggal. Yang ia tahu, orang tuanya menghilang. Lebih dari itu Bear tidak bisa menjelaskan apa pun lagi.

"Sudah. Jangan membicarakan itu lagi." Seaniel melerai. Ia lalu memandangi batu karang raksasa di sekitarnya. Ada tebing-tebing tinggi tempat ikan bersembunyi. Seekor ikan badut tidak sengaja menabrak stoples mereka, membuat Seaniel tertawa.

Semakin dalam mereka pergi, semakin banyak hewan langka berenang. Mereka sudah hampir tiba di laut sisi selatan. Senyum mereka mengembang kala melihat sebuah kota bawah laut di dasar ngarai tempat mereka kini berada. Dari atas mereka dapat melihat cahaya membasuh kota itu. Larissa maju ke bangku kemudi lalu mendongak. Ada sebuah tiang setinggi 750 meter dengan bola bercahaya di puncaknya. Bola itu seolah menggantikan peran matahari sebagai sumber energi di dasar laut. Mereka menahan napas, terlebih saat Sean ikut menyumpal, membuat sempit dua temannya.

"Ini indah sekali, Bear, Larissa."

Sebuah kota futuristik dengan gedung yang dipahat dari batu. Rumah-rumah berbentuk bola berbaris rapi, disusun membentuk sebuah pola spiral dengan bagian tengahnya adalah gedung terbesar dan tertinggi di sana. Manusia-manusia berjalan kaki. Lelakinya mengenakan kain lembut yang hanya menutupi pinggang hingga lutut. Sedangkan perempuannya mengenakan gaun panjang yang longgar hingga menutupi mata kaki. Wajah mereka adalah ukiran terindah yang bisa disaksikan. Mata tajam dan teduh, lengkung bibir yang seksi, hidung yang lancip dan kokoh. Dari atas sini, mereka terlihat seperti titisan dewa.

"Mereka tampan dan cantik sekali," gumam Larissa.

Tiba-tiba, kulit Larissa bercahaya. Gadis itu bahkan terperanjat saat ada gelenyar aneh yang mengalir melalui pembuluh darahnya. Ia menatap kulit tangannya yang menjadi lebih halus dan lembut.

EdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang