Kalung yang Dicuri

42 6 3
                                    

Pendek aja ya readers. Aku masih ada tugas sebelum UAS. AWOKWOKWOK. Vote dan komennya. Happy reading!

***

"Kita belum berkenalan. Namamu siapa?" Di dalam stoples selai kacang raksasa, putri duyung itu meluruskan ekornya di sofa. Seaniel minggat ke kursi depan sebelah Bear. Sedangkan Larissa dengan tulus memangku ekor siluman ikan—jika memang bisa dibilang begitu.

"Aku merasa ada sesuatu yang aneh," bisik Sean.

"Jangan begitu," balas Bear. "Dia terluka. Apa yang kau khawatirkan selain keselamatannya?"

"Entahlah. Kalian memang selalu ragu dengan perkiraanku." Ia bersandar pada kursi, mengamati kegelapan di depan sana. Terowongan itu belum menemukan ujungnya hingga sejam lebih menyelam.

"Namaku Zyan. Kalian bisa memanggilku Zy."

"Baiklah Zy. Aku Larissa. Yang pakai kacamata meski di dalam air itu namanya Bear. Yang kecil cerewet itu Sean."

"Aku bisa mendengar kau bilang aku cerewet!" seru Sean. "Selalu saja bilang begitu." Ia memajukan bibirnya karena kesal.

Larissa tersenyum pada Zy. "Dia memang begitu. Jangan tersinggung. Eh iya, di sini kamu tinggal di mana?"

Raut muka Zy berubah sedih. Pundaknya turun, menandakan ada sesuatu yang tidak beres. "Seharusnya aku tinggal di penghabisan terowongan ini. Itu tempat yang indah. Hanya saja ...."

"Hanya saja apa?"

"Kau bisa lihat sendiri nanti."

Larissa terpaksa menyimpan semua pertanyaannya karena sejak saat itu Zyan hanya diam tanpa tertarik membahas apa pun.

Bear melihat ada satu titik kecil yang terang. Titik itu semakin lama semakin membesar. Butuh waktu setidaknya setengah jam untuk bisa menembusnya.

Mereka semua terperangah kecuali Zyan-karena itu memang tempat tinggalnya. Lautan di sana terang, ada lampu kristal yang memantulkan cahaya lembut, tersusun di atas tiang berkarat. Susunannya berjajar. Di sana juga ada bebatuan kuno yang berbentuk undakan bahkan coleseum. Ikan-ikan kecil ramai berenang. Ada pari seukuran tubuh Sean, ekornya runcing menggeliat. Juga lebih banyak lagi hewan air dari berbagai spesies, genus, ordo, famili, kingdom, atau apapun yang bisa digunakan sebagai gambaran keanekaragaman hayati yang ada di sana.

"Mereka pastilah teman-temanmu." Larissa tersenyum hangat ke arah Zyan. Tetapi Zyan justru menunduk sedih. "Mengapa terlihat tidak senang? Ada yang salah?"

Zyan menggeleng. "Tidak salah, kok. Mereka memang teman-temanku, tetapi dulu."

Susah bagi Larissa untuk berkomentar jika itu membuat Zyan bersedih. Dia jadi merasa bersalah.

"Zy. Yang mana rumahmu?"

Zy mengangkat kepalanya demi melihat Bear yang bertanya. "Turunkan di sini saja."

"Tapi ekormu?"

"Bukan masalah besar, Larissa." Zyan mencoba bangun tetapi ia justru mengaduh kesakitan.

Larissa cepat-cepat menahan pundak Zyan, menyuruhnya untuk duduk dulu. Ia lalu menatap Sean dan Hobear. "Bantu Zy untuk kembali ke rumahnya dulu. Baru kita lanjutkan perjalanan."

"Kan sudah kubilang, bakalan panjang," gumam Sean tetapi masih bisa dibilang nyaring untuk didengar oleh seisi ruangan.

"Ayo Sean bantu aku."

"Hmm." Sean menurut saja, mematuhi ajakan Bear yang sudah beranjak.

Sean menyusul di belakang, mengangkat ekornya. Dalam hati Seaniel ingin sekali menggoreng ekor ikan itu. Ah, sial. Dia merasa curiga sejak mendengar ikan itu meminta tolong. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil tetapi ia tidak mengerti apa. Namun, dengan pulangnya Zyan tentu urusan mereka akan lebih ringkas dan mudah diatasi.

EdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang