Sedikitnya, keseharian Harry agak berbeda.
Dia yang biasa di-bungsu-kan, kini ada si kecil hyper menggemaskan yang mengambil alih perhatian para orang dewasa di sekitarnya.
Ibu hanya memiliki tiga anak lelaki, jadi mereka antusias menyambut keceriaan Maurin. Bapak kerap menggendong bocah itu, dua Abang nya juga tidak jauh beda.
Apa Harry cemburu? Tidak! Justru Harry juga antusias. Otomatis bersikap layaknya Abang, menyikapi Maurin seolah adik sendiri.
Berbeda dengan Maurin, anak gadis satu nya malah berbanding terbalik. Pendiam, pemurung, penyendiri, datar — berbanding jauh juga dengan gadis kecil yang Harry ingat pertama kali ditemui.
Meski pandai berteman, segala usaha bersahabat Harry tidak digubris sama sekali. Ketika disapa, Maudy tidak menjawab. Saat diajak main, dia memalingkan wajah. Diajak bicara, malah masuk rumah begitu saja.
Harry biasa disanjung, mudah disukai dan diterima orang lain — jadi tindakan seperti itu malah membuatnya jengkel."Kenapa sih nyebelin banget?!" ketus Harry saat itu.
Maudy sedang jongkok di pekarangan rumah. Harry yang hendak main — karena melihat Maudy — kembali berniat mengajak main. Ingat permintaan Tante Indi kan? Karena Harry sudah mengiyakan, itu tanda nya ia harus berhasil berteman dengan gadis kecil ini.
Tapi, jangan kan mau diajak, Harry saja dicuekin sama Maudy yang menggali tanah dengan sendok masak-masakan. Atensinya hanya berpindah antara tanah dan buku di jepitan paha nya.
Harry masuk pagar, mendekat. "Kamu main sendiri begini apa serunya coba?"
Masih tidak dibalas.
Sampai akhirnya, Harry iseng memasukkan tanah yang Maudy gali ke lubangnya lagi — demi mendapat perhatian gadis itu — dan berhasil. Maudy melihatnya.
"Makanya, emangnya kamu fikir enak dicuekin?" sahut Harry.
Maudy menatap lurus, kemudian mendorong Harry sampai terduduk di tanah. Lalu dia berdiri dengan buku dan sendok yang digenggam.
"Aku ga kenal siapa kamu. Aku gamau main sama kamu. Aku gamau temenan sama kamu. Jangan ganggu!"Harry tercengang memandangi punggung kecil yang menghilang masuk rumahnya itu. Bukan karena habis didorong, tapi karena mata berair yang Harry lihat saat Maudy bicara. Setelah satu bulan jadi tetangga nya, satu bulan mengabaikan keramahan dan interaksi Harry — akhirnya Maudy membalas. Dan menangis?
•°•x0x•°•
Sebenarnya Harry sering, tanpa sengaja memperhatikan gadis itu. Maudy banyak melamun di sudut pagar, atau menggali tanah entah menanam apa, dengan pandangan layu. Kemudian mengusap mata basah. Sering seperti itu jika Maudy sendirian, menangis diam-diam.
Tapi tetap saja Harry gelagapan jika Maudy menangis akibat ulahnya yang jahil karena diabaikan, lama-lama baru merasa jengkel. Ia masih bocah kecil yang ego nya tinggi kalau ditolak terus-terusan.
Hampir setahun, sudah tau begitu, Ibu dan Tante Indi tetap meminta mereka agar bisa akrab. Jadi Harry makin jengkel, tapi tidak bilang. Sebagai ganti nya, ia tidak ramah lagi dengan Maudy. Malah sering iseng. Tujuannya satu, membuat gadis itu menanggapi entah dengan omelan atau tangisan.
"Eh, ini pisau ya? Ini daging, taro nya jangan disini. Wih, airnya mendidih nih. Angkat, angkat. Yah jatohh," kata Harry merecoki Maudy yang main masak-masakan.
"Bang Ari nyebelinnnn!"
Lalu ia tinggalkan Maudy yang menangis setelah Ibu dan Tante Indi datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walking Towards Me [COMPLETED]
Teen Fiction"Gausah, ketahuan pacar lu berabe nanti" "Gajadi, ketahuan pacar gua berabe nanti" ------------------------------------------ Well, mereka sebenarnya tidak cocok satu sama lain sebagai manusia saling ramah. Hanya kebetulan terikat situasi dimana sul...