[Chapter 27] || Make it Better

518 154 527
                                    

- Make it Better -
\
\

Sejak awal kaki Maudy belum begitu pulih.
Ia menahan sakit untuk pergi karena khawatir dengan Elina, dan kini karena begitu marah. Pikirannya tak jernih, terus menyeret kaki seolah lupa hari sudah malam. Bahkan lupa bawa ponsel. Maudy datang dengan ojek pangkalan depan kompleknya tadi, untung pernah tahu alamat Poppy dari buku pelanggaran OSIS.

Begitu derung motor familiar terdengar mendekat, Maudy makin mempercepat langkah, malah membuatnya terselingkat kaki sendiri. Jatuh, dengan sakit luar biasa.

Motor Harry berhenti tepat disebelah Maudy,  dengan malas turun dan meraih lengannya — yang kasar ditepis Maudy. Meski Harry sempat membantu Elina tadi, baginya pria itu tetap bersalah. Dia penyebab Elina ada disituasi itu, membuat nightmare untuk ulang tahunnya.

"Gua nyoba sabar ya Dy!" desis Harry di percobaan ketiga memaksa membantu, namun berakhir didorong gadis itu.

"Gausah pegang-pegang! Sono pergi!"

"Jangan bikin gua muak sama kekanakan lu."

"You think i'm not?" ketus Maudy nyalang. "Gua tinggal Elina selama libur, dan lu malah bikin dia begini."

Harry mendengus merotasikan bola mata. Masa bodoh dengan salah paham gadis itu. Harry sama sekali tidak niat datang, bahkan sedang bersama crusher tadi — ketika ibunya menelepon bilang Maudy menyusul dirinya.

Tentu akan jadi masalah kalau pulang tak bersama Maudy. Kalau bukan karena itu, ia pun malas meladeni keras kepala gadis ini.
"Terserah. Ayo balik."

Maudy menolak terima tangan Harry, malah coba berdiri sendiri tapi gagal — dengan rintihan.

"Bisa nanti aja ga ngedrama nyusahin diri nya?" sarkas Harry. Sekali lagi meraih tapi Maudy menyentak tangan lebih keras. 

"Masih gapaham kalau gua jauhin lu?" bentaknya. "Gua gamau terlibat apapun lagi sama lu, gamau kena pengaruh toxic lu, gamau deket-deket lu. JADI LU PERGI AJA SIALAN!"

"KALAU GITU NGAPAIN LU BAWA NAMA GUA BUAT KESINI, HAH?!"

Itu menyentak Maudy, seketika diam. Tatapan tajamnya meredup, emosinya meremang. Ada apa dengan dirinya? Padahal biasa tenang menghadapi labrakan disekolah, kenapa sekarang takut?

Maudy mengalihkan pandangan. Benar, untuk kesini ia beralasan akan menyusul Harry, karena dengan begitu Bunda dan Bu Rita tidak begitu panik. Ia terlalu gelisah dan buru-buru jadi tak punya ide selain itu. Baru sadar kini dirinyalah yang melibatkan Harry.

"Lu marah buat salah paham tentang Elina. Tapi lu bikin bang Herdi salah paham sampai gua kena gampar. Harusnya gua yang bilang, gua ogah terlibat salah paham dari atau karena lu lagi! Bikin ibu nangis."

Oke, Maudy terhenyak. Spontan melirik luka di sudut bibir Harry. Ia tidak tahu soal itu.

"G-gua ga bilang lu terlibat."

"Ya, tapi lu ngehindar. Jadi bang Herdi spekulasi engga-engga."

"Itu kan karena — " perkataannya terhenti, meringis dalam hati. Mengingat saja ia enggan pasal ciuman itu, apalagi membahas — malu.

"Fine! Gua lurusin ke mereka biar salah paham kelar," kata Harry lugas. "Jadi kita selesai. Gaperlu akting sok ramah lagi, dilibatin perintah mereka, dan gua yakin kita bakal dijauhin kalau tau anak baik-baik mereka dikotorin begitu."

Tawaran menarik. Kemudian persahabatan ibu mereka bisa hancur, hubungan dua keluarga itu akan buruk. Dan, bagaimana Maudy pasang wajah jika mereka tahu anak baik-baik yang mereka sanjung tidak sepolos itu? Harry mungkin dihakimi, tapi dia bisa mengatakan kalau Maudy pernah lebih dulu menciumnya agar tak salah sendirian.

Walking Towards Me [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang