- Satu Hari -
\
\"Anjir sih, nambah lagi aja dekingannya!"
"Makin senga dah tuh!"
"Jadi anak guru iya, budak OSIS iya, ditambah pacar preman sekarang. Wah, fix! Makin minggir orang mau cari gara-gara."
"Jangankan cari gara-gara, dia bikin gara-gara aja orang mikir mau balas dendam. Pegangan nya kuat cuy! Pihak dewa punya, malaikat punya, setan punya ahahaa.. kelar dah!"
"Ngatain Riko setan lu? Wah, cepu ah.."
"Eh, eh Dho, anjir laknat lo! Tega bener."
Sontak gelak tawa pecah ditengah kumpulan itu, menyaksikan Dodi memelas pada Ridho yang terbahak. Total 8 orang, hanya satu yang diam.
Poppy menyahut, "masih ga nyangka gua sama selera kak Riko."
"Lebih ga nyangka sama cewek nya sih. Berarti selama ini kak Andre cuma di PHP-in dong ya? Kan deket banget tuh dari kelas satu. Wah, diam-diam bejat juga berarti," tambah Mitha.
"Btw Dho, emang bang Tora ga protes bang Riko nembak Maudy?" Tanya Dodi.
Galang disebelahnya menambahkan, "nah iya bener, tuh cewek kan deket Andre, anggota OSIS juga. Dua hal yang genk lu benci."
Ridho mengangkat bahu, "kan tadi langsung bel masuk abis nembak. Fyi aja, seluruh crusher disuruh datang pagi, kagak ada yang ngira kalau maksudnya buat nyaksiin jedor orang."
"Udah mainnya?" cibir Poppy ketika Harry meregangkan tangan.
Pria itu hanya sekilas melihat Poppy, lantas beralih ke Fikar sambil melepas earphone, "lagi ga?"
"Up lah, kagak fokus gua!" gerutu Fikar, "kalah mulu."
Ya gimana ga kalah, nge-game sambil ikutan ngegosip.
Harry bersiap pasang earphone, ketika Resti ikut menggerutu, "game mulu dah, ga bosen apa? Gua aja ngeliatnya bosen."
"Ya jangan liat," singkat Harry. Lagipula, ini tempat duduknya, bebas mau ngapain juga. Mereka yang mengerubung disini karena kebetulan Ridho disebelahnya, dan Poppy-Mitha duduk didepannya.
Justru kelasnya yang membosankan dengan ocehan serupa sejak pagi. Meski Harry mengenakan earphone, sayup pembicaraan masih bisa terdengar. Ia sama sekali tak tertarik dan peduli, tapi cukup terusik untuk penasaran dengan si tokoh utama sensasi kali ini.
Tanpa sadar melirik ke depan.
Maudy ada di tempat duduknya, membaca entah apa dengan Elina setia disebelahnya. Telinga nya disumpal earphone — jelas sia-sia karena cemoohan orang-orang seolah menembus gendang telinga.
Ingat kembali gelang yang saat itu dipakai Maudy. Jadi Riko orangnya, ia menyeringai kecil.
Untuk seseorang yang introvert dan benci jadi pusat perhatian — Maudy cukup hebat bertahan ditempatnya dengan tenang dan mengabaikan omongan sekitar.
Yah, lagipula, dia tak punya tempat kabur — setelah menggegerkan seluruh pelajar dalam satu waktu, kemana dia bisa menghindar?
Bahkan di luar kelas, ujaran kebencian menunggu untuk dilontarkan.Belum lagi dirumah. Harry penasaran bagaimana tanggapan Om Damar dan Tante Indi jika tau putri kebanggaannya mencoba dunia 17 tahunnya dengan langkah ekstrim — pacaran dengan pentolan genk?
Lu salah terlibat sama orang, batin Harry. Menangkap gelagat gusar dan tertekan gadis itu yang tak orang lain lihat.
Let see, sejauh mana lu bisa maksa diri setenang itu.
\
\
KAMU SEDANG MEMBACA
Walking Towards Me [COMPLETED]
Teen Fiction"Gausah, ketahuan pacar lu berabe nanti" "Gajadi, ketahuan pacar gua berabe nanti" ------------------------------------------ Well, mereka sebenarnya tidak cocok satu sama lain sebagai manusia saling ramah. Hanya kebetulan terikat situasi dimana sul...