[Chapter 28] || That Guy

538 139 747
                                    

- That Guy -
\
\

Pria dibelakang kemudi menoleh setelah mobil berhenti.
"Ayah masih sempet antar Ody pulang kalau mau berubah pikiran."

Maudy menggeleng. Ayah ikut turun ketika ia membuka pintu mobil, segera berputar ke sisi lain mobil membantu turun.
"Ody yakin?"

"100%," sahutnya. Ia tahu Ayah cemas dengan kakinya berkat semalam, tapi Maudy tetap memaksa sekolah.

Maudy itu penurut dan patuh, tapi di beberapa kesempatan akan sangat keras kepala sampai sulit dibujuk. Kedua orang-tuanya telah mempelajari ini sejak insiden pindah, karena memang karakter Maudy sekarang terbentuk akibat itu. Sebegitu hebat dampak jika putrinya ini kecewa atau terguncang, karena itu pula Maudy lebih di over protective. Mereka tak ingin hal buruk berujung trauma terjadi lagi pada putrinya.

Jadi jangan tanya kenapa Maudy menyembunyikan masalah sekolah, atau jarang membawa teman kerumah terutama cowok.

"Ayah gendong sampai kelas, oke?"

"Apa sih Yah, Ody kan cuma pincang, bukan lumpuh."

Karena sikap mereka yang berlebihan kadang bikin Maudy geli. Tidak dikatakan saja.

Maudy sengaja berangkat dengan Ayah meskipun masih jam 6. Alasannya karena sekolah masih sepi dan ia bisa ke kelas tanpa jadi pusat perhatian berkat kaki pincangnya — utamanya biar ga bareng Harry, karena pasti disuruh begitu.

Jadi ia terkejut ketika namanya diserukan. Alih-alih melihat si pemanggil, Maudy lekas memperhatikan reaksi Ayah.
Karena yang memanggil Andre — seorang laki-laki.

"Pagi Om," sapa Andre ramah. Menatap Maudy sekilas seolah bertanya, 'kok sekolah?'

"Pagi," singkat Ayah, memperhatikan Andre saksama. Maudy sungguh tak enak hati. Awas aja Ayah menyikapi Andre buruk padahal beliau mempercayai Harry segitu besarnya yang sebenarnya berperangai buruk.

"Ayah," Maudy memutuskan mencairkan suasana. "Ini kak Andre, senior OSIS yang —"

"Andre anak pak Yudho?"

Dahi Maudy mengerut. Andre mengangguk ringan, "Iya Om."

Kemudian tanpa menunggu Maudy paham situasi, mereka salaman berbincang ringan.
Agak kejutan. Ayah sulit beramah-tamah diluar relasinya, apalagi terkait dua putrinya.

"Ody ingat, Ayah pernah cerita anak bos Ayah yang ikut partisipasi project kantor dan bikin takjub karena masih akhir SMP? Ini dia," jelas Ayah sumringah sambil menepuk punggung Andre. Maudy masih tercengang untuk menjawab.

Singkatnya, Ayah terakhir bertemu Andre tiga tahun lalu setelah project berakhir — itu kenapa Ayah tidak langsung mengenali. Maudy speechless, pasalnya, ia mengagumi sosok yang sering Ayah ceritakan sebagai 'anak bosnya' tanpa tau nama dan rupa. Di waktu berbeda, Maudy mengagumi Andre tanpa tau dialah yang diceritakan Ayah.

Seperti dua kali jatuh cinta, yang ternyata pada sosok yang sama.

"Sayang banget waktunya ga tepat buat ngobrol banyak," kata Ayah menilik arloji.

"Yaudah Ayah berangkat, nanti telat," Maudy yang membalas.

"Ayo, antar Ody dulu ke kelas."

Maudy menggeleng, "Engga Ayah, keburu Ayah kena macet ntar."

"Makanya Ayah gendong, biar cepet nyampenya."

"Ih mbung, Ody udah gede. Ayah jangan bikin malu deh."

Andre sibuk menahan senyum melihat interaksi Ayah anak ini. Maudy terlihat menggemaskan seperti anak kecil, tidak seperti biasanya si gadis tangguh pendiam

Walking Towards Me [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang