Dalam diam Maudy menatap lembar foto di tangannya, duduk memeluk lutut bersandar di pinggiran ranjang. Dering alarm ponsel mengalun karena belum dimatikan.
Pagi yang cerah, matahari bersinar~
Kau gendong tas biru mu, dipundak~
Selamat pagi anakku, kunantikan dirimu~
Diluar kamarmu, tuk lekas sarapan~Alarm rekaman suara Bunda. Tapi Maudy tidak bergeming. Ingatannya sibuk mengulas moment saat foto itu diambil.
"Suka."
"Apa?"
Maudy menunjukkan hasil potretnya di ponsel pada wanita yang sudah sampai didekatnya.
"Senyum Bunda. Bagus, Ody suka. Cantik.""Hoo jadi tadi fotoin Bunda?" ujar Bunda duduk disebelahnya, menaruh bunganya di pangkuan Maudy.
"Ody juga cantik kalau senyum.""Beda, senyum Bunda cerah. Kok bisa sih?"
"Gampang. Yang penting tulus, ikhlas, selalu berbuat baik dan benar. Kalau kita hidup seperti itu, yang kita terima juga perbuatan seperti itu. Jadinya bahagia terus, gaada hal buruk dipikiran yang bisa bebanin senyum. Nah, coba Ody udahan ngambeknya, pasti bisa punya senyum bagus."
"Bunda mikirin apa kalau lagi senyum?"
"Mikirin Ody yang senang liat senyum Bunda, mikirin orang disekitar yang juga bahagia. Muter kan jadinya? Bunda perlu kebahagiaan sekitar biar senyum, dan senyum Bunda bikin sekitar bahagia. Konsepnya kayak menuai apa yang kita tanam. Sekarang sini hapenya, kita gabung main kejar-kejaran sama Ayah dan Olin."
"Jadi sebenarnya apa yang Bunda tanam?" gumam Maudy.
Rasanya sulit mempercayai pemilik senyum tulus dan hangat itu mampu berbuat buruk. Tapi derita Harry terlalu nyata untuk sekedar karangan — bodohnya Maudy tak bisa mengabaikan padahal dirinya juga kacau.
Ia belum sempat memastikan apakah Harry menyerah atau tidak dengan dendamnya itu. Saat terbangun, Maudy sudah di kamarnya sendiri. Entah kapan dipindahkan — mungkin Harry mencoba membuatnya bingung akan kejadian semalam antara mimpi atau bukan.
Lekas ia kerumah Harry, tapi tak ada sahutan, pintu tidak dibuka. Tidak ada Harry.
Dan Maudy sulit tenang sekarang.
Anakku tersayang, Ody tercin —
Alarm dimatikan, Maudy berdiri hanya untuk menjatuhkan tubuh di atas ranjang. Hampir jam 9, dan ya... ini perdananya bolos sekolah.
"Come on, brain, we need rest," ujarnya lemas.
Rumah tidak pernah terasa se-mumet ini sebelumnya.
\
\"Jangan begini dong dek, kamu udah bolos sekolah tadi. Seenggaknya kalau pergi les sekarang, waktu belajar yang kebuang bisa keganti."
"Moh! Aku mana bisa fokus belajar kalau ninggalin kakak sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Walking Towards Me [COMPLETED]
Novela Juvenil"Gausah, ketahuan pacar lu berabe nanti" "Gajadi, ketahuan pacar gua berabe nanti" ------------------------------------------ Well, mereka sebenarnya tidak cocok satu sama lain sebagai manusia saling ramah. Hanya kebetulan terikat situasi dimana sul...