Jessica buru-buru mengambil buku akuntansi yang baru aku keluarkan dari tas. Padahal pelajaran pertama akan dimulai kurang lebih lima belas menit lagi, tapi cewek yang pernah ikut andil menjadi pembawa baki bendera pas peringatan kemerdekaan se-provinsi itu malah belum membuat pekerjaan rumahnya sama sekali. Perlu diketahui tugas akuntansi itu beda sama tugas lain yang bisa tinggal disalin saja. Kamu perlu bikin tabel-tabel dari tiap pos jurnal yang banyak banget dulu. Terus enggak boleh salah tulis tanggal transaksi. Apalagi sampai salah letakin kas dari debit ke kredit. Pokoknya ribet!
"Duh, Cha kamu bantuin aku dong dektein itu transaksi masuk mana aja!"
Aku mendengkus malas. Habisnya aku juga mengerjakan tugas itu semalam suntuk. Mau pinjamin buat disalin aja uda syukur.
"Kamu sih Jes, uda tahu jam pertama ada tugas masih aja enggak ngerjain. Sekarang giliran gini bingung," sahut Dea.
Dea Armita Tristanti adalah teman kami yang duduk di barisan depan dari kolom bangku kami. Cewek berjilbab, manis, dan punya tone kulit sawo matang. Dia paling hafal huruf aksara jawa di antara teman-temanku yang lain. Makanya Dea selalu jadi semacam buku pepak tiap ada ulangan bahasa jawa. Oh, iya Dea juga bendahara paling garang selama dua semester. Enggak ada yang berani nunggak uang kas lebih dari dua minggu. Itu sebabnya kelas kami jadi paling kaya satu jurusan.
Marta yang duduk di samping Dea cuma memberi komentar dengan geleng-geleng. Rambutnya yang keriting dikuncir kuda sampai bergoyang-goyang. Aku jadi enggak tahan ingin ketawa melihatnya.
Semenit sebelum jam berdering Pak Agung sudah masuk kelas dan menyapa kami semua. Sementara Jessica masih sibuk dengan urusan menyalin tugas yang belum kelar. Pak Agung mulai memimpin doa. Semua siswa menundukkan kepala dan melantunkan doa sebelum belajar bersama-sama. Setelah mengucapkan kata "Amin" pak Agung berdeham. Matanya melotot ke arah Jessica. Kumisnya yang tebal sampai naik-turun karena hembusan napas dari hidungnya yang kembang-kempis.
"Jessica Arelleta! Nyalin tugas lagi?!"
Aku menyenggol lengan Jessica. Wajahnya panic seketika. Sampai-sampai bolpoin di tangannya jatuh di meja.
"Hehehe iya, Pak," ucapnya cengengesan.
Anak-anak lainnya langsung menghadap ke arah deretan bangku kami. Tak ayal gelak tawa pun terdengar keras dari mereka. Aku, Dea, Marta, dan Frey hanya geleng-geleng malu. Bisa-bisanya kami punya teman begitu.
***
Kami berlima sedang duduk di kursi panjang kantin saat jam istirahat sembari menunggu makanan kami diantar. Teman-temanku sedang asik ngobrol sedangkan aku masih cemberut karena insiden di kelas tadi. Akibat ketahuan menyalin tugas lagi Jessica diberi tambahan mengerjakan satu buku bukti transaksi. Dan aku yang digadang oleh pak Agung telah membantu Jessica kudu menerima getah yang sama. Thanks Jess, i wanna u go hell."Cha jangan marah dong." Jessica memegang lenganku dan menggoyangkannya pelan.
"Lepasin!" bentakku.
Aku masih cemberut. Sebenarnya aku enggak marah-marah amat padanya. Tapi kesel. Okeh, marah sedikit juga. Abisnya satu buku transaksi itu memakan waktu seharian. Aku kan belum ngerjain tugas artikel klub jurnalistik juga.
"Aku bayarin bakso sama es jeruk kamu, deh. Sebagai penebusan rasa bersalah ya," tawar Jessica bermanis-manis. Kalau bayarin sekadar sepuluh ribu aja mah bukan masalah bagi Jessica si anak anggota DPR.
"Jess punya kita juga dong." Frey tiba-tiba menyahut disusul anggukan dari Dea dan Marta.
Jessica membalas dengan menjulurkan lidah pada mereka.
"Cha, jangan marah lagi ya," katanya sekali lagi merayuku.
Mendengar nada manja dari Jessica lama-lama aku enggak tega juga. Apalagi setelah lihat muka memelasnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who is Author of The Orion
Teen FictionDamarlangit, seorang siswa SMK Anugerah jurusan "Kandang Binatang" membuat heboh satu sekolah. Pasalnya keberadaannya hilang timbul, tak ada yang istimewa darinya hingga suatu hari dia digosipkan berhasil menerbitkan novel yang meledak di pasaran. I...